Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Prasetyo Edi soal Korupsi Lahan Rusun di Cengkareng: Itu Pergub, Bukan Perda
17 Februari 2025 12:31 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua DPRD Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, diperiksa oleh polisi sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan rusun di kawasan Munjul, Cengkareng, Jakarta Barat.
ADVERTISEMENT
Ditemui usai menjalani pemeriksaan, Prasetyo mengaku tak tahu-menahu soal pengadaan lahan rusun tersebut. Sebab, menurut dia, pengadaan lahan rusun itu diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub), bukan Peraturan Daerah (Perda).
"Apakah ngerti pengadaan tanah di Cengkareng? Saya nggak ngerti. Orang itu Pergub kok, bukan Perda. Kalau Perda pasti saya tahu," kata dia kepada wartawan di Bareskrim Polri, Senin (17/2).
Selain itu, kata Prasetyo, kasus itu baru bergulir pada tahun 2015. Pada tahun itu, dirinya baru saja menjabat sebagai Ketua DPRD Jakarta sehingga tak tahu secara detail proses pengadaan lahan rusun. Dia mengaku sudah memberikan keterangan sepengetahuannya kepada penyidik.
"Tanah di Cengkareng Barat, saya baru pertama jadi Ketua DPRD ya, nah di situ terjadi Pergub, tidak ada Perda," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam pemeriksaan itu, Prasetyo mengaku dicecar 6 hingga 7 pertanyaan oleh penyidik. Dia datang sekitar pukul 09.00 WIB dan baru keluar dari Gedung Bareskrim Polri sekitar pukul 11.30 WIB.
"6 Atau 7 pertanyaan," kata dia.
Kasus ini bermula saat tanah seluas 4,9 hektar ini dibeli dari pemilik sertifikat bernama Teoti Noezlar Soekarno. Dalam prosesnya, untuk melancarkan pembelian, Toeti melalui kuasa hukumnya diduga memberi uang kepada Kabid Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Jakarta.
Gubernur Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menilai, ada yang janggal terhadap anggaran rusun yang senilai Rp 684 miliar itu. Ahok kemudian meminta hal itu dilaporkan ke KPK untuk diusut. Ia juga minta BPK melakukan audit.
ADVERTISEMENT
BPK lalu melakukan klarifikasi. BPK menilai ada dugaan pembelian yang menyimpang dan berpotensi merugikan negara.
Bareskrim Polri turut menelusuri kasus tersebut. Penyidik menduga ada korupsi di pengadaan lahan di Cengkareng itu.