Wawancara Khusus Erwin Aksa: Pak JK Ketawa, Bilang Saya Susah Diatur

25 Maret 2019 12:09 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Erwin Aksa. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Erwin Aksa. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Erwin Aksa sudah lama jadi jembatan ke Gerindra. Ia kerap mengantar sejumlah tokoh menemui Prabowo.

Erwin Aksa membelot. Pengusaha sekaligus kader Golkar itu terang-terangan mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, bertentangan dengan sikap partainya yang mengusung Jokowi-Ma’ruf Amin. Berbalut jaket jin dan kemeja biru muda—warna khas kubu 02, Erwin hadir mendukung Sandi saat debat cawapres di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Minggu (17/3).
Erwin, putra konglomerat Aksa Mahmud sekaligus kemenakan Wapres Jusuf Kalla itu, mendukung Sandi karena persahabatan. Erwin dekat dengan Sandi sejak keduanya berkiprah bersama di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Selain itu, kantor Erwin dan Sandi berada dalam satu gedung di Menara Karya. Bosowa Corporation milik keluarga Aksa di lantai 16, dan Saratoga Investama milik Sandi di lantai 15.
“Dengan Bang Sandi, saya tidak bisa dilepaskan oleh perbedaan politik. Saya tetap konsisten menjaga persahabatan saya,” kata Erwin di Kantor Bosowa Corp, Menara Karya, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/3).
Akibat dukungan Erwin kepada Sandi yang berseberangan dengan sikap partai, termasuk pamannya—Jusuf Kalla—dan ayahnya—Aksa Mahmud, Erwin dicopot dari posisi Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Bidang Koperasi dan UKM. Meski demikian, ia tetap berstatus kader Golkar.
“Partai Golkar sangat demokratis. Pak JK juga dulu pernah dipecat dari pengurus Partai Golkar waktu beliau maju menjadi cawapres bersama Pak SBY,” kata Erwin.
Kepada kumparan, Erwin Aksa bercerita panjang lebar seputar dukungannya kepada Sandiaga Uno, tentang bagaimana ayah dan pamannya menanggapi keputusan politik itu, soal gerbong HIPMI dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang akan dibawanya, hingga hubungannya dengan Prabowo. Berikut wawancara lengkapnya.
Erwin Aksa bersama Prabowo dan Sandiaga Uno dalam Silahturahmi Aliansi Pengusaha Nasional di Djakarta Theater. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Kenapa baru sekarang, di debat cawapres, sebulan menjelang pencoblosan pemilu, Anda menyatakan dukungan ke 02?
Debatnya saja barangkali telat. Kalau debatnya enam bulan lalu, mungkin saya sudah muncul (pernyataan mendukung Prabowo-Sandi) dari enam bulan lalu. Tapi selama ini kami jalan sama-sama, kami kampanye sama-sama. Saya menemani beliau (Sandiaga) kampanye ke beberapa daerah.
Sebagai sahabat dan ketua HIPMI yang menggantikan beliau tahun 2008, saya memiliki perasaan persaudaraan dan persahabatan yang saya junjung tinggi, karena itu filosofi dari organisasi kami, HIPMI. Waktu itu sama-sama berikrar mengobarkan persahabatan menjadi landasan dari organisasi kami.
Saya ingin menunjukkan kepada semua teman-teman Bang Sandi di seluruh Indonesia, untuk melakukan hal yang sama. Dan saya bersyukur, kemarin di acara deklarasi Aliansi Pengusaha Nasional itu (Kamis 21 Maret), seluruh sahabat Bang Sandi di Indonesia hadir, dari Aceh sampai Papua.
Erwin Aksa (berdiri, kiri) pada Silahturahmi Aliansi Pengusaha Nasional di Djakarta Theater. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Kenapa berani dan mau mendukung capres-cawapres yang berbeda dengan yang diusung Golkar?
Bersahabat itu kan untuk selamanya. Kita bersahabat bukan untuk satu, dua hari, atau satu tahun. Makanya di HIPMI itu ada istilah tiga tahun untuk selamanya. Jadi kalau kita berpolitik kan bisa beda arah politik, beda pilihan, dan beda sikap. Itu hal biasa, apalagi di Golkar.
Golkar sangat demokratis. Setiap pilpres pasti ada saja Golkar mendukung oposisi atau petahana, dari dulu. Pak JK (Jusuf Kalla) juga dulu pernah—boleh dikatakan ya—dipecat dari pengurus Partai Golkar waktu beliau maju menjadi cawapres bersama Pak SBY.
Nah, waktu Pak JK maju bersama Pak Jokowi (pada Pilpres 2014), banyak juga yang dipecat. Menteri-menteri yang sekarang menjabat, yang dari Golkar, ya dulu yang dipecat juga oleh Golkar. Bukan hanya dipecat sebagai pengurus, namun dipecat sebagai anggota Partai Golkar.
