Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Setelah menunggu lama, Perpres kendaraan listrik akhirnya ditandatangani Presiden Joko Widodo, sejak draft-nya pertama keluar 2017 lalu. Walaupun memang dalam prosesnya memakan waktu lama, sampai dua tahun.
ADVERTISEMENT
Ya, pembasahan soal perpres ini sebelumnya tampak seperti tak berujung. Bahkan komitmen pemerintah untuk serius mendukung perkembangan kendaraan listrik sempat diragukan.
Pengamat kebijakan publik yang juga termasuk tim perumusan perpres kendaraan listrik Agus Pambagio pun mengaku gemas. Sampai sejauh ini, dirinya harus bolak-balik ke kementerian, buat memastikan semua berjalan dengan lancar.
Bermula Menteri ESDM
Agus teringat kala pertama dirinya terlibat dalam perumusan kebijakan itu pada 2017 lalu. Saat itu Menteri ESDM Ignasius Jonan memintanya untuk mengikuti industrial meeting di Beijing, China.
Bergerak cepat, sepulangnya dari sana Agus bersama dengan tim langsung merumuskan draft pertama perpres kendaraan listrik. Dalam merumuskan draft, Agus pun melibatkan sejumlah pihak terkait, termasuk Gaikindo. Sebuah pertemuan pun digelar di Bali pada Agustus 2017.
ADVERTISEMENT
“Kita berdiskusi termasuk kapan regulasi ini mau dibuat dan keputusannya adalah segera. Dan Menteri ESDM mengatakan, lepas 2040 combustion engine juga sudah tidak diperkenankan lagi, seperti di Eropa 2030 dan seterusnya,” ucap Agus beberapa waktu lalu.
Saat itu --seperti yang didapat redaksi kumparan-- draft 1 perpres tertanggal 21 Agustus 2017 berjudul ‘Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik untuk Transportasi Jalan’
Tertahan di Kementerian Perindustrian
Mengacu pada prosedur pembuatan peraturan perundang-undangan sesuai UU 12 tahun 2011, Agus lantas mengedarkan draft yang sudah tersusun ke kementerian-kementerian terkait.
Namun sayangnya begitu sampai di Kementerian Perindustrian draft ini ngendon hampir 8 bulan. Ini lantaran Menteri Perindustrian tak setuju dengan isinya bila hanya EV (electric vehicle) saja, melainkan ada hybrid dan hidrogen.
ADVERTISEMENT
Nah, di situlah kata Agus kemudian terjadi perdebatan keras antar kementerian. Kemudian muncul pertanyaan mengapa yang membuat harus ESDM bukan Perindustrian?
“Ya menjadi lama tentu itu pasti --di Kemenperin, pasalnya lobi dari industri mobil ikut serta meskipun pada waktu dipaksa di Denpasar oleh Pak Menteri ESDM mereka diam-diam saja setuju,” ungkapnya.
Pertemuan Agus dengan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto tak terhindarkan. Dirinya sontak menanyakan soal lamanya Perpres mengendap di Kemenperin.
“Dia --Menperin-- menjawab, masa hanya EV (electric vehicle) saja, hybrid juga dong. Hybrid dan hidrogen itu kepentingan Jepang, sementara EV itu China. Pasalnya EV Jepang sudah dibeli karena perkembangannya di China lebih pesat daripada Jepang, yang yang lebih konsentrasi ke hidrogen dan hybrid,” katanya.
ADVERTISEMENT
Luhut ambil alih
Masuk ke 2018, perdebatan antar kementerian soal substansi perpres tak kunjung rampung. Hingga akhirnya draft yang sudah mengendap lama di Kemenperin diserahkan ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada 15 Oktober 2018.
Kala itu, format dokumen draft sudah hasil revisi kedua dengan judul yang masih sama dengan versi pertama, atas hasil pembahasan 6 September 2018.
“Karena lama menunggunya, akhirnya diambil oleh menteri serba bisa Pak Luhut kan, lalu jadilah drafnya beberapa kali, tambah ini tambah itu, di mana pada akhir tahun Menperin minta ada insentif di dalamnya,” ucap Agus.
Pada banyak pemberitaan media nasional, Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan sempat menjanjikan kalau Perpres bakal keluar akhir tahun 2018. Namun nyatanya tak juga terealisasi.
ADVERTISEMENT
Lepas 2018
Dan meleset, Perpres yang seharusnya cepat terbit malah terus mundur hingga sudah lebih dari 2 tahun, masih belum ada hasil.
Padahal kata Agus, semua Kementerian pada awal 2019 sudah menyetujui substansi dan isi dari perpres tersebut. Namun memang, masih saja ada lagi dramanya.
“Iya masalahnya timbul lagi soal komposisi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang terdapat pada pasal 8 yang kemudian mengalami revisi pada satu dua bulan lalu,” ucapnya.
Saat ini draft perpres sudah masuk dalam versi ketiga dengan penggantian judul menjadi Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Versi ini nampaknya sudah masuk versi terakhir dan sudah diteken.
“Dan terakhir --pekan lalu-- saya tanya sudah ada di depan Presiden drafnya, tapi belum ditandatangani. Kemudian saya cek ke Deputy, Mensesneg, dan staf ahli, ternyata Pak Presiden masih sibuk. Itu harus didorong terus. Dan saya bolak balik saja, ke Perindustrian, KSP dll saya datengin saja seperti orang bego,” ucapnya.
Soal kepastian kapan terbit, Agus sudah kehabisan jawaban dan mengaku tak tahu menahu soal kapan terbit. Hanya saja dirinya memastikan soal isi Perpres dan semua kementerian sudah menyetujuinya.
ADVERTISEMENT
“BIla kelamaan kita hanya akan menjadi pasar, dan mengembangkan. Kita padahal termasuk sudah membuat peraturannya di 2017 , tapi Thailand sudah lebih dahulu melangkah,” ungkap Agus.
Akhirnya Diteken
Penantian lama tersebut akhirnya usai. Perpes akhirnya diteken Presiden Joko Widodo pada Senin (5/8) pagi.
Iya Agus memang mengungkapkan pada pekan lalu, kalau dokumen Perpres sudah ada di meja Presiden dan tinggal diteken. Kendalanya, orang nomor satu di Indonesia itu sedang sibuk.
Jokowi menuturkan, dengan adanya perpres ini pula diharapkan industri mobil listrik di Indonesia dapat ditingkatkan. Telebih bahan pembuatan baterai yang menjadi penggerak mobil listrik ada di Indonesia.
"Ya kita ingin mendorong agar industri otomotif mau segera merancang mempersiapkan untuk ya membangun industri mobil listrik di Indonesia," ucapnya saat ditemui usai meresmikan Gedung Baru Sekretariat Asean di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (8/8).
ADVERTISEMENT
Namun ini belum selesai, masih perlu ada lagi dukungan tiga Peraturan Menteri untuk pelaksanaannya, mulai dari Peraturan Menteri Keuangan, Perindustrian dan Perhubungan.