16% Spesies Capung Terancam Punah, Ini Manfaatnya bagi Lingkungan

27 April 2022 16:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seekor capung hinggap di ranting dekat danau di Taanayel, Lebanon. Foto: REUTERS/Jamal Saidi
zoom-in-whitePerbesar
Seekor capung hinggap di ranting dekat danau di Taanayel, Lebanon. Foto: REUTERS/Jamal Saidi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keberadaan capung saat ini sangat sulit untuk ditemui. Padahal serangga satu ini memiliki manfaat bagi lingkungan.
ADVERTISEMENT
Menurut data International Union for Conservation of Nature’s (IUCN) pada Desember tahun lalu, sedikitnya terdapat 16 persen spesies capung di dunia termasuk dalam daftar hewan terancam punah. Daftar tersebut meliputi 962 dari 6.016 spesies capung yang terancam punah.
Seperempat dari total spesies capung yang terancam punah berada di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Sisanya merupakan spesies yang tersebar di wilayah Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, dan Eropa.
Penurunan populasi dari beberapa spesies capung dunia diakibatkan oleh hilangnya habitat mereka. Perairan air tawar yang merupakan tempat berkembang biak bagi capung saat ini dalam kondisi memprihatinkan. Keberadaan perairan air tawar erat kaitannya dengan kawasan hutan di suatu tempat.
Seekor capung hinggap di atas daun. Foto: Melly Meiliani/kumparan

Capung jadi indikator kondisi ekosistem air tawar

Faktor utama hilangnya habitat capung di Asia Selatan dan Tenggara, termasuk Indonesia, alih fungsi lahan basah dan hutan hujan menjadi kawasan perkebunan. Sementara di Amerita Tengah dan Selatan, pembukaan hutan secara besar-besaran terjadi untuk pembangunan perumahan dan komersial. Di kawasan Amerika Utara dan Eropa, penggunaan pestisida dan tingkat polusi menjadi ancaman bagi capung.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, capung merupakan hewan yang bermetamorfosis tidak sempurna. Capung dewasa yang kita lihat adalah siklus terpendek dalam hidupnya, bertujuan hanya untuk berkembang biak. Sementara siklus terpanjang dalam hidup capung yaitu saat berwujud nimfa yang hidup di perairan air tawar. Jadi, tak heran bila adanya kerusakan ekosistem air tawar, populasi capung ikut menurun.
Menurut Clausnitzer, fakta ini memberikan informasi bagi pemerintah, pelaku pertanian, dan industri untuk mempertimbangkan perlindungan kawasan lahan basah sebagai kawasan huni. Salah satu upaya yang dapat dilakukan di antaranya dengan melindungi habitat utama capung dan mendedikasikan ruang terbuka hijau sebagai lahan basah di kawasan perkotaan untuk konservasi capung.