Jadi di Golkar ini dinamis. Saya kira itulah kehebatan Partai Golkar. Bahkan dulu jadi oposisi, sekarang jadi partai pemerintah. Karena memang Golkar itu kekaryaan. Jadi Golkar itu harus berada di lingkungan pemerintahan untuk bisa berkarya.
Anda menerima pencopotan posisi struktural Anda di tubuh Golkar?
Saya kira Golkar sudah menentukan sikap, ya kita hargai, kita hormati. Makanya saya mundur. Saya tidak ingin mengganggu marwah partai. Buat saya, partai itu harus solid dan harus kompak. Jadi saya mundur.
Saya memberikan surat pengunduran diri saya kepada ketua partai, Pak Airlangga, bahkan saya tembuskan kepada Ketua Dewan Pembina Bapak Aburizal Bakrie, karena saya memiliki sikap politik, sikap pribadi saya yang berbeda dengan Partai Golkar.
Dua Kaki Kader Golkar. Revisi pada bagian Pilpres 2019: Erwin dipecat Golkar dari kepengurusan. Infografik: kumparan
Aksa Mahmud—ayah Anda, dan JK—paman Anda, mendukung Jokowi. Bagaimana hubungan Anda dengan keduanya di musim pilpres yang panas ini?
Di keluarga kami sering kali berbeda pilihan. Contoh, waktu Munas Golkar di Riau (Oktober 2009). Waktu itu Pak Aburizal Bakrie dan Pak Surya Paloh bersaing untuk berebut posisi Ketua Umum Partai Golkar. Pak JK dan Pak Aksa waktu itu mendukung Surya Paloh, tapi saya dengan teman-teman lain—HIPMI dan Kadin—berada di tempatnya Pak Ical.
Kami berbeda. Bahkan Pak JK, kalau saya masuk ke kamarnya, beliau dan teman-teman pemenangan Pak Surya Paloh waktu itu biasa bercanda, “Ada Erwin nih, mata-mata. Jangan sampai ada strategi kita bocor ke kubu seberang.”
Jadi sudah biasa di dalam keluarga kami terjadi suatu perbedaan. Kami merahasiakan strategi masing-masing. Pak JK juga tidak mau menyampaikan strategi beliau, saya juga demikian. Keluarga kami sangat demokratis.
Prabowo Subianto pada Silahturahmi Aliansi Pengusaha Nasional di Djakarta Theater. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Apa komentar JK ketika tahu Anda mendukung Prabowo-Sandi?
Di meja makan, kami sering bicara politik macem-macem. Dari awal saya sampaikan, dengan Bang Sandi saya tidak bisa dilepaskan oleh perbedaan politik ini. Saya bilang, sebagai sahabat saya harus konsisten untuk menjaga persahabatan saya.
Pak JK ketawa-ketawa aja gitu. “Memang Erwin susah diatur,” kata beliau. Pak JK ketawa-ketawa.
Bagaimana respons ayah Anda?
Ayah saya juga demikian ya, kami sering berbeda. Kalau di dunia bisnis kan kami sering beda pendapat juga. Kalau di rapat perusahaan pun kami sering beda, ada yang mau ke kiri, ada yang mau ke kanan. Tetapi kan pada akhirnya keluarga tetap keluarga.
Apakah pilihan politik Anda murni sikap pribadi? Karena dari sejarah Golkar, orang bisa mengira JK main dua kaki lewat Anda?
Enggak, Pak JK nggak pernah begitu. Beliau komitmennya tinggi. (Di pilpres) ini beliau nggak tanggung-tanggung. Pak JK akan deklarasi besar-besaran. Beliau punya jaringan keluarga Sulawesi Selatan, itu kan besar. (Tapi) teman-teman kerukunan Sulawesi Selatan ini biasa pecah-pecah juga (pilihan politiknya).
Jusuf Kalla. Foto: AFP/ Adek Berry
Dukungan keluarga besar klan Kalla sendiri bagaimana di pilpres kali ini?
Kalau saya dengar, banyak yang ke 02 (Prabowo-Sandi). Ya realitanya saja, Pak JK nggak banyak terlibat dalam pesta ini secara langsung. Pengaruh Pak JK itu ada, tapi tidak signifikan seperti kalau dia sendiri menjadi kandidat.
Contohlah Pilkada Makassar. Yang maju adik ipar saya, kami “jualan” keluarga Pak JK, keluarga Pak Aksa, ternyata kalah. Lawannya kotak kosong lagi.
