Ngototnya PDIP Jadikan Harun Masiku Anggota DPR hingga Berujung Suap

10 Januari 2020 15:17 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi PDIP. Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PDIP. Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
ADVERTISEMENT
Jagat kepemiluan di Indonesia sedang gempar. Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan, menjadi tersangka KPK dalam kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR.
ADVERTISEMENT
Tak tanggung-tanggung, kasus itu menyeret partai pemenang pemilu 2019, PDIP.
Wahyu diduga menerima suap Rp 600 juta agar menetapkan kader PDIP, Harun Masiku, sebagai anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia.
Lalu bagaimana sebenarnya upaya PDIP memperjuangkan Harun agar menjadi anggota DPR?
Saifullah Yusuf dan Nazarudin Kiemas (kiri) Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Caleg PDIP Nazarudin Kiemas Meninggal Dunia
Upaya PDIP memperjuangkan Harun bermula ketika caleg DPR Dapil Sumatera Selatan I unggulan mereka, Nazarudin Kiemas, meninggal dunia pada 23 Maret 2019.
Adik almarhum eks Ketua MPR Taufiq Kiemas itu meninggal sekitar 3 minggu sebelum hari pencoblosan Pemilu 2019 yang jatuh pada 17 April 2019.
Meski demikian, nama Nazarudin tetap ada di surat suara dengan nomor urut 1. Berdasarkan penghitungan suara, PDIP mendapatkan 1 kursi dari dapil itu, di mana Nazarudin meraih suara terbanyak. Nazaruddin mendapatkan 145.725 suara.
ADVERTISEMENT
Meski Nazarudin meninggal dunia, KPU tetap menghitung suara yang diperoleh Nazarudin. Tetapi suara Nazarudin dialihkan ke PDIP. Hal itu sesuai Pasal 55 ayat (3) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 yang berbunyi:
Dalam hal ketua KPPS menemukan Surat Suara yang dicoblos pada nomor urut dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, tetapi nama calon tersebut telah meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon dan telah diumumkan oleh KPPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf d, suara pada Surat Suara tersebut dinyatakan sah dan menjadi suara sah Partai Politik.
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan sambutan di Sekolah Pimpinan Dewan, Jumat (22/11/2019). Foto: Dok. PDIP
PDIP Gugat KPU ke MA
Dengan meninggalnya Nazarudin, otomatis caleg PDIP yang memiliki suara terbanyak kedua yang lolos ke DPR. Caleg tersebut atas nama Riezky Aprilia. Dalam Pileg 2019, putri mantan Wali Kota Lubuklinggau Riduan Effendi itu meraih 44.402 suara.
ADVERTISEMENT
Tetapi, PDIP tak ingin Riezky yang menjadi pengganti Nazarudin di DPR. PDIP menginginkan Nazarudin diganti caleg nomor urut 6, Harun Masiku.
Untuk memperjuangkan Harun yang pernah jadi caleg Demokrat di Pileg 2014, PDIP sampai-sampai menggugat Pasal 54 ayat (5) huruf k dan l serta Pasal 55 ayat (3) PKPU Nomor 3 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).
Gugatan itu diajukan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Megawati dan Hasto memberi kuasa kepada pengacara PDIP, Donny Tri Istiqomah dkk.
Dalam gugatan itu, Megawati dan Hasto meminta suara Nazarudin tetap dihitung untuk yang bersangkutan. Namun kepada siapa suara itu diberikan, merupakan hak dari parpol untuk menentukan kader terbaik yang duduk sebagai anggota DPR.
ADVERTISEMENT
Setelah mempertimbangkan gugatan PDIP, MA memutuskan suara caleg yang meninggal tetap dihitung untuk yang bersangkutan. Artinya suara caleg yang meninggal, sesuai putusan MA, tidak dialihkan ke suara parpol.
Namun, gugatan Megawati dan Hasto yang meminta caleg terpilih pengganti Nazarudin menjadi kewenangan PDIP, ditolak MA.
