Polemik Rencana Pendidikan Militer selama 1 Semester bagi Mahasiswa

19 Agustus 2020 8:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anggota TNI AD Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anggota TNI AD Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan tengah menggodok bersama Kemendikbud agar mahasiswa bisa ikut Program Bela Negara. Salah satu caranya memasukkan program pendidikan militer dalam SKS perkuliahan.
ADVERTISEMENT
Hal itu menjadi bagian dalam pengembangan sumber daya manusia terutama anak muda. Dengan adanya pendidikan tersebut diharapkan anak muda memiliki rasa cinta kepada bangsa dan negara.
"Nanti, dalam satu semester mereka bisa ikut pendidikan militer, nilainya dimasukkan ke dalam SKS yang diambil. Ini salah satu yang sedang kita diskusikan dengan Kemendikbud untuk dijalankan. Semua ini agar kita memiliki milenial yang tidak hanya kreatif dan inovatif, tetapi cinta bangsa dan negara dalam kehidupan sehari-harinya," kata Trenggono beberapa waktu lalu.
Wamenhan Wahyu Sakti Trenggono. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
Kemendikbud sendiri memberikan lampu hijau terhadap rencana itu. Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam, mengatakan program ini sejalan dengan UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Program itu bisa diambil untuk kampus yang bersifat merdeka.
ADVERTISEMENT
"Hak tersebut kita penuhi melalui skema kampus merdeka. Sehingga mahasiswa dapat mengambil haknya untuk menjadi komponen cadangan pertahanan negara," ujarnya.
"Selain itu program-program kepemimpinan dan bela negara yang bagus akan kita kerja samakan dengan Kemenhan," pungkasnya.
Meski begitu Nizam menegaskan program tersebut bersifat sukarela. Artinya hanya mahasiswa diberikan pilihan untuk mengambil pendidikan militer tersebut atau tidak.
Bagi mereka yang mengambil pendidikan tersebut dan akhirnya memenuhi persyaratan kelulusan, Nizam memastikan mahasiswa tersebut bisa menjadi perwira cadangan.
Dirjen Dikti Kemendikbud, Nizam. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
"Mahasiswa dapat mengambil program komponen cadangan dengan mengikuti pelatihan yang disiapkan Kemenhan," kata Nizam," kata Nizam.
"Kalau memenuhi syarat, saat lulus selain mendapat kesarjanaan juga dapat menjadi perwira cadangan," tambahnya.
Ide program militer bagi mahasiswa itu disambut baik oleh anggota Komisi I DPR Fraksi Golkar Christina Aryani. Menurutnya hal itu dibutuhkan saat ini untuk mengantisipasi ancaman radikalisme hingga intoleransi yang mengincar generasi penerus bangsa. Dengan adanya pendidikan militer, mahasiswa diharapkan mendapatkan pembinaan nilai-nilai cinta tanah air.
Christina Aryani. Foto: Instagram/@christinaaryani
Lagi pula usulan itu pun sudah sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2019 tetang Pengelolaan Sumber Daya Nasional.
ADVERTISEMENT
"Saya mendukung rencana ini yang juga telah diamanatkan UU 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional tentang Pertahanan Negara. Secara khusus Pasal 8 UU memaktubkan pembinaan kesadaran bela negara lingkup pendidikan dilaksanakan melalui sistem pendidikan nasional oleh Menhan bekerjasama dengan Mendikbud," kata Christina.
Terpisah kolega Christina di Komisi I, Dave Akbarshah Fikarno meminta agar pemerintah mematangkan rencana tersebut sebelum diterapkan di kampus. Termasuk memikirkan pengaplikasiannya karena program tersebut menurutnya tidak bisa disamaratakan di semua universitas.