Jadi menurut saya, teori pengaruh ketokohan itu masih perlu dikaji baik-baik. Makanya ada yang menyatakan Sulsel berubah. Ya berubah memang, Pak JK-nya nggak ada (di surat suara). Kalau Pak JK nggak ada, orang Sulsel pasti pikir-pikir.
Prabowo bilang sempat menawari Anda kursi cawapres. Bagaimana ceritanya?
Ya itu ngobrol-ngobrol. Biasa, kalau Pak Prabowo kan orangnya santai. Kalau ngobrol begitu kan biasa ya, menyampaikan hal-hal yang spontan, gitu.
Lalu yang dipilih adalah Sandi, sahabat Anda sendiri. Peran Anda di sini bagaimana?
Saya menyampaikan ke Pak Prabowo, kami kan sering ketemu, diskusi. Sejak Pilkada (DKI Jakarta), kami sering ngobrol. Juga waktu pilkada-pilkada di provinsi lain, saya dengan Pak Prabowo juga sering diskusi.
Saya sampaikan bahwa beliau (Prabowo) butuh wakil yang energik, muda, punya kemampuan intelektual bagus dan mengerti ekonomi. Kami coba petakan siapa figur terbaik.
Sebenarnya Pak Prabowo menawarkan ke Pak Anies pertama kali, saya dengarnya begitu. Tetapi karena Pak Anies ingin konsentrasi di DKI, jadi pilihannya ke Pak Sandi. Saya kira itu pilihan tepat, karena Pak Sandi fisiknya kuat sekali, intelektualnya tinggi, pengetahuan ekonomi juga bagus. Beliau punya jaringan yang lebih luas melalui pelaku-pelaku usaha, UKM, dan sebagainya.
Jokowi berpidato saat menghadiri Deklarasi Pengusaha Pekerja Pro-Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, pada hari yang sama dengan Silahturahmi Aliansi Pengusaha Nasional Dukung Prabowo-Sandi di Djakarta Theater. Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Kalau hubungan Anda dengan Jokowi seperti apa?
Kalau saya pribadi sih tidak pernah berhubungan dengan Pak Jokowi. Ayah saya (Aksa Mahmud) dan Pak JK yang tiap hari pasti berhubungan (dengan Pak Jokowi).
Sementara saya, habis Pilkada DKI kan ada pilgub dan pilkada lain, banyak teman-teman (yang ikut pilkada) minta rekomendasi dari Partai Gerindra. Jadi, saya juga jadi jembatan ke Partai Gerindra.
Jadi Anda lebih dekat ke Pak Prabowo ya meski kader Golkar?
Enggak juga. Saya pernah bertemu dengan Pak Jokowi sama HIPMI dua kali. Saya juga pernah ke luar negeri dengan beliau—ke India, ke Hong Kong.
Saya dengan Pak Prabowo waktu Pilkada DKI banyak berinteraksi. Orang kan katakan Pak Prabowo itu sering marah, galak, dan sebagainya, tetapi kenyataannya tidak demikian. Banyak teman-teman, termasuk Pak Sudirman Said waktu pertama kali ke rumah Pak Prabowo, minta saya temani karena tidak mengetahui kepribadian Pak Prabowo.
Sekarang, apa yang akan seorang Erwin Aksa lakukan untuk memenangkan Prabowo-Sandi?
Yang paling penting dalam pemenangan itu adalah koordinasi. Kami tidak ingin perpecahan, harus kompak. Jadi sama dengan Pilkada DKI, saya dari awal datang untuk membangun kolaborasi, koordinasi, dan menggerakan simpul-simpul relawan dan simpul-simpul koalisi.
Karena kami harapkan militansi relawan itu dijaga. Saya yakin, militansi relawan-relawan Prabowo-Sandi ini tinggi sekali, makanya kami harus jaga momentum itu karena sisa waktu berkampanye tinggal sedikit. Militansi harus kami push kembali supaya bisa lebih besar.
Apakah Anda akan fokus kampanye di Sulawesi Selatan?
Enggak. Sulawesi Selatan saya kira sudah jelas. Bagaimanapun, Indonesia Timur kalau Pak JK ada selalu kuat. Kalau ada figur Pak JK, mau capres 2004, 2009, atau 2014, kalau Pak JK ikut di dalam pesta politik atau pilpres, pasti selalu kuat.
Anda akan maksimalkan jaringan HIPMI sebagai mesin politik?
HIPMI bagaimanapun punya network. Kalau di daerah kan mereka kenal bupati, tokoh masyarakat. Tapi HIPMI kan organisasi usaha muda dan baru belajar juga berorganisasi, jadi berbeda dengan parpol yang punya mesin lebih besar.
Tapi untuk membangun jaringan, menghubungkan dengan tokoh masyarakat, orang-orang yang punya pengaruh, itu penting. Kami punya jaringan di seluruh kabupaten.