BMKG Jawab Tuduhan soal Gagal Beri Peringatan Dini Tsunami di Palu

7 Oktober 2018 20:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Tsunami. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tsunami. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Terkait bencana gempa bumi berkekuatan 7,4 magnitudo dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala pada 28 September 2018 lalu, ada sebuah berita mengenai buruknya kinerja Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang sempat bergulir dan viral di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berita tersebut berisi tuduhan bahwa BMKG telah gagal dalam memberikan peringatan dini tsunami. Alasannya, peringatan dini tsunami terlalu cepat diakhiri hingga menyebabkan jatuh korban jiwa.
Atas tuduhan tersebut, BMKG akhirnya buka suara.
Menurut Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, berita yang beredar tersebut sama sekali tidak benar karena saat terjadi gempa Palu dan Donggala, BMKG sudah bekerja mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan.
“Tidak ada human error dan instrument error oleh BMKG dalam memberikan informasi dan peringatan dini tsunami di Palu,” tegas Daryono dalam siaran persnya yang diterima kumparanSAINS, Minggu (7/10).
Daryono, Kabid Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG (Foto: Utomo P/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Daryono, Kabid Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG (Foto: Utomo P/kumparan)
Untuk menerangkan apa yang sebenarnya terjadi, BMKG memberikan penjelasan kronologis urutan kejadian sejak BMKG mengeluarkan peringatan dini, kemudian terjadi tsunami, hingga peringatan dini tsunami diakhiri.
ADVERTISEMENT
“Sejak terjadinya peristiwa gempa kuat M=7,4 di Palu dan Donggala pukul 18.02 WITA, maka Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di BMKG secara otomatis memodelkan tsunami. Ternyata gempa yang terjadi berpotensi tsunami,” tulis Daryono.
Hasil model menunjukkan estimasi waktu tiba tsunami di Palu pukul 18.22 WITA dengan status ancaman “Siaga” dengan estimasi tinggi tsunami 0,5 sampai 3,0 meter.
Selanjutnya peringatan dini tsunami disebarluaskan oleh BMKG pukul 18.07 WITA kepada institusi terkait seperti BNPB, BPBD, TNI, POLRI, serta Media Penyiaran, melalui berbagai moda diseminasi, seperti SMS, e-mail, facsimile, Warning Receiver System (WRS), website BMKG, dan sosial media seperti Twitter, Facebook, dan Instagram.
Setelah dilakukan pengecekan terhadap hasil observasi muka laut di Mamuju, tercatat adanya tsunami setinggi 6 sentimeter pukul 18.27 WITA, sementara jarak antara Palu dan Mamuju adalah 237 kilometer.
ADVERTISEMENT
“Hasil temuan di lapangan oleh pegawai BMKG Palu menunjukkan bahwa pada pukul 18.27 WITA ada genangan air setinggi 30 cm di Pelabuhan Pantoloan, pada jarak 100-200 meter dari pantai. Sedangkan pukul 18.30 WITA ada genangan air setinggi 10 cm di kantor Bea Cukai Pantoloan serta ditemukan kapal terdampar menutupi jalan raya. Ini merupakan fakta bahwa saat itu tsunami sebenarnya sudah surut,” ujar Daryono.
Berdasarkan catatan muka laut di Pantoloan, diketahui bahwa gempa terjadi pada pukul 18.02 WITA dan tsunami maksimum terjadi pukul 18.10 WITA. Berdasarkan hasil pemutakhiran mekanisme sumber gempa yang menunjukkan bahwa gempa yang terjadi memiliki pergeseran mendatar dan hasil observasi tinggi tsunami, serta sudah terlewatinya waktu tiba tsunami di Palu dan Mamuju, maka peringatan dini tsunami pun diakhiri pukul 18.36 WITA.
ADVERTISEMENT
“Apa yang dilakukan oleh BMKG sudah tepat mengeluarkan peringatan dini pada menit ke-5 setelah gempa. Jika melihat data pasang surut laut Pantoloan di Teluk Palu, (itu) menunjukkan tsunami terbesar di teluk sudah lewat saat BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami,” papar Daryono.
Ilustrasi tsunami (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tsunami (Foto: Pixabay)
Jadi menurutnya, sebenarnya tidak ada masalah dalam operasional peringatan dini oleh BMKG. “Tidak ada yang gagal atau kecolongan dalam memberikan pelayanan peringatan dini tsunami. BMKG dapat disebut gagal atau kecolongan bilamana terjadi tsunami tetapi tidak memberikan peringatan dini sebelumnya,” tegasnya.
Namun begitu, meski mengatakan sistem teknologi peringatan dini tsunami milik BMKG, yakni Ina-TEWS, sudah bekerja dengan baik, tetapi Daryono mengakui bahwa subsistem yang menghubungkan peringatan dini ini ke masyarakat tampaknya banyak masalah.
ADVERTISEMENT
“Dalam kasus tsunami Palu, warning dari BMKG terbukti telah dikirim melalui berbagai sarana diseminasi, meski ternyata sms peringatan dini tidak sampai ke masyarakat Palu dan Donggala. Menurut laporan, penyedia layanan sms mengalami gangguan akibat gempa kuat,” ungkapnya.
Selain itu, dengan status ancaman tsunami “Siaga”, maka estimasi tinggi tsunami berkisar antara 0,5 - 3,0 meter. “Mestinya, sirine di Teluk Palu dibunyikan oleh pemerintah daerah sebagai perintah evakuasi, tetapi sirine tidak berbunyi. (Tapi) ternyata peralatan penerima warning (warning receiver system/WRS) milik BMKG di BPBD Palu juga terganggu akibat gempa,” bebernya.
Ilustrasi tsunami (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tsunami (Foto: Pixabay)
Selain banyaknya masalah mengenai subsistem yang menghubungkan peringatan dini tsunami ke masyarakat, Daryono juga mengungkapkan adanya masalah mendasar lain yang belum selesai dalam mekanisme peringatan dini tsunami di berbagai daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Antara warning yang dikeluarkan BMKG dan respons pemerintah daerah belum “terhubung” dengan baik,” ujarnya. Menurutnya, pemerintah daerah harus memiliki SOP pengambilan keputusan untuk merespons status ancaman tsunami, selain terus memberikan edukasi mitigasi ke masyarakat.
“Jika semua masalah ini terselesaikan, maka kiranya akan dapat membantu BMKG dalam menyelamatkan masyarakat supaya tidak jatuh korban lagi saat terjadi tsunami,” pungkasnya.