Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Profil Hakim MA di Sidang yang Batalkan Vonis Mati Ferdy Sambo
8 Agustus 2023 20:34 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Hukuman mati terhadap Ferdy Sambo dibatalkan Mahkamah Agung. Usai kasasi dikabulkan, hukuman eks Kadiv Propam Polri itu menjadi penjara seumur hidup. Vonis kasasi diketok pada Selasa (8/8).
ADVERTISEMENT
Putusan ini diketok majelis hakim agung dengan Ketua Majelis Suhadi dengan anggota: Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
Namun, vonis tidak diambil dengan suara bulat. Ada 2 hakim yang menyatakan Sambo layak tetap dihukum mati.
Meski demikian, 3 hakim mayoritas menyatakan Sambo selayaknya dihukum penjara seumur hidup. Lantas siapa para hakim tersebut?
Suhadi
Saat ini, Suhadi menjabat sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI.
Ia lahir di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, 19 September 1953. Dikutip dari laman resmi MA, ia dilantik menjadi Hakim Agung pada tanggal 9 November 2011.
Suhadi menjabat sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung sejak tanggal 9 Oktober 2018 menggantikan posisi Artidjo Alkostar yang telah purna bakti pada 22 Mei 2018.
ADVERTISEMENT
Beberapa jabatan penting yang pernah dijabat Suhadi. Antara lain Jubir MA, Panitera Mahkamah Agung, Panitera Muda Tindak Pidana Khusus Mahkamah Agung, Ketua Pengadilan Negeri Tangerang Kelas IA Khusus, Ketua Pengadilan Negeri Karawang, Ketua Pengadilan Negeri Sumedang, Ketua Pengadilan Negeri Takengon, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Manna.
Suhadi adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun 1978. Gelar magister ilmu hukum dari Universitas STIH IBLAM tahun 2002 dan gelar doktor ilmu hukum didapatkan dari Universitas Padjajaran Bandung tahun 2015.
Suharto
Suharto ialah hakim agung di kamar pidana. Selain bersidang, Suharto juga mendapatkan tugas tambahan menjadi jubir MA menggantikan Andi Samsan Nganro.
Suharto juga pernah menjabat Panitera Muda Pidana Mahkamah Agung pada tahun 2016, dan pernah menjabat sebagai hakim tinggi PT Makassar sejak November 2013 dan menjadi Hakim Tipikor di pengadilan yang sama sejak Juli 2015.
ADVERTISEMENT
Suharto mengawali karier di lembaga peradilan sebagai CPNS calon hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Madiun pada tahun 1985. Pada tahun 1987, ia diangkat sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Kota Baru, Kalimantan Selatan.
Pada tahun 1991, ia mendapat mutasi sebagai hakim pada Pengadilan Negeri Tarakan, Kalimantan Timur. Enam tahun berikutnya 1997, Suharto kembali mendapatkan keputusan alih tugas ke PN Balikpapan yang dijalaninya hingga awal tahun 2002.
Setelah 12 tahun mengabdi di Bumi Borneo, pada bulan Januari 2002 Suharto mendapatkan keputusan alih tugas ke PN Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Tugas sebagai hakim di PN Madiun Ia jalani hingga Juli 2005, di saat itu Ia mendapatkan penugasan ke PN Kediri.
Dua tahun berikutnya, Suharto mendapat promosi sebagai hakim di PN Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Setelah bertugas dari PN ke PN, Suharto kemudian dipercaya menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Pusat yang dijalani hingga November 2013.
Pengalaman sebagai pimpinan di beberapa pengadilan negeri tersebut telah mengantarkan Lulusan Fakultas Hukum Universitas Jember tahun 1984 tersebut sebagai Hakim Tinggi pada PT Makassar pada bulan November 2013. Setelah menduduki jabatan hakim tinggi, Suharto memperoleh sertifikasi hakim Tipikor tingkat Banding pada bulan Juli 2015.
Berkat pengalamannya itu, Suharto kemudian dipercaya sebagai Panitera Muda Pidana MA hingga kemudian saat ini menjadi Hakim Agung.
Jupriyadi
Jupriyadi juga sebagai anggota kamar pidana MA. IA dilantik sebagai hakim agung pada Oktober 2021 oleh Ketua MA M. Syarifuddin.
Ia dilantik sebagai Hakim Agung Kamar Pidana. Jabatan sebelumnya adalah hakim tinggi pada Badan Pengawasan.
ADVERTISEMENT
Lulusan magister Hukum Tata Negara UGM itu pernah menjadi anggota majelis dalam perkara mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Desnayeti
Dikutip dari akun media sosial Humas MA, sebelum menjadi Hakim Agung, perempuan kelahiran Bukittinggi, 30 Desember 1954 itu mengawali karirnya sebagai staf Pengadilan Negeri Padang Panjang pada 1 Maret 1980.
Kemudian pada tanggal 16 Mei 1984, dia menjadi calon hakim Pengadilan Negeri Padang Panjang. Setelah 3 tahun menjadi calon hakim, pada tanggal 4 Juli 1987, dia diangkat menjadi hakim tingkat pertama Pengadilan Negeri Padang Panjang.
Desnayeti kemudian dimutasi ke Pengadilan Negeri Pariaman pada 1990 dan Pengadilan Negeri Padang tahun 1996. Setelah itu, dia diangkat menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Padang Panjang tahun 2003; Ketua Pengadilan Negeri Muara Bungo tahun 2005.
ADVERTISEMENT
Dua tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 30 Oktober 2007, dia diangkat menjadi Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Pontianak; lalu pernah menjadi Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Padang tahun 2009 dan Pengadilan Tinggi Pekan Baru tahun 2011.
Dia merupakan lulusan Sarjana Hukum Universitas Andalas tahun 1981. Sementara dia menempuh pascasarjana di bidang Ilmu Hukum Pidana di Universitas yang sama dan meraih gelar master pada tahun 2008. Setelah itu, mengambil gelar Doktor di bidang yang sama di Universitas Jayabaya tahun 2019.
Di MA, Desnayeti ialah hakim agung di kamar pidana.
Yohanes Priyana
Yohanes Priyana dilantik sebagai hakim Agung pada Oktober 2021. Ia pernah bertugas di PN Blitar dan beberapa Pengadilan di seluruh Indonesia.
Sarjana hukum Yohanes diselesaikan di universitas jenderal soedirman dan magister diperoleh di hukum keperdataan UGM. Yohanes sekarang menjabat hakim agung kamar pidana MA.
ADVERTISEMENT
Dissenting Opinion
Dalam putusan kasasi Sambo, kelima hakim ini berbeda pendapat atau dissenting opinion: Jupriyadi dan Desnayeti DO dan memutuskan agar Sambo tetap dihukum mati. Namun tiga lainnya memutuskan untuk menganulir putusan mati Sambo jadi hukuman seumur hidup.
"Tadi yang melakukan dissenting opinion dalam perkara Ferdy Sambo, ada dua orang, yaitu anggota majelis II, yaitu Jupriyadi dan anggota majelis III Desnayeti. Mereka melakukan DO," kata Kabiro Humas MA Sobandi dalam keterangan persnya, Selasa (8/8).
"Dissenting opinion itu, berbeda pendapat dengan putusan, dengan majelis lain yang tiga, tapi yang dikuatkan kan yang tiga, ya. Jadi, beliau tolak kasasi. Artinya, tetap hukuman mati. Tetapi putusan adalah tadi, dengan perbaikan: seumur hidup," tambah Sobandi.
ADVERTISEMENT