Djoko Tjandra

Perjalanan Kasus Djoko Tjandra: Buron 11 Tahun yang Leluasa Keluar Masuk RI

8 Juli 2020 8:56 WIB
Djoko Tjandra. Foto: Istimewa via Antaranews
zoom-in-whitePerbesar
Djoko Tjandra. Foto: Istimewa via Antaranews
ADVERTISEMENT
Licin bagai belut. Begitulah gambaran Djoko Tjandra yang selama 11 tahun tak kunjung bisa ditangkap. Buronan kasus cessie Bank Bali tersebut terakhir kali terpantau pada 2009.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini untuk menghindari vonis 2 tahun penjara yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) di tingkat PK.
Namun tiba-tiba publik dihebohkan dengan informasi Djoko Tjandra sudah berada di Indonesia selama 3 bulan terakhir, bahkan membuat e-KTP dan mendaftar PK ke PN Jakarta Selatan.
Lalu bagaimana perjalanan kasus Djoko Tjandra yang licin selama masa pelariannya hingga bisa leluasa keluar masuk Indonesia tanpa terdeteksi? berikut rangkumannya.
Ilustrasi logo Bank Indonesia. Foto: REUTERS/Iqro Rinaldi
Kasus ini bermula pada 1997. Saat itu Bank Bali tak bisa menagih piutang di Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUN), dan Bank Tara senilai total Rp 3 triliun. Hingga akhirnya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menyatakan ketiga bank tersebut bermasalah.
ADVERTISEMENT
Di tengah situasi tersebut, Dirut Bank Bali saat itu, Rudy Ramly, menjalin kerja sama dengan PT Era Giat Prima (EGP) yang dipimpin Djoko Tjandra dan Setya Novanto sebagai direktur pada 11 Januari 1999.
Saat itu PT EGP yang mengaku bisa menarik kembali dana tersebut membuat perjanjian pengalihan hak tagih piutang (cessie).
Dalam perjanjian yang diteken Rudy Ramly, Direktur Bank Bali Firman Sucahya, dan Setya Novanto, disebutkan EGP akan menerima fee sebesar setengah dari piutang yang bisa ditagihkan. Adapun saat itu Bank Bali mengalihkan tagihan piutang sekitar Rp 798 miliar terhadap PT BDNI kepada PT EGP.
Namun perjanjian tanpa disertai penyerahan dokumen bukti transaksi. Djoko tak menyerahkan sepeser pun jaminan pembayaran. Djoko hanya menjanjikan penyerahan surat-surat berharga kepada Bank Bali, bank pemerintah, dan bank-bank BUMN senilai tagihan paling lama 6 bulan perjanjian. Selain itu surat perjanjian cessie hanya bersifat formalitas.
ADVERTISEMENT
Kemudian BI dan BPPN akhirnya setuju menggelontorkan Rp 905 miliar. Sebesar Rp 359 miliar masuk ke rekening Bank Bali. Sementara sisanya Rp 546 miliar masuk ke rekening PT EGP.
Cessie itu tak dilaporkan ke BPPN, Bapepam, dan Bursa Efek Jakarta. Padahal Bank Bali telah melantai di bursa. Selain itu, penagihan kepada BPPN tetap dilakukan Bank Bali, bukan oleh PT EGP.
Ilustrasi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Setelah kejanggalan itu terkuak, Kepala BPPN kala itu, Glenn MS Yusuf, membatalkan perjanjian cessie. Pada 27 September 1999, Kejaksaan Agung mulai mengusut perkara Djoko Tjandra yang merugikan keuangan negara senilai Rp 904 miliar.
Saat kasus Djoko Tjandra mulai diusut, PT EGP menaruh duit Rp 546 miliar di escrow account Bank Bali. Djoko Tjandra kemudian ditahan pada kurun 29 September 1999 hingga 8 November 1999. Selanjutnya pada 9 November 1999 hingga 13 Januari 2000, Kejagung menetapkan Djoko Tjandra sebagai tahanan kota.
ADVERTISEMENT
Saat kasusnya akan disidang, Djoko Tjandra kembali ditahan di bui pada 14 Januari 2000. Namun berdasarkan ketetapan PN Jaksel saat itu, Djoko Tjandra kembali menjadi tahanan kota pada 10 Februari 2000.
Saat sidang memasuki agenda putusan sela, hakim menyatakan dakwaan jaksa terhadap Djoko Tjandra tidak dapat diterima. Djoko Tjandra kemudian dilepaskan dari status tahanan kota. Tak terima, jaksa mengajukan permohonan perlawanan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan perlawanan jaksa pada 31 Maret 2000. PT DKI memerintahkan PN Jaksel memeriksa dan mengadili Djoko Tjandra.
Kasus Djoko Tjandra kembali bergulir di PN Jaksel pada April hingga Agustus 2000. Djoko Tjandra pun dituntut hukuman 1,5 tahun penjara. Tak hanya itu, jaksa meminta uang sebesar Rp 546 miliar milik PT Era Giat Prima yang berada di escrow account Bank Bali agar dikembalikan pada negara.
