Gamma Ray Burst: Ledakan Terdahsyat di Alam Semesta, Ditemukan Satelit Mata-mata

6 Januari 2021 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gamma-ray burst. Foto: European Southern Obeservatory (ESO) via Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gamma-ray burst. Foto: European Southern Obeservatory (ESO) via Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
Alam semesta selalu punya fenomena yang menarik untuk manusia kuak. Terkadang, fenomena itu hadir kepada kita kapan pun, bahkan melalui cara yang tidak kita persiapkan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu contohnya adalah penemuan gamma-ray burst pada 1967 lalu. Fenomena alam ini adalah ledakan paling dahsyat yang sejauh ini pernah kita lihat di jagat raya.
Gamma-ray burst cuma berlangsung dalam beberapa detik. Peneliti menemukan, gamma-ray burst panjang cuma berlangsung sekitar 2 detik, sedangkan yang pendek punya durasi lebih kecil dari 2 detik.
Meski singkat, sejumlah gamma-ray burst diketahui mampu memancarkan energi lebih besar daripada yang dipancarkan Matahari kita selama 10 miliar tahun, hanya dalam waktu 10 detik. Sebagai gambaran, Matahari sebenarnya baru berusia 4,6 miliar tahun dan diperkirakan akan mati dalam 5 miliar tahun mendatang.
Gamma-ray burst, dengan demikian, punya energi yang lebih besar dari keseluruhan hidup Matahari kita.
ADVERTISEMENT

Berniat jadi mata-mata, malah menemukan ledakan terbesar di semesta

Menariknya, ledakan terdahsyat yang pernah kita lihat ini ditemukan secara tidak sengaja.
Pada 1960-an lalu, tepatnya pada perang dingin antara AS dan Uni Soviet, senjata nuklir mulai dikembangkan oleh kedua negara. Manusia kemudian sadar bahwa senjata nuklir sangat berbahaya bagi Bumi, rumah kita, dan kemudian sebuah Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir ditandatangani pada tahun 1963.
Namun, selayaknya dalam kondisi ‘perang’, kesepakatan ini tentu tidak memberikan rasa percaya begitu saja bagi kedua belah pihak.
Pada 17 Oktober 1963, seminggu setelah perjanjian ditandatangani, AS meluncurkan satelit Vela yang berfungsi untuk memata-matai Uni Soviet. Satelit ini mampu mendeteksi radiasi gamma yang dipancarkan oleh senjata nuklir yang diuji di luar angkasa. Jadi, kalau ternyata Uni Soviet menguji coba nuklir mereka di luar angkasa, mereka tertangkap basah.
ADVERTISEMENT
Satelit ini tak pernah melihat ledakan nuklir. Tapi, mereka melihat ledakan lain yang lebih besar.
Ilustrasi gamma-ray burst. Foto: NASA/GSFC via Wikimedia Commons
Pada 2 Juli 1967, pukul 14:19 waktu universal (UTC), satelit Vela 4 dan Vela 3 mendeteksi kilatan radiasi gamma, namun punya karakteristik yang berbeda dari senjata nuklir yang dikenal.
Merasa tidak yakin dengan radiasi yang mereka temukan, tim di Laboratorium Nasional Los Alamos kemudian mengajukan data tersebut untuk diselidiki. Saat satelit Vela tambahan diluncurkan dengan instrumen yang lebih baik meluncur beberapa tahun setelahnya, tim Los Alamos terus menemukan semburan sinar gamma yang tidak dapat dijelaskan dalam data mereka.
Dengan menganalisis waktu kedatangan semburan yang berbeda seperti yang dideteksi oleh satelit yang berbeda, tim tersebut dapat menentukan 16 semburan sinar gamma tersebut, perkiraan kasar di mana posisi langit ledakan ini terjadi, yang mana tak berasal dari Bumi atau Matahari. Penemuan ini kemudian dipublikasi pada tahun 1973.
ADVERTISEMENT

Apa itu sinar gamma?

