Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Penyidik Polri memeriksa lima tersangka pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat menggunakan lie detector. Pengunaan alat ini dimaksudkan untuk menggali lebih dalam keterangan mereka mengenai peristiwa pembunuhan tersebut.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, 3 tersangka pembunuhan Brigadir Yosua, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf, dari hasil pemeriksaan lie detector , mereka terbukti jujur.
Kadiv Humas Polri , Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, tingkat akurasi pemeriksaan menggunakan deteksi kebohongan tersebut mencapai 93 persen. Sehingga dapat dijadikan alat bukti untuk melengkapi penyelidikan.
"Alat yang kita punya ini alat dari Amerika tahun 2019 dan tingkat akurasinya 93%. Dengan tingkat akurasi 93 persen itu pro Justitia. kalau di bawah 90 persen itu tidak masuk dalam ranah pro justitia," terangnya.
Meski begitu, hasil tes polygraph tersangka keempat, yakni Putri Candrawathi, tidak diungkap ke publik. Apa alasannya?
Dedi menjelaskan, hasil pemeriksaan lie detector Putri hanya boleh diungkap oleh penyidik. Begitu juga saat mengungkapkannya ke persidangan.
ADVERTISEMENT
"Kalau masuk dalam ranah pro justitia berarti hasilnya penyidik yang berhak mengungkapkan, termasuk nanti penyidik juga mengungkapkan ke persidangan. Karena poligraf tersebut bisa masuk dalam satu alat bukti," sambung dia.
Lalu, bagaimana sebenarnya aturan di kepolisian mengenai pengungkapan hasil lie detector ke publik?
Aturan Penggunaan Lie Detector saat Mengungkap Kasus Pidana
Pada dasarnya, Lie detector merupakan salah satu bentuk pemeriksaan bidang fisika forensik dari proses penyidikan, dengan melakukan identifikasi melalui bukti-bukti fisik, pemeriksaan laboratorium akan membantu terungkapnya suatu tindak pidana yang telah terjadi.
Tidak ada aturan tertulis tentang pengungkapan hasil lie detector ke publik. Bila mengacu pada kasus-kasus tertentu yang sedang ditangani pihak kepolisian, maka aturan pengungkapan hasil uji tes kebohongan ke publik tergantung pada hak diskresi institusi tersebut.
ADVERTISEMENT
Dari hasil penelusuran kumparan, hasil lie detector hingga saat ini belum diterima sebagai alat bukti oleh pengadilan-pengadilan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Hasil lie detector tersebut juga hanya bisa ditempatkan sebagai keterangan ahli, bukan sebagai alat bukti, bila penyidik tetap membawa hasil polygraph tersebut ke persidangan.
American Polygraph Association, organisasi resmi poligraf Amerika bahkan menyatakan, keakuratan hasil tes lie detector dapat bervariasi tergantung pada orang yang melakukan tes, mesin yang digunakan, dan orang yang melakukan tes.
Sehingga, hasil poligraf umumnya tidak dapat diterima dalam kasus pidana kecuali kedua pihak menyetujuinya. Meski begitu, beberapa pengadilan di negara bagian tidak mengizinkan tes poligraf digunakan sebagai bukti, dan seringkali hakim memiliki keleluasaan untuk mengizinkan (atau tidak) lie detector ini.
ADVERTISEMENT
Komitmen Kapolri untuk Transparan
Dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir Yosua yang diduga direncanakan oleh Irjen Ferdy Sambo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berkali-kali menegaskan akan menuntaskan kasus ini secara tuntas dan transparan.
Terakhir, komitmen ini lagi-lagi disampaikan jelang rekonstruksi pembunuhan di 3 lokasi.
"[Rekonstruksi] Itu teknis ya itu biar diserahkan ke penyidik, yang penting saya doakan kalau kita semua tetap seperti komitmen kita, semuanya transparan tidak ada yang kita tutupi. Kita proses sesuai dengan fakta dan itu janji kita," ujar Sigit di sela acara Kirab Merah Putih di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (28/9).