Zaim Saidi: Alat Tukar di Pasar Muamalah Koin, Tak Relevan dengan UU Mata Uang

3 Februari 2021 11:54 WIB
Zaim Saidi, pendiri Pasar Muamalah di Depok.
 Foto: Instagram/@zaim.saidi
zoom-in-whitePerbesar
Zaim Saidi, pendiri Pasar Muamalah di Depok. Foto: Instagram/@zaim.saidi
ADVERTISEMENT
Pendiri Pasar Muamalah di Depok, Zaim Saidi, menegaskan alat tukar yang digunakan dalam bertransaksi di sana adalah koin yang terdiri dari koin emas, koin perak, dan koin tembaga. Karena itu, alat tukar itu tak ada relevansinya dengan UU Mata Uang.
ADVERTISEMENT
Statemen tersebut diungkapkan oleh Zaim melalui akun Instagramnya. Ia perlu mengklarifikasi hal itu sebab banyak orang yang menanyakan soal uang emas dan perak.
"Baik saya akan jelaskan dari satu aspek. Alat tukar yang digunakan dalam pasar itu adalah koin emas, koin perak, dan koin tembaga. Jadi itu bukan legal tender (alat pembayaran yang sah). Jadi tidak ada relevansinya dengan UU Mata Uang," tulis Zaim, yang juga dikenal sebagai penulis buku Lawan Dolar dengan Dinar.
Ia menambahkan, koin-koin tersebut berbeda dengan dinar Irak atau dirham Kuwait itu merupakan legal tender. Dan hal itu terkait dengan UU Mata Uang, khususnya mata uang asing.
Berikut penjelasan lengkap Zaim Saidi, sosok yang memang sudah lama mengkampanyekan penggunaan koin emas dan perak (dinar dan dirham):
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah, karena sedang viral, makin banyak orang menanyakan dan ingin memiliki uang emas dsn perak, serta fulus tembaga.
Isi berita itu sendiri banyak ketidakbenarannya. Menjurus sebagai hoax. Para penanggapnya pun umumnya tak paham. Termasuk nara sumber yang harusnya menjelaskan.
Baik saya akan jelaskan dari satu aspek. Alat tukar yang digunakan dalam pasar itu adalah koin emas, koin perak, dan koin tembaga. Jadi itu bukan legal tender. Jadi tidak ada relevansinya dengan UU Mata Uang.
Dinar Iraq atau Dirham Kuwait, itu legal tender, jadi terkait UU Mata Uang. Itu mata uang asing. Arab atau bukan. Di pasar kami uang-uang kertas macam itu justru diharamkan.
Adapun alat tukar sunnah ini, seperti tertulis di atas koinnya adalah:
ADVERTISEMENT
Perak
Emas
Fulus
Adapun terma dirham dan dinar tetap dipakai sebagai kata keterangan yang bermakna satuan berat.
Mithqal = dinar = 4.25 gr.
Jadi uang 1 emas adalah 4.25 gr emas, 22K
0.5 emas adalah uang emas 2.125 gr dst
Dirham = 14 Qirath = 2.975 gr
0.5 dirham = 7 qirath = 1.4875 gr
Dst
Adapun fulus penjelasannya ya alat tukar recehan.
Jadi dinar dan dirham itu bahkan bukan nama uang sunnah. Namanya mau diganti dengan rupiah atau ringgit atau tompel atau huik-huik, misalnya, bahkan dikasih nama cebong, ya boleh saja.
Dinar dan dirham adalah satuan berat. Nama uangnya emas dan perak. Titik.
Dari telaah kita yang membuat video yang viral itu rupanya buzzerp. Jadi wajar saja isinya ketululan dan Pitnah.
ADVERTISEMENT
Tapi itu jalan Allah untuk membuat orang sejagad lebih paham dan mencari dinar dan dirham serta fulus.
La ilaha illaallah Muhammad Rasulullah.
Bareskrim Polri menangkap Zaim Saidi selaku pendiri pasar muamalah di Depok yang sempat menghebohkan masyarakat. Sebab transaksi di sana menggunakan dinar, dirham atau barter.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengatakan, pelaku ditangkap pada Selasa (2/2) malam. Ia ditangkap di kediamannya.
“Semalam (ditangkap),” kata Rusdi kepada kumparan, Rabu (3/2).

Pernyataan Bank Indonesia

Terkait penggunaan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran, Bank Indonesia (BI) mengingatkan soal penggunaan uang rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diatur dalam UUD 1945 dan juga UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
ADVERTISEMENT
"Seiring dengan adanya indikasi penggunaan alat pembayaran selain rupiah di masyarakat, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 23 B UUD 1945 jo. Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, melalui keterangan tertulis, Kamis (28/1).
Bank Indonesia mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dan menghindari penggunaan alat pembayaran selain rupiah.
"Dalam hal ini kami menegaskan bahwa dinar, dirham atau bentuk-bentuk lainnya selain uang rupiah bukan merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. BI mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan Rupiah sebagai mata uang NKRI," ujarnya.
ADVERTISEMENT