Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Ilham Pratama harus mengantarkan ayahnya yang sakit stroke, untuk menjalani pemeriksaan kesehatan ke Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON).
ADVERTISEMENT
Waktunya pun telah terjadwal berdasarkan rekomendasi dari dokter. Dari kediamannya Cibubur, Ilham mesti menempuh kurang lebih 16 kilometer untuk sampai ke RS PON.
Menggunakan mobil pribadi, rutenya adalah masuk tol kemudian keluar Cawang, melewati depan kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI), lalu belok ke kiri ke arah MT Haryono.
Namun sayangnya, perjalanan yang biasanya tanpa hambatan kali ini harus sedikit terganjal. Ya, pelat nomor mobil yang ditumpanginya ternyata tak sesuai dengan hari ganjil --sistem ganjil genap .
Petugas kepolisian yang mengawasi lalu lintas di depan kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) jalan MT Haryono --beberapa meter sebelum RS PON, kemudian menyetopnya.
Kejadian ini sebenarnya tak sekali dua kali dialami Ilham, hanya saja pagi itu petugas tak hanya memberhentikannya, tapi sampai melakukan penilangan.
"Sebelumnya juga sempat jadwal periksa Ayah di hari ganjil , sementara pelat nomor genap. Namun tak apa-apa, petugas kemudian mempersilakan melintas dan memberikan doa," ucap Ilham kepada kumparan, Senin (9/9).
ADVERTISEMENT
Namun kali ini, dirinya tak mendapat kesempatan itu. Petugas yang menyetopnya tak mentolerir pelanggaran. Meskipun dirinya sudah memperlihatkan sang ayah yang sedang sakit.
"Iya petugas sudah melongok melihat, tapi dirinya masih tetap bersikukuh untuk menilang. Tentu saya pun tak berbicara banyak, dan terima saja keputusannya," katanya.
Pasca kejadian, Ilham sempat mengunggah cerita tersebut di akun media sosial pribadinya. Dirinya berharap, tak ada yang mengalami kejadian serupa sepertinya di kemudian hari.
Bisa Diskresi
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Muhammad Nasir, menyebut bahwa petugas kepolisian memiliki hak diskresi, menyoal masalah kemanusiaan.
Diskresi sendiri mengacu pada Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI Pasal 18 ayat (1). Bunyinya, untuk kepentingan umum, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya pada ayat dua (2I) disebutkan, diskresi hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Kalau aturan tidak ada. Tetapi polisi punya diskresi untuk kemanusiaan. Coba cek sakitnya apa kronis yang mematikan, atau sakit apa harus jelas kebenarannya," tuturnya.
Pengecualian ganjil-genap
Memang pada pada aturan perluasan ganjil-genap yang baru ini, tepatnya pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 155 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap, tak ada pengecualian orang sakit, hanya ambulans dan disabilitas saja.
Pertanyaannya kemudian, apakah sakit stroke bisa masuk juga dalam kategori disabilitas?
Mengonfirmasi kepada Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, dirinya masih belum bisa memberikan respons.
ADVERTISEMENT
Namun bila mengutip definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, disabilitas adalah keadaan (seperti sakit atau cedera) yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan fisik seseorang.
Atau pengertian lainnya, keadaan di mana seseorang tidak mampu melakukan hal-hal dengan cara yang biasa.
Ya walaupun tak tergolong disabilitas pun, semestinya orang yang sedang mengalami sakit dan harus sering kontrol ke RS, baiknya dipertimbangkan untuk mendapat pengecualian juga.