Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Respons Mendikbud Atas Penolakan Sekolah 5 Hari Dalam Sepekan
12 Juni 2017 15:28 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Sekolah 5 hari sepekan sudah diterapkan di banyak sekolah di kota-kota besar. Tapi ketika kebijakan itu akan diterapkan secara nasional dengan jam pulang pukul 15.30 atau 16.00 WIB atau dikenal dengan full day school, muncul banyak penolakan.
ADVERTISEMENT
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, untuk Peraturan Menteri mengenai sekolah 5 hari sudah diterbitkan. Penerbitannya 3 hari lalu.
"Sudah terbit Permen tanggal 9 kemarin. Iya mulai berlaku Juli kemudian ada PP No 19 2017 tentang beban tugas guru, beban pekerjaan. Itu kita alihkan dari yang semula diukur atas dasar jumlah mengajar, yaitu 24 jam tatap muka minimum itu," kata Muhadjir Effendy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/6).
"Sekarang kita alihkan jadi beban sebagaimana sebagai ASN, sebagai aparat, yang jumlahnya 37,5 jam per minggu. Jadi komplet dengan istirahatnya sekitar 40 jam per minggu dan itulah yang kita pakai dasar untuk 5 hari masuk kerja sama dengan ASN yang lain kan, kan juga 5 hari," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Jadi sebenarnya, imbuh Muhadjir, ada dua hal yang berbeda.
"Itu sebenarnya dua hal yang berbeda. Tapi karena itu sebetulnya kenapa 5 hari karena beban sekarang guru itu kita sesuaikan dengan ASN yang 5 hari kerja itu. Jadi itu saling melengkapi saja," ucap Muhadjir.
Perihal keluhan Majelis Ulama Indonesia soal anak-anak di daerah yang tidak bisa ikut ngaji atau kegiatan madrasah lainnya, Muhadjir menjawab singkat.
"Mudah-mudahan ini saya karena belum dapat informasi yang cukup, mudah-mudahan, karena dalam Permen udah dijelaskan dalam penyelenggaran program penguatan karakter, itu sekolah dimungkinkan untuk kerja sama dengan lembaga pendidikan di luar, termasuk madrasah, masjid, gereja, pura, sanggar kesenian, pusat olahraga, itu dimungkinkan," jelasnya.
Sehingga delapan jam belajar minimal itu, terang Muhadjir, jangan diartikan anak dapat pelajaran terus-terusan di kelas. Kalau pelajaran tetap mengacu kepada K13 tidak ada perubahan, cuma ini sesuai dengan visi Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Bahwa pendidikan karakter 70 persen untuk pendidikan dasar, SD dan SMP. Maka harus ada perluasan waktu. Ini tidak ganggu gugat K13 bahkan ini complement menyempurnakan yaitu adanya kegiatan yang sifatnya kokulikuler dan ekstra kulikuler. karena kokulikuler dan ekstrakulikuler maka sebetulnya maka pelaksanaannya tidak harus ada di kelas, tidak berada di sekitar sekolah, bisa di luar sekolah," terang Muhadjir.
Muhadjir juga menuturkan ada 5 target untuk pembentukan karakter yaitu religiusitas atau keberagaman. Kemudian integritas, kejujuran yang pada ujian nasional ditekankan betul untuk memerangi kecurangan.
"Ketiga nasionalisme, cinta tanah air, bela negara. Keempat kerja keras, belajar keras, punya kemauan kompetisi. Kelima gotong royong. Jadi solidaritas toleran dan lainnya. Lima ini jadi target kita dalam kaitan dengan penguatan karakter nomor 1 keberagamaan, maka posisi madrasah diniyah sangat penting," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Justru nanti, menurut Muhadjir, bukan tidak sama sekali pemerintah tidak ada pikiran menghilangkan.
"Malah justru akan kita jadi partner sekolah untuk menguatkan program karakter yang berkaitan dengan penguatan religiusitas, jadi malah keliru (kalau disebut full day school merugikan madrasah-red)," tutup Muhadjir.