Polemik Kritik: Pemerintah Tidak Takut hingga Bagaimana Tak Berujung Dipolisikan

14 Februari 2021 8:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo usai meninjau simulasi pemberian vaksinasi COVID-19, di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo usai meninjau simulasi pemberian vaksinasi COVID-19, di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi telah berpesan kepada masyarakat agar lebih aktif dalam memberikan masukan hingga kritik berkaitan dengan buruknya pelayanan publik di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, seluruh masyarakat bisa berpartisipasi dalam melaporkan jika ada potensi maladministrasi yang dilakukan sejumlah pihak di lembaga penyelenggara pelayanan publik.
"Semua pihak harus menjadi bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan atau potensi malaadministrasi," kata Jokowi dalam sambutan di laporan tahunan Ombudsman 2020 secara virtual, Senin (8/2).
Hal senada juga diungkapkan Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, yang menekankan pemerintah memerlukan sejumlah kritik baik yang pedas, keras hingga terbuka sebagai bahan masukan agar bisa membangun bangsa ini lebih maju.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengikuti rapat kerja bersama Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
"Sebagai negara demokratis, kebebasan pers merupakan tiang utama untuk menjaga demokrasi tetap berlangsung. Bagi pemerintah, kebebasan pers adalah suatu yang wajib dijaga," kata Pramono.
ADVERTISEMENT
"Bagi pemerintah kebebasan pers kritik dan saran masukan itu seperti jamu menguatkan pemerintah, dan kita memerlukan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras karena dengan kritik itulah pemerintah akan membangun arah yang lebih benar," lanjutnya.
Namun, setelah pernyataan Jokowi tersebut, muncul persoalan kehadiran buzzer di media sosial kerap menyerang pihak-pihak yang justru ingin mengkritik pemerintah maupun program Jokowi.
Ya, tidak sedikit yang pada akhirnya merespons ucapan Jokowi secara sinis karena kehadiran buzzer pro pemerintah tersebut. Kenyataannya, bisa berbeda dengan pesan Jokowi kemarin.
Penyidik KPK Novel Baswedan memberikan keterangan kepada wartawan usai memenuhi undangan Komisi Kejaksaan di Jakarta, Kamis (2/7). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Seperti yang menimpa penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Novel dalam akun Twitternya sempat mengkritik kasus meninggalnya Ustaz Maaher di tahanan Bareskrim.
"Innalillahi Wainnailaihi Rojiun Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri. Pdhl kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Org sakit, kenapa dipaksakan ditahan? Aparat jgn keterlaluanlah.. " cuit Novel di akunnya @nazaqistsha.
ADVERTISEMENT
Tapi karena kritiknya ini Novel Baswedan dilaporkan ke Bareskrim Polri. Pelapor Novel adalah ormas yang sama dengan pelapor Natalius Pigai. Ormas tersebut bernama DPP Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK).

Kritik Kemunculan Buzzer

Di sisi lain, kemunculan buzzer yang kerap menyerang pengkritik pemerintah juga dipertanyakan. Karena, bisa membuat kritikan masyarakat tak bisa sampai ke Jokowi.
Anggota ICW, Kurnia. Foto: Dwi Herlambang Ade Putra/kumparan
Menurut peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, saat masyarakat mengkritik secara terbuka dan di media sosial malah dihadapkan dengan hambatan. Mulai dari diserang buzzer hingga dijerat UU ITE.
"Kalau kritik di media sosial ada buzzer atau pendengung, dan ketika kritik secara terbuka ada UU ITE di sana yang siap mengirim kita ke lembaga pemasyarakatan," ucap Kurnia.
ADVERTISEMENT
Meski, pihak Istana melalui Jubir Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, menegaskan pemerintah tak memiliki buzzer.
Fadjroel Rahman memberikan keterangan pers usai bertemu Jokowi. Foto: Kevin Kurnianto/kumparan
"Pemerintah tidak punya buzzer. Medsos saya juga 24 jam diserang buzzer, pakai fitur blok saja ya beres," ujar Fadjroel Rachman.
Ia juga menyebut pemerintah tidak pernah antikritik. Pemerintah Jokowi selalu terbuka dengan adanya kritik dan masukan dari masyarakat.
"Pemerintah tidak pernah takut kritik. Kritik itu jantung demokrasi," ucap dia.

