Tambang Kaya Emas Panguna, Pemicu Referendum Kemerdekaan Bougainville

11 Desember 2019 17:37 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden regional Bougainville John Momis (tengah) tiba di tempat pemungutan suara untuk memberikan suara dalam pemilihan kemerdekaan bersejarah di Buka. Foto: NESS KERTON / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden regional Bougainville John Momis (tengah) tiba di tempat pemungutan suara untuk memberikan suara dalam pemilihan kemerdekaan bersejarah di Buka. Foto: NESS KERTON / AFP
ADVERTISEMENT
Tambang Panguna menjadi salah satu alasan warga Bougainville menuntut referendum kemerdekaan dari Papua Nugini.
ADVERTISEMENT
Mereka beralasan tambang tembaga Panguna dieksploitasi oleh pemerintah pusat Papua Nugini. Namun hanya sebagian kecil hasil tambang yang bisa dirasakan oleh warga Bougainville.
Tambang Panguna memang telah mati. Mati dalam artian sudah tidak ada lagi aktivitas penambangan tembaga di sana.
Meski demikian pesona Panguna tidak luntur. Media Bloomberg menyebut walau sudah 30 tahun ditutup, cadangan tembaga dan emas di Panguna nilainya mencapai USD 58 miliar atau setara Rp 814,7 triliun.
Sebuah kendaraan yang mengibarkan bendera Bougainville lewat saat referendum kemerdekaan yang tidak mengikat di Arawa, di pulau Bougainville, Papua Nugini. Foto: REUTERS/Melvin Levongo
Kandungan tembaga diperkirakan sebesar 5,3 juta metrik ton dan emas 19,3 juta ons.
Sebelum berhenti beroperasi pada 1989, Panguna dioperasikan oleh perusahaan asal Australia Bougainville Copper Ltd selama 17 tahun.
Ketika beroperasi, Panguna adalah salah satu tambang terbesar di dunia. Keberadaan Panguna turut menopang perekonomian Papua Nugini. Sebanyak 44 persen ekspor Papua Nugini berasal dari Panguna.
Ilustrasi Tambang. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Selama beroperasi Panguna juga sumber masalah. Warga lokal Bougainville yang menuntut bagian lebih banyak memilih jalur pemberontakan.
Dikutip AFP, perlawanan mereka luncurkan melawan pemerintah pusat Papua Nugini. Tak tinggal diam, Papua Nugini memilih melawan.
Sejumlah orang mengikuti pemilu dalam referendum kemerdekaan yang tidak mengikat di Komunitas Kunua, Bougainville, Papua Nugini 29 November 2019. Foto: Jeremy Miller/Bougainville Referendum Commission/Handout via REUTERS
Aparat keamanan plus militer dikerahkan. Bahkan, kabar beredar Papua Nugini menyewa tentara asing untuk meredam pemberontakan.
Hasilnya 20 ribu orang tewas. Jumlah korban tewas sama dengan 10 persen populasi di Bougainville.
Setelah bertahun-tahun berperang, pemerintah pusat Papua Nugini dan Bougainville akhirnya berdamai. Syarat yang diajukan Bougainville tak main-main mereka meminta Panguna ditutup.