Serba-serbi Sekolah Swasta di Surabaya Diminta Rp 105 Juta Per Bulan oleh Warga

3 Agustus 2024 8:02 WIB
ยท
waktu baca 6 menit
Tampilan pada layar monitor salah satu portal akses ke SMP Kristen Petra 2 dan SMA Kristen Petra 2 Surabaya yang ditutup. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Tampilan pada layar monitor salah satu portal akses ke SMP Kristen Petra 2 dan SMA Kristen Petra 2 Surabaya yang ditutup. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Video perseteruan sekolah swasta dengan warga di Surabaya viral di media sosial. Perseteruan itu diduga karena pihak sekolah menolak membayar iuran keamanan Rp 105 juta, sehingga warga menutup salah satu akses jalan ke sekolah.
ADVERTISEMENT
kumparan mendatangi sekolah tersebut, yakni SMP Kristen Petra 2 dan SMA Kristen Petra 2 Surabaya di Jalan Raya Manyar Tirtosari, Kecamatan Sukolilo. Mereka berseteru dengan warga sekitar dari Perum Tompotika.
Juru Bicara Kompleks Perum Tompotika yang juga warga RW 4, Triawan Kustiya, mengklarifikasi terkait informasi yang menyebut pihak Petra membayar iuran keamanan sebesar Rp 105 juta per bulan untuk RW 3, RW 4 dan RW 7 perumahan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa Petra bukan membayar iuran ke 3 RW tersebut dengan nilai total Rp 105 juta, melainkan Petra bersama dengan RW 4, RW 5, RW 7, membayar iuran masing-masing Rp 32 juta yang rencananya naik sebesar Rp 35 juta.
Sehingga, jika ditotal dari 3 RW serta Petra (masing-masing Rp 35 juta) menjadi Rp 140 juta per bulan untuk iuran keamanan kompleks.
ADVERTISEMENT
"Awal mulanya awal tahun 2024 kita menaikkan iuran dari Rp 32 juta menjadi Rp 35 juta," ucapnya.

Wakil Wali Kota Surabaya Ikut Cek

Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji meninjau Sekolah Dasar (SD) milik Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Cokroaminoto Surabaya yang disegel Pemkot Surabaya karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Foto: Humas Wakil Wali Kota Surabaya
Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji ikut turun langsung mengecek hal tersebut. Ia menuturkan masalah iuaran ini muncul karena sekolah Petra merasa keberatan dengan kenaikan harga iuran tersebut.
"Dari awalnya Rp 25 juta (per bulan), naik Rp 32 juta. Rp 32 juta, Petra masih mau bayar terus dinaikan lagi jadi Rp 35 juta itu, Petra nggak mau, keberatan," ujar Armuji kepada wartawan, Jumat (2/8).
"Rp 35 juta itu kali 4, jadi seratus sekian per bulan untuk gaji satpam, lah satpam dihitung seluruh kompleks itu satpamnya sekitar 25-30-an," lanjutnya.
ADVERTISEMENT

Akses Jalan Ditutup

SMP Kristen Petra 2 Surabaya dan SMA Kristen Petra 2 Surabaya di Jalan Manyar Tirtoasri, Kecamatan Sukolilo. Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
Armuji menerangkan karena masalah itu warga menutup salah satu akses jalan menuju sekolahan menggunakan portal. Hal itu menimbulkan kemacetan di wilayah sekitar SMP 2 dan SMA 2 Petra Surabaya.
Menurut Armuji, jalan yang ditutup itu merupakan salah satu akses menuju sekolah yang berada di dalam kompleks perumahan. Jalan itu, katanya, merupakan jalan milik Pemkot.
"Mereka dengan asumsi sekolah itu memakai jalan warga yang ada di situ, padahal itu jalan pemkot sudah diserahkan tahun 70 sekian itu sudah milik pemkot," ucap Armuji.
Penutupan akses jalan ke sekolah tersebut dilakukan warga sejak 15 Mei 2024 karena Petra tidak mau membayar iuran dengan tarif yang baru.