Kata SBY dan JK soal Kritik Mengkritik

Jokowi dan SBY di Istana. Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut mencuitkan di Twitternya dan menyinggung soal pentingnya kritik bagi seseorang. SBY mengibaratkan kritik sebagai obat yang mampu menyembuhkan, namun harus disampaikan dengan bahasa yang baik.
"Kritik itu laksana obat & yang dikritik bisa "sakit". Namun, kalau kritiknya benar & bahasanya tidak kasar, bisa mencegah kesalahan," kata SBY yang dikutip dalam akun Twitternya, Sabtu (13/2).
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu melanjutkan, pujian dan sanjungan yang berlebihan justru menyebabkan sebuah kegagalan. Dia mengibaratkan pujian layaknya gula yang dikonsumsi berlebih.
"Sementara, pujian & sanjungan itu laksana gula. Jika berlebihan & hanya untuk menyenangkan, justru bisa menyebabkan kegagalan," ujarnya.
"Obat itu rasanya "pahit". Namun bisa mencegah atau menyembuhkan penyakit. Jika obatnya tepat & dosisnya juga tepat, akan membuat seseorang jadi sehat. Gula itu rasanya manis, tetapi kalau dikonsumsi secara berlebihan bisa mendatangkan penyakit," tutup SBY.
SBY memang tidak spesifik membuat pernyataan itu untuk siapa. Namun, disinyalir pernyataannya masih berkaitan dengan penyampaian kritik mengkritik yang disebutkan Jokowi.
Jusuf Kalla di Aceh, Selasa (29/12). Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Jusuf Kalla --yang pernah mendampingi SBY dan Jokowi-- juga ikut angkat bicara. Ia menilai pernyataan Jokowi tersebut berbeda dengan realita di masyarakat yang justru mempertanyakan.
ADVERTISEMENT
Menurut JK, banyak masyarakat yang resah dan bertanya-tanya, bagaimana cara mengkritik pemerintah tanpa berujung panggilan polisi.
"Sistem kita demokrasi memang hak mayoritas, tapi menjaga kepentingan minoritas, harus balancing, check and balance, ada kritik dalam pelaksanaannya," ujar JK.
"Beberapa hari lalu Bapak Presiden mengatakan silakan kritik pemerintah, tentu banyak pertanyaan, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi? seperti yang dikeluhkan Pak Kwik, ini bagian dari upaya kita semua," lanjutnya.
Kwik yang dimaksud JK yakni mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (Ekuin). Dalam salah satu cuitannya di Twitter, Kwik mengeluhkan adanya serangan dari buzzer jika mengkritik pemerintah. Bahkan ia tak pernah takut seperti saat ini dalam mengemukakan pendapat.

KSP Minta Kritik Berbasis Data dan Fakta

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian, meminta masyarakat tak perlu khawatir memberikan kritik kepada pemerintah selama berbasis data dan fakta.
ADVERTISEMENT
"Masyarakat enggak perlu khawatir, sejauh masukan itu berbasis data, fakta, argumen yang kuat, pasti akan diterima. Misalnya soal bansos. Ada kritik enggak tepat sasaran, ada data yang salah, ada orang yang sudah meninggal tetap dapet, itu kan kritik yang kemudian ditindaklanjuti dengan perbaikan," kata Donny.
Presiden Joko Widodo memberikan hormat saat memimpin HUT ke-75 TNI di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/10). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Dia pun mengatakan pihak yang mengkritik pemerintah tak perlu khawatir akan diproses hukum. Sebab, menurutnya, pengaduan hukum tak akan diproses apabila tak ada bukti kuat.
"Jadi kritik itu enggak masalah. Enggak perlu khawatir akan diproses hukum. Apabila ada dinamika kelompok pro pemerintah yang mengadukan, tapi tidak ada bukti pendukung kuat pasti tidak akan dipidanakan," ungkapnya.
Meski begitu, ia juga mengingatkan siapa pun pendukung pemerintah agar tidak melanggar UU jika ingin melaporkan pengkritik ke polisi.
ADVERTISEMENT
"Kita bisa mengimbau. Tapi karena mereka berada di luar pemerintahan, jadi ya imbauannya paling seperti 'tolong mengikuti peraturan yang ada, harus taat hukum, tidak langgar UU'," pungkasnya.