Belajar dari Kasus Mobil Tabrak Apotek Senopati

28 Desember 2019 13:37 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mobil BMW yang menabrak Apotek Senopati, Jakarta Selatan. Foto: Twitter/@TMCPoldaMetro
zoom-in-whitePerbesar
Mobil BMW yang menabrak Apotek Senopati, Jakarta Selatan. Foto: Twitter/@TMCPoldaMetro
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kecelakaan mobil menabrak Apotek Senopati di Jakarta Selatan kembali terulang. Sabtu (28/12) pagi, sedan BMW bernopol B 610 MAG menyeruduk bagian depan hingga merangsek masuk ke dalam bangunan.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penuturan dari salah satu pegawai apotek, Agus menyebut pengemudi mobil BMW diindikasikan berkendara dalam pengaruh alkohol. Sebab, usai menabrak apotek pengemudi terlihat tak sadar penuh.
Sebelumnya Oktober lalu, Nissan Livina B 2794 STF juga menabrak bangunan yang sama hingga mengakibatkan petugas yang berjaga tutup usia.
Usut punya usut pengemudi hilang kontrol tidak menginjak pedal rem, melainkan gas sehingga lajunya terus bertambah.
Merespons hal tersebut, instruktur keselamatan berkendara yang juga pendiri Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), Jusri Pulubuhu menyebut kecelakaan tersebut bisa jadi ada hubungannya dengan Circadian Rhythm.
Circadian Rhythm adalah ritme jam biologis tubuh manusia. Orang-orang yang beraktivitas di waktu dini hari sampai menjelang pagi hari, walaupun matanya terbuka tetapi kondisi otaknya terbawa dalam situasi orang yang seharusnya tidur,” kata Jusri saat dihubungi kumparan, Sabtu (28/12).
Ilustrasi mengemudi saat malam hari. Foto: Bangkit Jaya Putra/kumparan
Lebih lanjut kata Jusri, bila pengemudi yang mengendarai mobil di jam-jam tersebut dalam keadaan kurang atau belum tidur sama sekali ditambah depresi, mabuk, ataupun sakit, potensi kecelakaan tentu semakin besar.
ADVERTISEMENT
Sebab, pada waktu tersebut, kemampuan persepsi, kognitif, dan motorik manusia akan berkurang kualitasnya.
“Jadi begini, ketika si pengemudi enggak lagi mampu berkonsentrasi, secara enggak sadar dia akan terhipnotis. Istilahnya highway hypnosis, ini situasi di mana mengemudi dalam keadaan setengah otak fokus dan lainnya memikirkan masalah atau hal lain,” lanjutnya.
Ia menambahkan, umumnya kecelakaan di kota-kota besar seperti Jakarta terjadi di akhir pekan atau hari libur. Kembali lagi, karena biasanya momen itu digunakan untuk berkumpul dari malam pagi hari.
Bahaya Berkendara dalam Pengaruh Alkohol
Ilustrasi mabuk. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Meski belum ada informasi resmi dari pihak kepolisian terkait penyebab kecelakaan, namun beberapa saksi mata menyebut pengemudi seperti terpengaruh minuman alkohol. Jika terbukti, kata Jusri, polisi harus mengambil tindakan tegas agar hal serupa tak terjadi lagi.
ADVERTISEMENT
“Kalau ternyata ada indikasi ke sana (alkohol) maka peluang kesalahannya semakin besar. Orang yang letih, dan depresi karena masalah saja ketika berkendara sudah berpotensi kecelakaan, apalagi ini jika memang nanti benar dia berkendara sambil mabuk, itu fatal,” katanya.
Ingat lagi sanksi undang-undangnya
Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, soal mengemudi yang membahayakan hingga menyebabkan orang lain meninggal dunia tercantum dalam pasa; 311 ayat 4.
Hukumannya pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 12 juta.
Sementara pada pasal yang sama ayat 1 menerangkan bila mengakibatkan kerusakan kendaraan atau barang, hukuman pidananya paling lama 6 bulan dan atau denda paling banyak Rp 1 juta.
ADVERTISEMENT
Undang-undang tersebut mengatur bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi seperti dalam pasal 106 ayat 1.
Ya, meski tidak digamblangkan, alkohol akan mempengaruhi suatu keadaan yang mengakibatkan konsentrasi hilang ketika mengemudi.