ADVERTISEMENT
Namun pada 28 Agustus 2000, majelis hakim memutuskan Djoko S Tjandra lepas dari segala tuntutan (onslag). Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan dakwaan JPU terhadap Djoko Tjandra terbukti secara hukum. Namun perbuatan tersebut bukanlah pidana, melainkan perbuatan perdata.
Bendera Merah Putih berkibar di Gedung MA Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Tak terima, pada September 2000, jaksa kasus Djoko Tjandra saat itu, Antasari Azhar, mengajukan kasasi ke MA. Tetapi pada Juni 2001, MA menolak dan menyatakan sesuai dengan putusan tingkat pertama.
Kemudian 7 tahun berselang sejak putusan MA, Kejagung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus Djoko Tjandra ke MA pada Oktober 2008. Rupanya PK tersebut dikabulkan.
Dalam putusan pada 11 Juni 2009, Djoko Tjandra divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta. Uang milik Djoko Tjandra di Bank Bali sejumlah Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.
ADVERTISEMENT
Kejagung pun memanggil Djoko Tjandra untuk mengeksekusinya ke penjara pada 16 Juni 2009. Namun saat itu Djoko Tjandra tak hadir.
Kejagung pun mendapat informasi Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini menggunakan pesawat carteran pada 10 Juni 2009 atau sehari sebelum putusan MA.
Oc Kaligis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/1). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Djoko Tjandra melalui pengacaranya saat itu, OC Kaligis, kemudian mengajukan PK atas vonis 2 tahun tersebut pada Juli 2009. Namun MA menolaknya dalam putusan yang diketok pada 20 Februari 2012.
Kemudian pada Juli 2012, Wakil Jaksa Agung saat itu, Darmono, menyatakan Papua Nugini telah memberikan kewarganegaraan kepada Djoko Tjandra.
Kini setelah 11 tahun berlalu, kabar mengenai Djoko Tjandra kembali menggegerkan publik. Ia dengan gampangnya masuk ke Indonesia dan disebut telah berada di Tanah Air selama 3 bulan. Terlebih Ditjen Imigrasi Kemenkumham mengakui nama Djoko Tjandra memang sempat dihapus dari sistem perlintasan dengan status DPO dalam kurun 13 Mei hingga 27 Juni.
ADVERTISEMENT
Ditjen Imigrasi menyatakan, dihapusnya nama Djoko Tjandra lantaran Interpol melaporkan nama Djoko Tjandra terhapus dari sistem basis data sejak 2014 karena tidak ada permintaan lagi dari Kejagung.
Ilustrasi bandara Foto: Pixabay
Tetapi nama Djoko Tjandra kembali masuk dalam daftar DPO usai adanya permintaan Kejagung pada 27 Juni.
Bahkan pada 8 Juni, Djoko Tjandra ditemani tim kuasa hukumnya merekam e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan pada pagi hari. Hanya butuh waktu sekitar 1 jam 19 menit bagi Kelurahan Grogol Selatan menerbitkan e-KTP Djoko Tjandra. Kemendagri menyatakan Djoko Tjandra bisa membuat e-KTP karena masih tercatat sebagai WNI.
Setelah membuat e-KTP, Djoko Tjandra menuju ke PN Jaksel untuk mendaftarkan PK-nya yang kedua. Namun demikian, permohonan PK Djoko Tjandra belum dibacakan di sidang. Sidang sudah 2 kali ditunda pada 29 Juni dan 6 Juli lantaran Djoko Tjandra tak hadir di sidang. Padahal sesuai KUHAP, pemohon wajib hadir di sidang.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma, mengatakan kliennya tak hadir karena masih menjalani pengobatan di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur, Malaysia. Artinya Djoko Tjandra juga dengan leluasa keluar wilayah RI menuju Malaysia.
"Sakit apa tidak ada informasinya. Beliau (Djoko Tjandra) sakit, kita minta keterangannya supaya bisa dipertanggungjawabkan di persidangan, dan sudah diberikan kepada kami. Dan dalam surat keterangan itu juga tidak dijelaskan secara spesifik sakitnya," kata Andi dilansir Antara, Senin (6/7).
Leluasanya Djoko Tjandra masuk dan keluar RI tanpa terpantau membuat geram Menko Polhukam, Mahfud MD. Ia akan memanggil Mendagri Tito Karnavian, Menkumham Yasonna Laoly, Kapolri Jenderal Idham Azis, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
ADVERTISEMENT
Mahfud menyatakan Tito dipanggil lantaran Djoko Tjandra sempat merekam dan membuat e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan pada 8 Juni.
Sementara Yasonna dipanggil lantaran dinilai adanya kelalaian Ditjen Imigrasi dalam memantau Djoko Tjandra yang bisa leluasa masuk-keluar Indonesia. Adapun Idham Aziz dan Burhanuddin dipanggil terkait upaya pengejaran terhadap Djoko Tjandra.
Mahfud meminta penjelasan dari keempat orang tersebut mengapa Djoko Tjandra bisa leluasa bahkan tak terpantau.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Saksikan video menarik di bawah ini.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten