Tragedi Yodi Prabowo dan Hantu Amfetamina

27 Juli 2020 7:27 WIB
Yodi Prabowo, editor Metro TV, ditemukan tewas di tepi jalan tol. Ilustrasi: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Yodi Prabowo, editor Metro TV, ditemukan tewas di tepi jalan tol. Ilustrasi: Indra Fauzi/kumparan
Dua pekan lebih setelah Yodi Prabowo ditemukan tewas tertelungkup di tepi Jalan Tol JORR Pesanggrahan dengan empat luka tusukan, Polda Metro Jaya menduga kuat editor Metro TV itu bunuh diri.
Ada beberapa argumen yang mendasari dugaan polisi tersebut, antara lain: barang-barang milik Yodi tak ada yang hilang (artinya bukan perampokan); tak ada bercak darah berceceran selain di tempat Yodi tewas (artinya tak ada pergumulan di TKP); hanya ada sidik jari Yodi pada pisau yang ditemukan di bawah tubuhnya (artinya pisau itu tak dipegang orang lain); pisau tersebut—yang cocok dengan luka tusukan di tubuh Yodi—dibeli sendiri oleh Yodi di ACE Hardware Rempoa sekitar 10 jam sebelum ia tewas, dan ia hanya 8 menit di dalam toko (artinya sudah tahu mau beli apa sejak masuk toko).
Selain itu, ada empat luka tusuk di dada Yodi dengan tiap tusukan semakin dalam—tusukan pertama 1,5 cm dan tusukan keempat 12 cm mengenai paru-paru (artinya, menurut ahli forensik, ada percobaan menusuk diri lebih dulu); ada pembayaran untuk uji lab HIV—yang hasilnya negatif namun belum sempat diambil Yodi—dan konsultasi dengan dokter kulit dan kelamin di RSCM yang diduga terkait erat dengan depresi Yodi; dan akhirnya: ada kadar amfetamina dalam tubuh Yodi yang diduga memicunya untuk berbuat nekat.
Amfetamina itu diyakini polisi dikonsumsi Yodi karena ia dirundung depresi.

Bahaya Amfetamina

Amfetamina. Foto: Shutterstock
Amfetamina ialah stimulan sistem saraf pusat untuk mengobati narkolepsi (serangan kantuk tiba-tiba) dan attention-deficit/hiperactivity disorder (ADHD) alias gangguan hiperaktivitas/sulit berkonsentrasi. Ia juga digunakan untuk bersenang-senang (recreational drug/club drug) dan menambah kepercayaan diri karena dapat meningkatkan mood.
Yang terakhir itu membuatnya marak disalahgunakan dan dikonsumsi ilegal sehingga Indonesia menggolongkannya sebagai narkotika golongan I. Beberapa waktu lalu, misalnya, influencer dan pengusaha muda Medina Zein ditangkap polisi karena amfetamina.
Menurut Medina, ia mengkonsumsi amfetamina karena mengidap penyakit bipolar—gangguan mental yang ditandai perubahan emosi drastis. “Jadi itu obat penenang saya,” ujarnya.
Amfetamina memang punya efek menenangkan. Ia bekerja dengan mengubah kadar zat yang mengontrol impuls di otak sehingga dapat meredakan gejala sakit.
Ilustrasi amfetamina. Foto: Shutterstock
Yodi Prabowo, menurut salah seorang saksi kepada polisi, merasa dihantui.
“Ada semacam halusinasi. Dia merasa ada makhluk halus mengikuti,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat, Sabtu (25/7).
Halusinasi, agresi, dan paranoia ialah efek samping serius dari penggunaan amfetamina dalam dosis berlebih. Penelitian The American Journal of Psychiatry bahkan mengungkapkan bahwa 1 dari 400 orang yang mengkonsumsi Adderall—salah satu merek dagang amfetamina—dengan resep dokter terpicu untuk berperilaku psikotik dan berpikiran untuk bunuh diri.
Di Amerika Serikat, Adderall kerap disalahgunakan. Sebuah riset tahun 2012 menunjukkan sekitar 10 persen pelajar SMA di sana menggunakan Adderall tanpa resep dokter. Mereka menenggaknya menjelang ujian untuk meningkatkan konsentrasi belajar.
Studi tahun 2006 yang dimuat dalam jurnal Drug and Alcohol Dependence menyebut bahwa 10 persen remaja dan kaum muda yang mengkonsumsi amfetamina berakhir dengan kecanduan.
Amfetamina tak hanya bisa dipakai untuk memusatkan pikiran, tapi juga menghilangkan kantuk dan membuat tubuh terjaga—fungsi yang juga membuatnya sering disalahgunakan oleh kalangan pekerja atau orang-orang sibuk.
“Obat ini sangat lazim dan banyak digunakan. Orang-orang tak sadar ia dapat disalahgunakan sampai tahap yang tak bisa lagi dipulihkan,” kata Danny Michael seperti dikutip dari The New York Times.
Michael memiliki kawan kecanduan Adderall bernama Richard Fee. Kawannya itu mahasiswa kedokteran yang atletis dan penuh semangat—dan berakhir bunuh diri setelah dua tahun bergantung pada amfetamina.
Pada 2010, Fee belajar memalsukan gejala-gejala ADHD untuk mendapat resep Adderall dari dokter. Pada 2011, ia mengalami delusi hebat dan dikurung di rumah sakit jiwa. Setelah keluar dari rumah sakit, ironisnya, ia diberi resep amfetamina lagi selama 90 hari. Dua minggu setelah obatnya habis, Fee gantung diri.
Roy Halladay, pebisbol AS. Foto: Getty Images
Roy Halladay adalah atlet bisbol ternama AS. Ia dikenal dengan daya tahannya yang luar biasa ketika bertanding. Pada 7 November 2017, ia menerbangkan pesawat sport amfibi ringannya di atas Teluk Meksiko. Pesawat itu—ICON A5 yang ia beli sebulan sebelumnya—tampak berakrobatik janggal. Ia terbang tak beraturan, menukik turun ke garis pantai mendekati atap-atap rumah, lalu menanjak naik ke udara, sebelum akhirnya terjun ke air di lepas pantai Clearwater, Florida. Halladay tewas.
Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS kemudian menyatakan tubuh Halladay mengandung campuran amfetamina, morfin, dan obat resep berbahaya lainnya. Dosis amfetamina yang dikonsumsi Halladay saat menerbangkan pesawat amfibinya hari itu bahkan 10 kali lipat dari kadar yang umumnya direkomendasikan dokter.
“Dosis amfetamina itu mengejutkan saya,” ujar Dr. Mitchell Garber, seorang dokter yang pernah bekerja sama dengan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS, seperti dilansir Forbes.
1.800 ng/ml adalah dosis amfetamina yang terdapat dalam darah Halladay. Itu dosis fatal, sebab 500 ng/ml saja dapat menyebabkan kematian. Overdosis amfetamina bisa membuat Halladay sembrono saat menerbangkan pesawat atau mengganggunya dengan halusinasi.
Pada 2012, seorang perempuan di California memvideokan diri sedang mengisap metamfetamina (narkotika turunan amfetamina, lebih dikenal dengan sabu-sabu) sebelum kemudian ia membunuh dua anaknya, seorang sepupunya, dan akhirnya dirinya sendiri.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS mencatat, dari seluruh kematian akibat bunuh diri di negara itu yang memiliki uji toksikologi, 80 persen di antara korban mempunyai kandungan zat berbahaya dalam tubuhnya, termasuk amfetamina.
Kandungan zat berbahaya pemicu bunuh diri. Foto: The Conversation from Centers for Disease Control
Akhirnya, kadar amfetamina dalam tubuh seseorang menunjukkan adanya masalah mental pada orang tersebut.
“Orang bunuh diri itu ada pintu gerbangnya, yaitu depresi. Depresi seseorang (dengan yang lain) tidak bisa dianggap sama. Mungkin buat si A, suatu peristiwa tidak jadi masalah buat dia, tapi tidak demikian dengan orang lain. Jadi sangat unik dan personal, tidak bisa digeneralisasi,” ujar Kombes Tubagus.

Indikasi Bunuh Diri

Yodi Prabowo diduga bunuh diri. Ilustrasi: Indra Fauzi/kumparan
“Kalau aku nggak ada, gimana? Kamu sedih, nggak?”
Ucapan itu, menurut Tubagus, diucapkan Yodi kepada kekasihnya berulang kali. Ini pula yang diyakini polisi menjadi indikasi niat Yodi untuk bunuh diri (suicidal ideation).
“Ada satu permasalahan yang membebani saya.”
Kalimat ini juga diucapkan Yodi kepada Suci, kekasihnya. Namun, Yodi belum sempat bercerita dan keburu tewas.
Sebelum hari mengenaskan ketika Yodi tewas, ia sempat mengambil cuti dari kantor. Selama cuti, menurut Turinah sang ibu, Yodi pernah seharian tak makan. Turinah merasa gelagat Yodi aneh. “Kelihatan takut dan seperti mau ungkapin sesuatu,” ujarnya.
Di tengah masa cuti itu, kata Turinah, Yodi sempat bertemu Suci dan perempuan lain yang dekat dengannya. Pertemuan itu berlangsung atas inisiatif Suci. Di situ, Yodi diminta untuk mengakhiri cinta segitiga di antara mereka dengan memilih satu di antara dua perempuan itu. Yodi pun memilih Suci yang sudah lama menjadi kekasihnya dan akan ia nikahi tahun depan.
“Terjadi konflik di antara mereka tapi sudah selesai,” kata Tubagus.
Menurutnya, ada persoalan lain yang dihadapi Yodi. “Apakah ini menjadi pemicu depresinya, masih kami dalami lebih lanjut.”
Ilustrasi kematian Yodi Prabowo. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Orang tua Yodi tak yakin putra sulung mereka bunuh diri. Suwandi, ayah Yodi, mengatakan tingkah laku Yodi baik-baik saja. “Dia masih bekerja, masih mengantar ibunya ke tempat urut yang bagus.”
“Kalau orang depresi, menurut saya, paling tidak dia enggak bisa kerja. Tapi ini dia punya harapan. Sebelumnya dia pernah membeli laptop, untuk (alat kerja) mencari uang tambahan karena dia ingin menikah,” tutur Suwandi.
Turinah, ibu Yodi, berpendapat dugaan bunuh diri itu tak masuk akal. “Nggak mungkin dia bunuh diri. Lukanya banyak di dada—banyak tusukan dan dalam. Kalau sampai nembus paru-paru, apa dia bisa cabut pisau dari dada dan pindahin (tusuk) ke leher?”
Selain empat tusukan di dada, memang terdapat satu tusukan di leher Yodi—yang paling fatal dan menyebabkan kematiannya. Menurut dokter spesialis forensik RS Bhayangkara R. Said Sukanto Jakarta Timur dr. Arif Wahyono, “Luka senjata tajam di leher memotong tenggorokan cukup dalam.”
Soal tusukan berkali-kali di dada, menurut polisi, korban mencoba-coba lebih dulu sebelum akhirnya melakukan tusukan dalam.
“Tiap bunuh diri pakai senjata tajam, akan selalu ada luka percobaan. Tusukan awal di dada yang hanya sedalam 1–2 cm adalah bukti luka percobaan itu,” kata Tubagus.
Psikolog Jill-Harkavy-Friedman dari American Foundation for Suicide Prevention mengatakan kepada BBC bahwa metode bunuh diri laki-laki cenderung lebih ganas sehingga dapat tuntas sebelum siapa pun mengintervensi.
Dalam kasus Yodi, kadar amfetamina dalam tubuhnya diduga memicu kenekatannya. “Jangan bandingkan dengan (perilaku) orang yang normal karena tak akan nyambung,” ujar Tubagus.
Namun, polisi belum tahu sejak kapan Yodi mengkonsumsi amfetamina dan dari mana ia mendapatkan obat berbahaya itu.
Makam Yodi Prabowo di Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Foto: Dok. Rizky Adam
Di mata keluarganya, Yodi sosok yang tak banyak bicara namun menyenangkan. Ia aktif, mudah bergaul, dan rajin beribadah. Di kantor, ia juga dikenal ramah, tenang, dan tak bermasalah.
Polda Metro Jaya memahami jika keluarga Yodi tak percaya dengan hasil penyelidikan yang mengarah pada dugaan bunuh diri. Polisi mempersilakan orang tua Yodi melapor bila menemukan bukti baru.
“Kami tetap membuka diri kalau ada informasi lain,” ujar Tubagus.
Kasus belum ditutup, kabut belum sepenuhnya terangkat.
***
Depresi bukan masalah sepele. Jika sahabat atau kerabat anda, atau bahkan anda sendiri, punya kecenderungan untuk bunuh diri, segera cari bantuan. Ikuti saran Kemenkes dengan menghubungi fasilitas kesehatan terdekat seperti puskesmas atau rumah sakit umum.
Kemenkes juga menyediakan lima RS Jiwa rujukan dengan layanan telepon konseling. Berikut daftarnya:
1. RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta | (021) 5682841
2. RSJ Marzoeki Mahdi Bogor | (0251) 8324024, 8324025, 8320467
3. RSJ Amino Gondohutomo Semarang | (024) 6722565
4. RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang | (0293) 363601
5. RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang | (0341) 423444