"Kalau disamaratakan programnya ya mungkin universitas-universitas besar mampu, tetapi yang kecil-kecil bagaimana? Nah terus kalau mereka enggak mampu, sementara itu merupakan bagian dari kurikulum dan bila tidak dilaksanakan, mahasiswa itu terancam tidak dapat lulus kan juga bahaya buat masa depannya," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sistem pendidikan dari program tersebut juga mendapat sorotan dari Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf. Ia mengatakan jika pelaksanaannya seperti latihan militer maka akan sama dengan ekstrakurikuler resimen mahasiswa (menwa) yang sudah ada di beberapa kampus.
"Karena kalau latihan seperti militer kan sudah ada ekskul menwa. Atau yang model Pramuka ada Racana di kampus. Apakah ini yang akan diwajibkan. Bisa saja jadi ekskul wajib bagi mahasiswa semester baru. Di Menwa dan di Pramuka Rancana ada pendidikan Bela Negara dengan pendekatan yang lebih ke anak muda. Seperti bertualang, disiplin keras, baris berbaris, fisik, dan skill khusus," papar Dede.
Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf saat ditemui di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Minggu (2/6). Foto: Moh Fajri/kumparan
Politikus Demokrat itu juga menilai adanya program militer untuk mahasiswa akan membebani pendidikan mereka. Padahal Kemendikbud sedang memberlakukan merdeka belajar dengan memberikan kebebasan mahasiwa untuk menambah prodi agar siap masuk kerja.
ADVERTISEMENT
"Sudah gitu harus magang kerja 3 semester lagi, kalau ditambah 1 semester wamil lagi, ini akan berat bagi mahasiswa. Kalau saya pribadi lebih cocok kalau salah satu ekskul/UKM wajib yang diambil adalah Menwa atau Pramuka tadi untuk semester satu. Jadi, yang melatih bisa saja dari TNI tapi mereka tidak di mess-kan," tandas Dede.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya pendidikan militer itu baik untuk dilaksanakan hanya saja porsi aspek fisik dalam pendidikan cukup 30 persen.
"Karena ini semangatnya menanamkan nasionalisme dan cinta tanah air, saya kira konten komcad ini aspeknya lebih didorong dominan pada aspek kognitif ya, pengetahuan dan doktrin mungkin sisanya 30 persen baru aspek fisik kemiliteran," kata Syaiful.
ADVERTISEMENT
Dari sisi mahasiswa sendiri rencana tersebut melahirkan kekhawatiran Indonesia akan dibawa kembali ke zaman orde baru. Di mana setiap persoalan dihadapi dengan cara militer.
"Rasanya berbagai ancaman itu enggak semuanya serba militer meskipun rasanya di semua sektor militer masuk tapi bagi kami belum tentu semua jawabannya adalah dengan kemiliteran. Maka mahasiswa jangan sampai malah dicekoki militer-militer nanti kita kembali ke zaman orba lagi, balik lagi kita," kata Ketua BEM Unpad Riezal Ilham Pratama.
BEM Unpad sendiri, menurut Rizal akan melakukan pengkajian terlebih dahulu untuk mengetahui urgensi pendidikan militer yang diwacanakan pemerintah pusat. Intinya, menurut dia, jangan sampai peran militer menjadi vital kembali dan Indonesia kembali ke masa seperti orde baru.
Prajurit TNI AL melakukan defile saat akan mengikuti Apel Geladi Tugas Tempur TK-3 (L-3) Koarmada I TA 2020 di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Senin (20/7/2020). Foto: M Adimaja/ANTARA FOTO
"Nah, masuknya militer ke dalam mahasiswa ini, mewajibkan mahasiswa dalam pendidikan militer rasanya merusak sendi demokrasi itu sendiri, kota dikembalikan ke orde baru di mana peran militer akhirnya jadi vital kembali," papar dia.
ADVERTISEMENT
Penolakan secara tegas disampaikan oleh Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie. Keberadaan pendidikan militer di kampus justru dikhawatirkan mengancam kebebasan akademik kampus.
"Dengan sejumlah persoalan beberapa waktu kebelakang yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap kebebasan akademik kampus, alih-alih menjamin kebebasan mimbar akademik Kampus, Kemendikbud malah mengaminkan militerisasi sektor pendidikan," jelas Ikhsan.