Sinar gamma yang dipancarkan saat fenomena gamma-ray burst pada dasarnya adalah radiasi elektromagnetik, gelombang serupa yang membawa energi seperti cahaya yang bisa kita lihat.
Radiasi elektromagnetik sendiri terbagi oleh beberapa kategori yang didasarkan oleh seberapa besar spektrumnya. Kategori ini, diurutkan dari yang paling rendah sampai tinggi, terdiri dari gelombang radio, gelombang mikro, inframerah, cahaya yang tampak, ultraviolet, sinar-X, dan sinar gamma.
Menurut United States Environmental Protection Energy (EPA), radiasi sinar gamma berbahaya bagi tubuh manusia. Mereka dapat dengan mudah menembus penghalang yang dapat menghentikan partikel alfa dan beta, seperti kulit dan pakaian.
Sinar gamma dapat menembus seluruh tubuh manusia saat mereka melewatinya, mereka dapat menyebabkan ionisasi yang merusak jaringan dan DNA. EPA bilang, sinar gamma memiliki begitu banyak daya tembus sehingga beberapa inci material padat seperti timah atau beton mungkin diperlukan untuk menghentikannya.
ADVERTISEMENT
Atau dalam kasus kehidupan kita sehari-hari, radiasi sinar gamma di luar angkasa tak jadi masalah karena kita dilindungi oleh lapisan ozon dari Bumi yang mampu menyaringnya.

Asal-usul gamma-ray burst

Lokasi semburan sinar gamma tetap jadi misteri di kalangan astronom sampai 30 tahun penemuan pertama. Sebab, kecemerlangan (luminositas) galaksi tempat gamma-ray burst terjadi umumnya cukup redup. Jadi, menyulitkan ilmuwan untuk tahu secara presisi di mana letak fenomena ini terjadi.
Pada 1998, sebuah laporan ilmiah yang dipublikasi Astrophysical Journal Letters kemudian mampu memprediksi jarak pasti sebuah gamma-ray burst bernama GRB 970508. Ledakan ini mulai diteliti sejak 4 jam setelah insiden dideteksi, membuat peneliti dapat memperkirakan di mana lokasinya lebih baik dari gamma-ray burst sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan penelitian tersebut, ledakan gamma-ray burst GRB 970508 terjadi di galaksi yang terletak 6 miliar tahun cahaya dari Bumi. Jarak yang sangat jauh, tapi tak mengherankan mengingat pancaran energinya yang besar membuat sinar tersebut dapat kita lihat di sini.
Lantas, bagaimana gamma-ray burst terbentuk? Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, gamma-ray burst terdiri dari dua kategori, yang punya durasi panjang dan yang pendek. Keduanya punya cara pembentukan yang berbeda, menurut laporan European Southern Obervatory (ESO).
Ilustrasi Black hole Foto: Courtesy Robin Dienel/Carnegie Institution for Science/Handout via REUTERS
Pada tahun 2003, astronom yang menggunakan teleskop ESO memainkan peran kunci dalam menghubungkan teka-teki gamma-ray burst berdurasi panjang dengan ledakan terakhir bintang masif, yang dikenal sebagai 'hypernovae'. Dengan mengikuti setelah ledakan selama sebulan penuh, mereka menunjukkan bahwa semburan sinar gamma memiliki sifat yang mirip dengan supernova, yang disebabkan ketika bintang masif meledak di akhir masa hidupnya.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2005, teleskop ESO mendeteksi, untuk pertama kalinya, sinar gamma setelah ledakan berdurasi pendek. Dengan melacak cahaya ini selama tiga minggu, para astronom menunjukkan bahwa semburan sinar gamma berdurasi pendek ini enggak disebabkan oleh hypernova. Sebaliknya, diperkirakan bahwa mereka disebabkan oleh tabrakan hebat dua bintang neutron.
Baik ledakan supernova dan tabrakan bintang neutron sama-sama menyebabkan lubang hitam atau black hole. Gamma-ray burst, dengan demikian, muncul ketika black hole terbentuk, di mana karakteristiknya bergantung pada cara black hole itu lahir.

