Belajar dari Kasus Camry Tabrak GrabWheels di Senayan

18 November 2019 8:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga mengendarai skuter listrik Grabwheels di kawasan FX Sudirman, Jakarta Pusat, Sabtu (16/11). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengendarai skuter listrik Grabwheels di kawasan FX Sudirman, Jakarta Pusat, Sabtu (16/11). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Publik dihebohkan dengan kasus kecelakaan pengemudi mobil Camry menabrak pengguna GrabWheels di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Selatan, sekitar pukul 02.00 WIB, Minggu (10/11). Akibatnya dua pengguna skuter listrik itu, Ammar Nawwar dan Wisnu, tewas akibat kejadian nahas tersebut.
ADVERTISEMENT
Dari hasil pemeriksaan, pengemudi Camry, DH, diketahui dalam keadaan mabuk saat kejadian tersebut. Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Fahri Siregar, memastikan hal tersebut.
“Kalau dari hasil pemeriksaan urine, tidak dinyatakan positif narkoba. Tapi kalau dari hasil pemeriksaan alat tiupnya untuk mengetahui alkohol, memang dia meminum alkohol, dipengaruhi alkohol,” kata Fahri di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (13/11).
Menanggapi kasus tersebut, Aan Gandhi, Instruktur Global Defensive Driving Consulting, mengingatkan kembali bahaya mengemudi di bawah pengaruh alkohol. Menurutnya, batasan alkohol dalam darah pengemudi kendaraan bermotor, yaitu 0,05 persen.
Jika melebihi batasan tersebut, kemampuan pengelihatan dan otak saat mengemudi akan menurun. "Visibilitas mata berkurang, misalkan melihat kendaraan di depan itu samar, atau bisa terlihat ada dua padahal cuma satu. Lalu pengemudi tidak bisa memperkirakan jarak kendaraan di depannya seberapa dekat atau jauh," kata Aan saat dihubungi kumparan, Sabtu (16/11).
ADVERTISEMENT
Terkait kasus ini, Aan mengatakan si pengemudi samar melihat anak-anak yang mengendarai GrabWheels di depan. Terlebih peristiwa itu terjadi pada malam hari, di mana visibilitas pengemudi juga terbatas pada kondisi pencahayaan di jalan raya.
"Iya di malam hari visibilitas hanya jelas pada bagian jalan yang tersorot lampu depan. Kecuali jalan-jalan protokol yang pencahayaannya lebih bagus. Jadi visibilitas mata juga terbatas (saat malam), mungkin hanya sekitar 50-75 meter, selebihnya bias. Apalagi terpapar alkohol," jelasnya.
Bersikap Bijak demi Keselamatan Orang Lain
Ilustrasi mengemudi malam hari. Foto: Pixabay
Berkendara di jalan raya bukan hanya menyoal teknik mengemudi, namun juga perlu memperhatikan perilaku sehingga bisa memberikan keselamatan pada diri sendiri dan orang lain. Dalam kasus ini, pengemudi harus bersikap bijak ketika akan pergi untuk minum alkohol sebaiknya jangan membawa kendaraan untuk meminimalisir kecelakaan lalu lintas.
ADVERTISEMENT
"Kita kan juga tidak bisa melarang orang untuk tidak mengonsumsi minuman keras, jadi ini yang harus kita pegang teguh dan benar-benar commited. Kalau pergi untuk minum alkohol sebaiknya jangan membawa kendaraan, artinya jangan mengemudi. Lebih baik naik taksi, misalnya," kata Aan.
Polemik Regulasi
Larangan mengemudi kendaraan bermotor dalam keadaan mabuk minuman keras sebenarnya sudah tercantum dalam Undang-Undang No-22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kendaraan. Pada Pasal 106 ayat 1 disebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya penuh konsentrasi dan tidak meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan.
Namun, menurut pendiri Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), Jusri Pulubuhu, regulasi soal larangan mengemudi kendaraan dalam keadaan mabuk di Indonesia masih kurang akurat, terutama terkait takaran minuman keras saat berkendara.
Alkohol Foto: Thinkstock
"Di Amerika Serikat, dalam peraturan daerah di masing-masing wilayah tercantum Blood Alcohol Concentration (BAC) atau takaran konsentrasi alkohol pada darah ketika berkendara. Regulasi itu tidak disebutkan di Indonesia," kata Jusri kepada kumparan, Sabtu (16/11).
ADVERTISEMENT
Dari kasus yang menimpa Ammar dan Wisnu, Jusri mengatakan kejadian harus menjadi pelajaran untuk semua pihak. Sebab, lanjut Jusri, rata-rata kecelakaan yang terjadi saat dini hari pada waktu weekend umumnya dipengaruhi alkohol.
"Sebagai pembelajaran ke depan, kalau ada penumpang di dalam mobil yang pengemudinya dalam keadaan mabuk sudah pasti harus mencegah orang tersebut menyetir mobilnya, supaya kejadian seperti ini bisa diminimalisir," tutupnya.