Alasan Susi Larang Keras Praktik Destructive Fishing Practices

17 Mei 2017 8:00 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Nelayan Selayar menyelam dengan kompresor. (Foto: Dok. Dinas Kabupaten Selayar)
zoom-in-whitePerbesar
Nelayan Selayar menyelam dengan kompresor. (Foto: Dok. Dinas Kabupaten Selayar)
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terang-terangan melarang keras nelayan menggunakan cara Destructive Fishing Practices (DFP) untuk menangkap ikan. Susi menganggap cara ini tidak ramah lingkungan dan tentunya sangat berbahaya.
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Riset dan SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar menjelaskan praktik penangkapan ikan dengan menggunakan model DFP memang cukup berbahaya. Nelayan menyeburkan diri ke laut dan hanya mengandalkan alat bantu pernapasan dari selang yang terhubung ke mesin kompresor. Kemudian di dalam laut, nelayan menyuntikkan cairan bius berupa zat potasium sianida ke berbagai jenis ikan karang seperti ikan napoleon dan kerapu, maksudnya agar ikan tersebut lemas dan mudah ditangkap.
Selain itu dari beberapa kasus DFP yang terjadi, juga ada praktik pengeboman ikan. DFP diyakini nelayan sebagai salah satu cara mudah dan praktis bisa mendapatkan ikan.
ADVERTISEMENT
Nelayan Penyelam Kompresor. (Foto: YouTube Abdul Rozak)
zoom-in-whitePerbesar
Nelayan Penyelam Kompresor. (Foto: YouTube Abdul Rozak)
"Di kawasan tersebut praktik Destructive Fishing Practices (DFP) masih sangat marak, yaitu pemboman ikan dan juga bisnis ikan hidup (kerapu, napoleon, dll) dengan cara membius. Di Pulau Jinato disinyalir banyak pelaku dan pihak yang terlibat dalam praktik ini," ungkap Zulficar kepada kumparan (kumparan.com), Rabu (17/5).
Praktik ilegal DFP akhirnya merenggut satu korban jiwa di Pulau Jinato, pada Minggu (14/5). Seorang nelayan penyelam bernama Tahang alias Allang tewas sesaat setelah dia menyelam. Allang diketahui berprofesi sehari-hari sebagai nelayan bius di Kabupaten Kepulauan Selayar. Dia hanya mengandalkan mesin kompresor sebagai alat bantu pernapasan.
"Praktik DFP ini sangat dilarang, karena tidak berkelanjutan, merusak ekosistem terumbu karang yang sangat berharga (setiap bom yang diledakkan dan bius yang disemprotkan) membahayakan pelakunya, juga memicu konflik sosial dengan nelayan yang ramah lingkungan dan berbagai dampak lain. Praktik penyelaman menggunakan kompresor yang juga berisiko sangat tinggi," sebut Zulficar.
ADVERTISEMENT