Remaja 15 Tahun Bunuh Bocah, Fahira Idris: Tayangan Kekerasan Racun Bagi Anak

10 Maret 2020 11:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hasil goresan tangan remaja 15 tahun pelaku pembunuhan bocah, di Jakarta Pusat. Foto: Ricky Febrian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hasil goresan tangan remaja 15 tahun pelaku pembunuhan bocah, di Jakarta Pusat. Foto: Ricky Febrian/kumparan
ADVERTISEMENT
Publik dikejutkan dengan kasus pembunuhan bocah berumur 5 tahun yang dilakukan seorang remaja berumur 15 tahun di Jakarta Pusat. Kepada polisi, remaja ini mengaku membunuh karena terinspirasi film yang menampilkan adegan pembunuhan dan kekerasan.
ADVERTISEMENT
Anggota DPD RI Fahira mengungkapkan, sejak dulu tayangan kekerasan sudah menjadi tantangan bahkan ancaman bagi tumbuh kembang anak.
Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa konten kekerasan dapat menyebabkan perilaku agresif pada anak-anak, dan perilaku ini bisa sangat berbahaya jika konten kekerasan tersebut melibatkan senjata atau adegan pembunuhan.
Anggota DPD RI Fahira Idris mendatangi Mapolda Metro Jaya, Senin (4/11). Foto: Raga Imam/kumparan
“Kejadian ini tentu menjadi duka mendalam dan keprihatinan bagi kita semua. Memang, sebagai orang tua tantangan kita di dunia yang serba terkoneksi saat ini cukup berat. Kita harus memastikan anak kita tidak terpapar konten kekerasan baik dari televisi, internet, film atau games. Tayangan kekerasan itu ‘racun’ bagi anak-anak kita. Oleh karena itu tidak boleh ada kompromi, kita harus luangkan waktu mengontrol tontonan anak-anak kita,” ujar Fahira Idris di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/3).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, anak-anak yang terpapar tayangan kekerasan berpotensi menggerus atau menurunkan sensitivitas anak tersebut terhadap kekerasan di kehidupan sehari-hari sehingga anak berpikir kekerasan adalah hal yang biasa. Yang sangat berbahaya adalah jika anak-anak meniru dan mempraktikkan adegan kekerasan yang dilihat.
Barang bukti kasus pembunuhan anak di bawah umur ditunjukkan pada konferensi pers di Polres Metro Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2020). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Potensi ini besar terjadi, karena anak-anak umumnya selalu meniru apa yang mereka lihat dan tidak tertutup kemungkinan perilaku dan sikap mereka akan meniru kekerasan yang mereka tonton.
Persoalan lainnya adalah masih banyak orang tua yang belum sepenuhnya menyadari bahwa anak-anak mudah terpapar tayangan kekerasan baik dari televisi, internet, film, atau games sehingga lalai mengawasi apa yang ditonton anak setiap hari.
Ilustrasi pembunuhan. Foto: pixabay
Anak yang menjadi pelaku kekerasan akibat terpapar konten kekerasan juga merupakan korban dari lemahnya sistem pengawasan atas tayangan atau konten kekerasan di berbagai platform media, dan kurangnya pengawasan orang tua terhadap tontonan anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
“Tidak boleh kompromi, jangan sampai anak-anak kita terpapar sedikitpun konten kekerasan karena dampaknya sangat berbahaya bagi tumbuh kembangnya. Di dunia yang serba terkoneksi saat ini sebagai orang tua, sedikitpun kita tidak boleh lalai mengawasi tontonan anak-anak kita,” ucap Fahira.