Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Warga di beberapa wilayah seperti Cakung, Jakarta Timur, Bogor, Yogyakarta, Klaten, hingga Jember dibuat geger dengan kemunculan puluhan anak ular kobra di sekitar permukiman mereka. Beruntung, sejauh ini tak ada laporan korban jiwa akibat gigitan ular berbisa ini.
ADVERTISEMENT
Meski tak ada korban jiwa, warga diimbau untuk tetap waspada. Sebab, tak sedikit kasus gigitan ular berbisa yang melenyapkan nyawa seseorang.
Tri Maharani, dokter spesialis pengobatan emergensi yang biasa menangani pasien dengan kasus gigitan hewan berbisa terutama ular, menuturkan ada beberapa penyebab nyawa seseorang yang terkena gigitan ular berbisa tak tertolong.
Pertama, kata Tri, orang itu tidak tahu spesies ular yang tengah ia hadapi berbisa atau tidak. Ketidaktahuan ini kerap membuat seseorang berlaku sembrono, misalnya melakukan kontak dengan ular tanpa pelindung apapun.
Selanjutnya, ketika orang itu terkena gigitan ular, ia mendapatkan first aid atau penanganan pertama yang keliru. Beberapa orang kemudian memilih untuk tidak langsung ke tempat pelayanan kesehatan demi mendapatkan pertolongan yang tepat.
ADVERTISEMENT
Terakhir, orang itu sudah mendapat pertolongan medis tetapi tidak dari tenaga medis yang ahli atau benar-benar paham cara menangani gigitan ular yang benar.
Lantas bagaimanakah pertolongan pertama yang tepat pada pasien yang terkena gigitan ular berbisa seperti ular kobra ? Begini penjelasannya.
Imobilisasi
Untuk menjawabnya, Tri merujuk pada rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), yakni dengan cara imobilisasi atau membuat bagian tubuh yang digigit ular itu tidak bergerak.
“Caranya dengan menggunakan dua bilah kayu, bambu atau kardus serta bahan-bahan lain yang bersifat rigid atau kaku. Imobilisasi dilakukan dalam kurun waktu 24 jam sampai 48 jam,” papar Tri saat dihubungi kumparanSAINS, Selasa (17/12).
Ada dua metode imobilisasi yang dijelaskan Tri. Menurut Tri, khusus untuk kasus gigitan ular kobra, dibutuhkan metode imobilisasi tanpa elastic band. Metode ini digunakan untuk menangani pasien-pasien yang tergigit ular yang sifatnya hematotoksin sehingga menyebabkan pembengkakan.
ADVERTISEMENT
“Saat digigit ular kobra atau king kobra itu bengkak dan menimbulkan sebuah pembengkakan atau nekrosis. Meskipun kobra dan king kobra sebenarnya juga ada sifat neurotoksinnya. Tetapi karena ada pembengkakan, jadi tidak bisa menggunakan elastic band,” imbuh Tri.
Elastic band atau perban elastis, menurut Tri, baru dibutuhkan pada metode imobilisasi untuk menangani kasus gigitan ular dengan bisa neurotoksin yang kuat, sehingga dapat menyebabkan gagal napas dan gagal jantung dalam waktu singkat.
Tri mengingatkan, imobilisasi harus dilakukan oleh tenaga terlatih seperti perawat. Artinya, tindakan ini tidak disarankan untuk dilakukan oleh masyarakat awam.
Pemberian antivenom
Di Indonesia, penanganan untuk para pasien yang terkena gigitan ular berbisa termasuk ular kobra kerapnya masih bergantung pada pemberian serum antivenom atau antibisa. Menurut Tri, di Indonesia hanya tersedia antivenom untuk tiga jenis ular, yakni ular kobra , ular tanah, dan ular welang.
ADVERTISEMENT
Namun sebelum melakukan tindakan medis berupa pemberian antivenom kepada pasien gigitan ular kobra, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya, antivenom hanya diberikan setelah pasien mengalami fase sistemik, seperti merasa lemas atau sesak napas hingga gagal jantung.