MA menilai tuntutan tersebut bukan ranah pengujian keberatan hak uji materiil. "Oleh karena itu, terhadap tuntutan ini patut dinyatakan tidak diterima," bunyi pertimbangan hukum MA yang diputus 19 Juli 2019.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat konferensi pers Pra Kongres di Grand Inna Bali Beach, Rabu (7/8). Foto: Dok. PDIP
PDIP Minta KPU Ganti Riezky dengan Harun
Meski MA menolak suara caleg meninggal dikembalikan ke partai untuk memilih caleg lain, PDIP diduga tetap berkukuh mengajukan Harun.
Dalam rapat pleno penetapan anggota DPR terpilih pada 31 Agustus, perwakilan PDIP, Candra Irawan, meminta KPU mencoret Riezky dan menetapkan Harun sebagai anggota DPR terpilih dari Dapil Sumsel I.
ADVERTISEMENT
"Satu di dapil Sumsel I meninggal dunia, kemudian putusan MA kan memberikan suaranya kepada parpol. Kalau parpol, partai kami memberikan ke nomor 6 atas nama Harun," ucap Candra saat itu.
Tetapi KPU menolak permintaan PDIP itu. KPU tegas menetapkan Riezky sebagai caleg DPR terpilih pengganti Nazarudin. Hal itu sesuai Pasal 462 ayat (3) UU Pemilu yang berbunyi:
Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan perolehan suara calon terbanyak berikutnya.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
Suap Wahyu Setiawan
Ditolaknya permintaan itu tak membuat PDIP menyerah. Dua pekan setelah pleno atau 13 September 2019, PDIP mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg.
ADVERTISEMENT
Riezky bersama 574 anggota DPR terpilih lainnya kemudian dilantik pada 1 Oktober 2019. PDIP kemudian berupaya mengganti Riezky dengan Harun melalui mekanisme PAW.
Kemudian kader PDIP, Saeful Bahri, menghubungi caleg PDIP yang juga eks anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina. Saeful melobi Agustiani agar Harun bisa menjadi anggota DPR. Sebab, Agustiani disebut dekat dengan Wahyu.
"Selanjutnya, ATF (Agustiani) mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari SAE (Saeful) kepada WSE (Wahyu) untuk membantu proses penetapan HAR (Harun). WSE menyanggupi membantu dengan membalas: 'Siap, mainkan!" ucap Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli, dalam konpers, Kamis (9/1).
"Untuk membantu penetapan HAR sebagai anggota DPR-RI pengganti antar waktu, WSE meminta dana operasional Rp 900 juta," lanjut Lili.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, menjawab pertanyaan wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/1/2020). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
KPU Tetap Tolak PAW Harun
ADVERTISEMENT
Permintaan PDIP untuk mengganti Riezky dengan Harun itu kemudian dirapatkan KPU pada 7 Januari 2020. Dalam rapat pleno itu, KPU tetap menolak permohonan PDIP.
Sebab berdasarkan aturan di UU Pemilu, jika PDIP ingin melakukan PAW, penggantinya harus caleg dengan suara terbanyak setelah Riezky, yakni Darmadi Jufri yang memiliki 26.103 suara. Sementara Harun hanya mendapat suara terbanyak ke-6. Saat itu, Harun mendapatkan 5.878 suara.
"Setelah gagal di rapat pleno KPU, WSE (Wahyu Setiawan) kemudian menghubungi DON (Donny Tri Istiqomah). (Wahyu) menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar HAR (Harun Masiku) menjadi PAW.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1) dini hari. Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Namun sebelum mengupayakan PAW Harun, Wahyu ditangkap KPK di Bandara Soekarno Hatta, saat berada di dalam pesawat Batik Air tujuan Bangka Belitung.
ADVERTISEMENT
Kini, Wahyu telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Agustiani, Harun Masiku, dan Saeful. Khusus Harun, ia belum diketahui keberadaannya. KPK meminta Harun segera menyerahkan diri.
"KPK meminta tersangka HAR (Harun) segera menyerahkan diri ke KPK dan pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap kooperatif," kata Lili.