Alasan Iuran Dinaikkan

Juru Bicara Komplek Perum Tompotika yang juga warga RW 4, Triawan Kustiya. Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
Juru Bicara Kompleks Perum Tompotika yang juga warga RW 4, Triawan Kustiya mengungkapkan iuran keamanan itu digunakan menggaji satpam yang bekerja di kompleks tersebut. Jumlahnya sekitar 40 orang yang bekerja dalam tiga shift.
ADVERTISEMENT
Alasan pihak RW menaikkan harga iuran karena berinisiatif untuk menaikkan gaji para satpam yang 5 tahun terakhir belum ada kenaikan.
"Jadi per satpam dibayar Rp 2,7 jutaan. Terus kami berinisiatif untuk menaikkan paling tidak mendekati UMR. Akhirnya naik menjadi Rp 3 juta. Itu sudah kami perhitungkan tiap-tiap RW dikenakan jadi Rp 35 juta. Kami sudah memberi tahu ke Petra bahwa akan terjadi kenaikan Rp 35 juta. Di sinilah awal mulanya Petra tidak mau membayar Rp 35 juta. Padahal 3 RW ini tetap membayar Rp 35 juta ini," ucapnya.
Tri juga menyampaikan bahwa setiap pagi dan sore hari, di kompleks tersebut terjadi kemacetan yang diakibatkan dari orang tua murid yang mengantar maupun menjemput.
ADVERTISEMENT
"Jalan yang ada di Tompotika ini kan bulan jalan kelas satu yang tidak bisa diisi dengan kendaraan yang banyak. Sehingga membuat trouble. Padahal, masalah kemacetan itu kami 7 pintu itu kami buka semua dan masih macet," ungkapnya.
"Kedua, untuk penurunan anak sekolah itu ada 3 tempat yang disediakan, perempatan Manyar Tirtomulyo, Tirtoasri ada 2. Itu macet sekali. Jadi sampai saya pun kalau nganter anak sekolah itu jam 6 kurang harus segera berangkat. Karena kalau saya mengantar jam 6 lebih saya pasti akan terjebak macet. Macetnya itu jam pagi sama setengah 4 itu pasti macet luar biasa," lanjutnya.
Atas kemacetan itu, warga di kompleks merasa tidak nyaman karena aksesnya terhambat. "Misalnya ada kebakaran sementara Petra mengantar/jemput anak sekolah sementara pintu masuknya itu macet, terus mobil damkar harus segera menuju ke sini, bagaimana pertanggungjawabannya? Belum lagi emergency warga misalnya kena serangan jantung harus pergi dijemput ambulans ndak bisa juga. Itulah yang menjadi persoalan di warga kami sehingga warga kami sebenarnya keberatan dengan adanya Petra di sini," bebernya.
ADVERTISEMENT

Pihak Sekolah Tak Terima Kenaikan Iuran

Kabag Legal Perhimpunan Pendidikan Dan Pengajaran Kristen Petra, Christin Novianty. Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
Pihak sekolahan menolak karena merasa keberatan dan tidak pernah dilibatkan saat penetapan kenaikan iuran. Mereka juga tidak mendapat laporan penggunaan iuran tersebut.
"Yang kita permasalahkan ketika menaikkan iuran tahun 2024 tidak pernah diundang mengenai kenaikan iuran. Petra dianggap oleh RW setempat sejenis 1 RW, jadi kita dianggap membayar setara 1 RW," kata Kabag Legal Perhimpunan Pendidikan Dan Pengajaran Kristen Petra, Christin Novianty Panjaitan kepada wartawan, Jumat (2/8).
"Kenaikan iuran tanpa melibatkan kita itu sering, sejak tahun 2017 sampai 2024 ini kita tidak pernah dilibatkan kenaikan iuran," lanjutnya.
Selain itu, pihak sekolahan juga tidak pernah mendapat laporan keuangan dari RW atas pembayaran tersebut. Pihak Petra menyebut bahwa mereka telah bersurat namun tidak direspons.
ADVERTISEMENT

Dimediasi

Kabag Legal Perhimpunan Pendidikan Dan Pengajaran Kristen Petra, Christin Novianty, mengungkapkan kasus ini sudah beberapa kali dimediasi. Pada 27 Mei 2024, Komisi C DPRD Surabaya memediasi warga dengan pihak sekolah dan Pemkot.
Dalam pertemuan di Komisi C DPRD Surabaya tersebut, pihak Petra meminta agar jalan akses menuju sekolah tidak boleh ditutup dengan alasan merupakan fasilitas umum.
Selain itu, pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya diminta untuk mengkaji lalu lintas di sekitar sekolah terkait kemacetan di wilayah tersebut.
"Resume rapat, dishub segera melakukan kajian analisis dampak lalu lintas terkait lalu lintas di Jalan Menur Pumpungan, Jalan Manyar Airdes, Jalan Manyar Tirto Yoso, Jalan Manyar Tirto Asri, Jalan Manyar Tirto Mulyo keluar masuk Petra atau titik macetnya. Akses menuju sekolah Petra tidak boleh ditutup karena fasum (fasilitas umum). Akses jalan itu sudah fasum dan sudah diserahkan ke BPN," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pihak Petra dengan warga diminta untuk ke Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkot Surabaya soal perseteruan biaya iuran.
"Akhirnya ketemu di bagian Kesra bahas iuran, kita tidak menemukan kesepakatan terkait itu pihak mereka maunya Rp 35 juta, pihak kita Rp 25 juta. Kami tidak mau bayar Rp 35 juta karena laporan yang diberikan pihak RW tidak transparansi dan kita sulit membuktikan kebenaran terkait laporan yang diberikan pihak RW ke kita," ucapnya.
Lalu, kedua belah pihak kembali dipanggil oleh Komisi C DPRD Surabaya pada tanggal 17 Juli 2024. Di situ, pihak warga menyatakan walkout karena tidak setuju dengan pertanyaan laporan keuangan dan fasilitas umum jalan.
Polsek juga memediasi masalah ini. Warga akhirnya mau membuka akses ke sekolah tersebut usai mediasi tersebut. Namun soal jumlah kenaikan iuran keamanan belum ada kesepakatan.
ADVERTISEMENT