Tito: Daerah Pulau Mudah Lockdown karena Alam Mendukung, Beda dengan Jakarta

20 September 2020 20:31 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendagri Tito Karnavian didamping Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi saat menyampaikan keterangan pers kepada wartawan di Kota Medan. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mendagri Tito Karnavian didamping Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi saat menyampaikan keterangan pers kepada wartawan di Kota Medan. Foto: Rahmat Utomo/kumparan
ADVERTISEMENT
Mendagri Tito Karnavian memberikan penjelasan terkait penerapan lockdown di Indonesia demi menekan penularan virus corona. Tito mengatakan memang dalam UU Karantina Kesehatan diatur sejumlah cara dalam menekan penularan corona salah satunya melalui lockdown atau karantina wilayah.
ADVERTISEMENT
"Kita tahu dalam UU Karantina Kesehatan ada sejumlah langkah untuk karantina rumah, rumah sakit, PSBB dan karantina wilayah. Idealnya karantina wilayah baik, tapi karantina wilayah ini memerlukan persyaratan," kata Tito dalam webinar 'Strategi Menurunkan COVID-19, Menaikkan Ekonomi', Minggu (20/9).
Tito mengatakan, penerapan lockdown tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Sebab harus ada faktor pendukung salah satunya letak geografi suatu wilayah.
"Pertama, geografi mendukung untuk dilakukan lockdown. Nah, daerah-daerah di Morotai, Bangka Belitung, di Pulau mudah melakukan karantina wilayah karena apa? Alamnya mendukung karena spiritnya mencegah orang, melarang, lalu diikuti stay at home. Masa inkubasi, lebih panjang lebih baik," ucap Tito.
"Jadi masalah geografi menjadi penting," tambah dia.

Tito Nilai DKI Jakarta Sulit Terapkan Lockdown

Mantan Kapolri itu kemudian menuturkan jika lockdown diterapkan di Jakarta. Menurutnya, penerapan lockdown di Jakarta akan sulit dilakukan karena Jakarta saling bersinggungan dengan kota-kota lainnya seperti Tangerang, Bekasi, Depok.
ADVERTISEMENT
"Misalnya DKI Jakarta bagaimana jika melakukan lockdown? Itu akan problem. Karena Jakarta ini sudah menjadi satu dengan kota-kota satelit di sekitarnya. KTP DKI, di sebelahnya sudah KTP Depok Bekasi, Tangerang," kata Tito.
"Saya sebagai Kapolda bisa menutup jalan raya, jalan tol, kereta api, tetapi bagaimana untuk bisa menutup jalan-jalan tikus atau sebelah-sebelah rumah tadi antar wilayah? Depok, Bogor, hampir sudah tidak ada batasnya lagi. Kabupaten Bogor juga sudah menjadi satu dengan Cianjur. Bekasi dan Karawang sudah sulit dipisahkan. Nah, sehingga kita melihat opsi lockdown untuk melakukan penutupan, berapa banyak yang diperlukan untuk menutup itu," jelas Tito.
Selain itu Tito menuturkan sejumlah rumah penduduk di wilayah DKI sudah dipadati oleh penduduk dan hal itu menimbulkan kerumunan. Sehingga ia menilai penerapan lockdown dan stay at home di Jakarta tidak efektif.
ADVERTISEMENT
"Selama ada masyarakat yang tidak mampu, mereka diberikan logistik untuk mampu bertahan selama lockdown. Belum lagi di beberapa daerah Senen, Keramat, Sentiong, itu satu rumah ada sampai 5-10 KK, satu kamar. Mereka hanya tinggal di situ naruh barang, selebihnya beraktifitas tidurnya di mana-mana. Kalau diperintahkan mereka stay at home satu kamar, terjadi perkumpulan. Sama yang terjadi di Surabaya, Makassar," tutur Tito.
Maka dari itu Tito mengatakan opsi terbaik yang bisa diterapkan di Jakarta adalah dengan PSBB. Dengan begitu kerumunan masyarakat dapat dikurangi dan sektor ekonomi dapat tetap berjalan.
"Oleh karena itu opsi yang bisa dipilih adalah PSBB. Kerumunan dikurangi, kemudian dampaknya, dilematis penyelamatan ekonomi. Karena kalau ekonomi rusak menimbulkan masalah sosial pengangguran dan lain-lain. Menimbulkan kondisi keuangan pendapatan berkurang baik pusat maupun daerah sekarang berkurang. Oleh karena itu, seluruh dunia sama. Indonesia juga sama, mencari balancing. Utama tetap kesehatan tetapi ekonomi tidak boleh mati," pungkas Tito.
ADVERTISEMENT