Sikap MUI Terkait Fatwa Ganja untuk Kepentingan Medis

29 Juni 2022 20:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh gelar konferensi pers soal fatwa penyembelihan hewan kurban. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh gelar konferensi pers soal fatwa penyembelihan hewan kurban. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespons Wakil Presiden, Ma'ruf Amin yang mendorong MUI untuk dapat segera membuat fatwa baru terkait penggunaan ganja bagi dunia medis. Hal ini juga sebagai sikap MUI.
ADVERTISEMENT
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pihaknya akan mengkaji usul tersebut melalui perspektif agama Islam. Hal ini tetap berpegangan pada UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur ganja termasuk jenis narkotika golongan I.
"Kami mengapresiasi harapan tersebut dan akan ditindaklanjuti dengan pengkajian komprehensif dalam perspektif keagamaan. Kita akan kaji, yang intinya MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik," kata Asrorun lewat keterangannya, Rabu (29/6).
Asrorun menyebut, sejauh ini belum ada permintaan resmi terkait fatwa baru yang mengatur ganja bagi dunia medis. Selain itu, keputusan fatwa diambil jika ada permasalahan di tengah masyarakat yang sejauh ini belum ditemukan.
"Fatwa itu kan jawaban keagamaan atas masalah yang muncul di tengah masyarakat. Hingga hari ini, MUI belum menerima pernyataan permohonan fatwa secara resmi dari para pihak terkait dengan masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Berikut penjelasan lengkap MUI:
RESPON MUI ATAS HARAPAN WAPRES UNTUK MEMBAHAS HUKUM GANJA UNTUK MEDIS
Selasa 28/6/2022 Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI hadir dalam rapat pimpinan MUI. Dalam kesempatan tersebut muncul pertanyaan wartawan tentang wacana legalisasi ganja medis. Menjawab pertanyaan tersebut Wapres berharap Komisi Fatwa MUI dapat membahas fatwa seputar ganja untuk kepentingan medis.
Terhadap hal tersebut dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut.
1. Kami mengapresiasi harapan tersebut dan akan ditindaklanjuti dengan pengkajian komprehensif dalam perspektif keagamaan. Kita akan kaji, yang intinya MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik....
apakah bentuknya dengan sosialisasi fatwa yang sudah ada, penguatan regulasi,  rekomendasi untuk penyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru.... nanti dilihat secara utuh.
ADVERTISEMENT
Terlebih UU 35/2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan.
2. Fatwa itu kan jawaban keagamaan atas masalah yang muncul di tengah masyarakat. Hingga hari ini, MUI belum menerima permintaan permohonan fatwa secara resmi dari para pihak terkait dengan masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis. Harapan Wapres tersebut bisa menjadi salah satu permintaan untuk merespons dinamika yang terjadi di masyarakat, yang dalam bahasa fikih sang istifta.
3. Perlu disampaikan, dalam Islam, setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. Dan ganja termasuk barang yang memabukkan. Karenanya mengkonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan.
4. Akan tetapi, jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar'i, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat n kondisi tertentu. Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. kita akan mengkaji substansi masalah terkait dengan permasalahan ganja ini; dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan.
ADVERTISEMENT
5. Sebelumnya, MUI sudah pernah menetapkan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan. Keputusannya adalah sebagai berikut:
a. Pada dasarnya, hukum mengkonsumsi nikotin adalah haram, karena membahayakan kesehatan.
b. Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat.
c. Penggunaan nikotin sebagai sebagai bahan obat yang dibuat dalam bentuk permen, seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat dan sangat dimungkinkan terjangkau oleh anak-anak hukumnya haram, untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan.
d. Mengkonsumsi sesuatu berbahan aktif nikotin di luar kepentingan pengobatan hukumnya haram.
ADVERTISEMENT
6. Untuk itu, MUI akan melakukan pengkajian, apakah diskusi soal ganja untuk medis ini bisa dianalogkan dengan fatwa tentang nikotin ini atau berbeda. Kami akan kaji.