Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda mengalami diklakson panjang oleh pengendara atau pengemudi di belakang, ketika lampu lalu lintas belum lama akan berubah hijau?
ADVERTISEMENT
Pastinya kalau diingat-ingat lagi kita dibuat jengkel olehnya. Sebab, belum saja lampu berubah hijau dan hendak bersiap-siap, sudah diperintah untuk maju.
Atau kasus lain, membunyikan klakson berkali-kali sebagai bentuk 'permintaan' untuk diberikan jalan.
Dua hal tadi merupakan sebagian kecil dari contoh kasus yang sering dialami para pengguna jalan yang tidak sadar bila membunyikan klakson harus beretika dan sesuai situasi serta kondisinya.
Pendiri sekaligus instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, membunyikan klakson itu harus sesuai peruntukkannya. Hindari membunyikan klakson pada situasi yang tidak perlu.
"Sebetulnya harus dipahami, jalan raya itu area publik, agar tidak terjadi konflik fisik maupun verbal, maka harus menerapkan aturan yang ada, agar semua pengguna jalan raya berinteraksi dan beretika, tidak saling menyalahkan," buka Jusri saat dihubungi kumparan, Sabtu (23/3).
ADVERTISEMENT
"Masalahnya klakson ini lebih kepada etika, pengguna kendaraan harus berhati-hati membunyikannya sehingga tidak membuat orang tidak nyaman, dengan kata lain kaget, marah, dan emosi karena bunyinya yang nyaring," lanjutnya.
Pada penerepannya memang tidak ada aturan mengenai cara pembunyian klakson. Membunyikannya berkali-kali, panjang, atau memiliki nada tertentu pun sebenarnya sah-sah saja dilakukan.
Hanya saja disebutkan dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, klakson sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d harus mengeluarkan bunyi dan dapat digunakan tanpa mengganggu konsentrasi pengemudi.
Kemudian, pada pasal 69 pada peraturan yang sama tentang suara klakson disebutkan mengenai batasan kebisingan klakson dalam satuan desibel (dB).
Suara klakson sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf f paling rendah 83 (delapan puluh tiga) desibel atau dB dan paling tinggi 118 (seratus delapan belas) desibel atau dB.
ADVERTISEMENT
Sayangnya tidak ada tolok ukur bila bunyi klakson sudah melewati batas ambang yang ditentukan, misal bunyinya terlalu nyaring. Paling untuk mengetahuinya pada buku petunjuk kepemilikan kendaraan yang biasa didapat dari pabrik.
Untuk hal ini Jusri kembali berpendapat, ada baiknya bunyikan klakson secara lembut, atau semaksimal mungkin tidak mengeluarkan suara yang nyaring dan berulang-ulang.
"Bunyikan klakson itu harus ramah nadanya, cukup sekali atau terapkan friendly tap, sekali tin saja, enggak perlu berulang-ulang atau sampai panjang bikin jengkel," imbuhnya.
Kemudian kata Jusri, selalu ingat untuk tidak membunyikan klakson pada area-area tertentu yang bebas dari berbagai suara, seperti rumah ibadah, rumah sakit, sekolah, atau pada lingkungan yang sedang dirundung duka.
ADVERTISEMENT
Terakhir, hindari juga memodifikasi atau mengganti klakson yang punya tingkat kebisingan tinggi. Pasalnya, tidak diketahui kalau klakson tersebut sudah sesuai aturan yang berlaku atau tidak.
Tidak main-main, klakson berbunyi terlalu nyaring yang berpotensi menggangu keselamatan berlalu lintas dilarang, dan diatur pada pasal 58 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi: “Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.”