Nama Politikus PDIP Ihsan Yunus Tak Tercantum di Dakwaan Bansos, Ini Alasan KPK

26 Februari 2021 21:01 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi II DPR RI M Rakyan Ihsan Yunus duduk di ruang tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/2).  Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi II DPR RI M Rakyan Ihsan Yunus duduk di ruang tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/2). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Dakwaan kasus bansos sudah mulai dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Salah satu yang jadi sorotan ialah soal tidak adanya nama politikus PDIP Ihsan Yunus di dalam dakwaan dua penyuap Juliari Batubara.
ADVERTISEMENT
Terkait hal tersebut, plt juru bicara KPK Ali Fikri memberikan penjelasan. Ia menyebut bahwa dakwaan tersebut disusun berdasarkan fakta-fakta rangkaian perbuatan para tersangka yang diperoleh dari keterangan pemeriksaan saksi-saksi pada proses penyidikan.
Terkait tidak adanya nama Ihsan Yunus, Ali menyebut hal itu karena politikus PDIP itu belum pernah diperiksa dalam berkas Harry Sidabukke dan Ardian IM. Harry dan Ardian adalah dua terdakwa penyuap Juliari Batubara yang dakwaannya sudah dibacakan.
Tersangka Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso (kiri) dan pihak swasta Harry Sidabuke (tengah) mengikuti rekonstruksi perkara dugaan korupsi pengadaan bansos penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta (2/1). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Dalam dakwaannya, mereka memberikan suap miliaran rupiah kepada Juliari Batubara dan dua anak buahnya Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Suap sebagai imbal mereka mendapat jatah kuota pekerjaan bansos untuk wilayah Jabodetabek.
"Dalam berkas perkara terdakwa Harry Sidabukke dkk ini, Ihsan Yunus saat itu belum dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik," kata Ali kepada wartawan, Jumat (26/2).
ADVERTISEMENT
Ihsan Yunus memang sempat dipanggil pada 27 Januari 2021 lalu. Namun pemeriksaannya batal karena surat panggilan tak sampai ke tangannya. Ia baru menjalani pemeriksaan pada 25 Februari 2021 atau sehari setelah dakwaan dibacakan.
Menurut Ali, pada saat pemberkasan itu, pemeriksaan saksi diprioritaskan untuk kebutuhan penyidik dalam membuktikan perbuatan Harry dan Ardian. Selain itu, KPK juga beralasan bahwa keterbatasan waktu pun menjadi pertimbangan.
"Keterbatasan waktu yang dibutuhkan sesuai ketentuan Undang-Undang dalam penyelesaian berkas perkara para tersangka selaku pemberi suap yang hanya 60 hari tentu juga menjadi pertimbangan tim penyidik dalam mengumpulkan bukti sangkaan terhadap para tersangka tersebut," ujar Ali.
Rekonstruksi kasus bansos di Gedung KPK. Foto: Dok. ICW
KPK mengajak masyarakat, termasuk ICW untuk mengikuti dan mengawasi proses persidangan yang terbuka untuk umum.
ADVERTISEMENT
"Kami tegaskan, KPK sebagai penegak hukum bekerja berdasarkan aturan hukum. Bukan atas dasar asumsi dan persepsi apalagi desakan pihak lain," kata Ali.
"Kami memastikan, sejauh ditemukan fakta hukum keterlibatan pihak lain tentu akan dikembangkan dan ditindaklanjuti dengan menetapkan pihak lain tersebut sebagai tersangka baik dalam pengembangan pasal-pasal suap menyuap maupun pasal lainnya," pungkasnya.

ICW Desak Dewas Panggil Pimpinan KPK

Pimpinan KPK saat acara serah terima jabatan dan pisah sambut Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ICW mencatat ada dua kejanggalan dalam dakwaan kasus bansos yang sudah dibacakan di pengadilan. Salah satunya ialah soal tidak adanya nama Ihsan Yunus.
Padahal, nama Agustri Yogasmara alias Yogas termuat di dalam dakwaan. Dalam rekonstruksi KPK, Yogas disebut sebagai operator Ihsan Yunus.
"Pada tanggal 1 Februari lalu, tepatnya dalam forum rekonstruksi, nama yang bersangkutan (Ihsan Yunus) mencuat karena diduga menerima aliran dana sebesar Rp 6,7 miliar dan dua sepeda Brompton melalui Agustri Yogasmara," bunyi keterangan tertulis ICW.
Anggota Komisi II DPR RI M Rakyan Ihsan Yunus duduk di ruang tunggu sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/2). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Kejanggalan kedua, ICW menyoroti penyebutan Yogas di dalam dakwaan sebagai pemilik kuota paket bansos sembako. ICW mengaitkannya dengan status Yogas di rekonstruksi sebagai operator Ihsan Yunus.
ADVERTISEMENT
"Pertanyaan lanjutannya, mengapa hal ini tidak disebutkan dalam surat dakwaan? Maka dari itu, tidak salah rasanya jika publik menduga ada upaya dari internal KPK -Pimpinan, Deputi, atau Direktur- yang tidak ingin mengembangkan perkara ini," kata ICW.
ICW mengingatkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan penegak hukum mesti selaras, mulai dari penyelidikan, penyidikan, sampai pada penuntutan.
"Jika kejadiannya seperti ini, maka terdapat konsekuensi serius bagi citra kelembagaan KPK sendiri. Mulai dari bukti ketidakprofesionalan kinerja, sampai pada menyia-nyiakan segala upaya keras yang telah dilakukan oleh Penyidik dalam pencarian bukti dan forum rekonstruksi," papar ICW.
Berdasarkan hal-hal tersebut, ICW mendesak Dewan Pengawas segera memanggil Pimpinan KPK untuk menanyakan perihal hilangnya nama dan peran beberapa pihak dalam surat dakwaan perkara dugaan suap pengadaan bansos sembako di Kementerian Sosial.
ADVERTISEMENT
"Jika ditemukan unsur kesengajaan, maka Dewan Pengawas harus menjatuhkan sanksi terhadap oknum yang melakukan tindakan tersebut," pungkas ICW.