Pemprov Jatim Nilai Uap Sampah Plastik Tak Pengaruhi Produksi Tahu

19 November 2019 0:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tahu untuk makanan bayi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Tahu untuk makanan bayi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Produksi tahu rumahan di Desa Tropodo, Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, sedang menjadi sorotan publik. Penyebabnya industri tahu tersebut menggunakan sampah plastik impor sebagai bahan bakar pengolahan.
ADVERTISEMENT
Kabid Industri Non-Agro Disperindag Jatim, Bagas Yulistyia, mengatakan penggunaan sampah plastik tersebut dipicu kondisi ekonomi produsen tahu. Sebab, sampah plastik terbilang lebih murah dan mudah didapatkan dibandingkan kayu.
Dia menilai penggunaan uap sampah plastik tidak berbahaya bagi produksi tahu. Kendati demikian, pihaknya bakal mencari solusi agar sampah plastik tidak terus menerus digunakan.
“Memang karena faktor ekonomi, sehingga masyarakat lebih memilih sampah plastik. Tapi sebenarnya itu tidak langsung ke makanan, hanya diambil uapnya untuk pemanas, sehingga tidak berbahaya. Tapi masalah ini akan kami tindak lanjuti untuk mencari jalan keluar," terang Bagas, Senin (18/11).
Sampah plastik yang digunakan untuk bahan bakar pengolahan produksi tahu. Foto: Dok. Istimewa
Bagas menilai kondisi pabrik tahu rumahan tersebut kurang laik. Alasannya, kondisi sanitasi rumah produksi tidak sesuai standar industri pengolahan tahu.
ADVERTISEMENT
“Kalau produksi pangan itu pakai good manufacturing process (GMP), cara pengelolaan yang benar, ini sama sekali belum, sanitasinya juga belum, semuanya belum. Kalau airnya sih sudah bagus, bukan dari air sungai. Karena saya lihat pabrik tahu di Surabaya itu ada yang pakai air sungai,” jelasnya.
Bagas menegaskan, pihaknya bakal berkoordinasi dengan dinas terkait menyelesaikan polemik tersebut. Tujuannya agar produksi rumahan tahu di Tropodo tersebut lebih layak.
“Tadi bleknya (kaleng) ada yang masih karatan, sangat tidak higenis. Nanti kita tindaklanjuti dengan dinas perindustrian agro,” paparnya.
Sementara itu, Kadinkes Jatim Kohar Hari Santoso mengatakan, uap sampah plastik pengolahan tahu tersebut memiliki potensi bahaya zat dioksin yang bisa memicu kanker.
ADVERTISEMENT
Namun, zat tersebut tak berpengaruh dalam produksi tahu. Alasannya, dioksin bersifat lipofilik, mudah larut dalam lemak bukan dalam cairan tahu.
“Jadi kemungkinan mengendap pada tahu pada umumnya tidak bermakna. Dari data pemantauan kesehatan masyarakat maupun lingkungan setempat, alhamdulillah dalam batas-batas cukup,” terang Kohar saat dihubungi kumparan.
Gubenur Jatim Khofifah Indar Parawansa, kata Kohar, berencana mengganti bahan bakar sampah plastik tersebut dengan gas. Selain lebih efisien, gas dinilai lebih ramah terhadap lingkungan.
“Namun demikian Ibu Gubernur sudah mengambil langkah guna mengubah menggunakan bahan bakar gas,” pungkasnya.