Hipotesis: bagaimana jika gamma-ray burst ditembak ke Bumi?

Jagat raya sebenarnya dipenuhi dengan ledakan, secara harfiah. Menurut catatan Swinburne University, para astronom memperkirakan bahwa mereka mendeteksi gamma-ray burst setidaknya 1 ledakan per hari.
ADVERTISEMENT
Jumlah sebenarnya bisa jauh lebih dari itu. Diperkirakan, ada 500 gamma-ray burst di luar sana yang terjadi tiap hari.
Melihat gamma-ray burst yang terjadi di galaksi yang jauh sebenarnya adalah kabar yang baik bagi kita. Dengan jarak yang jauh itu, energinya tak menjadi ancaman bagi Bumi karena gelombangnya telah menyebar dan tidak terpusat.
Sejauh ini, tidak ada gamma-ray burst yang pernah dideteksi manusia berasal dari galaksi Bima Sakti, tempat di mana tata surya kita berada. Tapi, bagaimana jadinya jika ada gamma-ray burst yang meledak di dekat Bumi dan mengarah langsung ke planet kita?
Ilustrasi lapisan ozon. Foto: Shutter Stock
Kita sebelumnya tahu bahwa radiasi sinar gamma sangat mematikan bagi makhluk hidup seperti manusia. Ia sejauh ini tak jadi ancaman karena lapisan ozon mem-filternya.
ADVERTISEMENT
Namun, secara hipotesis, jika ledakan sinar gamma terjadi di dekat Bumi, ia akan punya energi yang cukup besar untuk melucuti lapisan ozon. Pada akhirnya, semua kehidupan akan terpapar radiasi sinar gamma, menyebabkan kepunahan massal.
Insiden ini kemungkinan pernah terjadi di Bumi, jauh sebelum kamu dan umat manusia hidup. Dalam sebuah studi di jurnal Astrobiology pada 2016 lalu, para peneliti memprediksi kalau kepunahan Ordovisium, salah satu dari lima peristiwa kepunahan besar dalam sejarah planet kita, terjadi karena gamma-ray burst.
Kepunahan Ordovisium sendiri terjadi sekitar 450 juta tahun yang lalu. Kepunahan ini ditandai dengan kepunahan 85 persen spesies laut di Bumi saat itu.
Namun, kita tak pernah melihat gamma-ray burst di dekat kita. Jadi, bukan jadi masalah, bukan? Tidak juga.
ADVERTISEMENT
Pada 1998, para ilmuwan mendeteksi keberadaan bintang bernama WR 104 yang berjarak sekitar 8.000 tahun cahaya dari Bumi. Sejauh ini, ia tetap diam, tetapi dia sudah matang untuk runtuh menjadi black hole yang dapat menghasilkan gamma-ray burst selama beberapa detik.
Tentu, ledakan bintang tersebut punya kemungkinan untuk tak bakal menyasar Bumi. Para ilmuwan saat ini masih memperdebatkan rotasi kutub ledakannya dan apakah semburan hasil ledakan itu mengarah ke planet kita.
"Kita bisa melihatnya menjadi supernova di mana saja dari besok hingga 500.000 tahun dari sekarang," kata Grant Hill, seorang astronom di W.M. Keck Observatory di Hawaii kepada Forbes.
Jadi, kabar baiknya, kepunahan massal di bumi oleh gamma-ray burst tak bakal terjadi kalau ia tak cukup dekat dan mengarah kepada kita.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, jika kedua hal tersebut terjadi, dan mengingat kemampuan kecepatan semburannya yang mampu mendekati kecepatan cahaya, kita tidak akan tahu kapan semburan itu datang kepada kita hingga ia benar-benar sampai ke Bumi.