Jatuh-Bangun Khoirul Anwar sang Penemu Prinsip Dasar Teknologi 4G

4 Juli 2017 13:23 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Khoirul Anwar (Foto: Dok. Khoirul Anwar)
zoom-in-whitePerbesar
Khoirul Anwar (Foto: Dok. Khoirul Anwar)
ADVERTISEMENT
Apakah anda pernah membaca artikel tentang peneliti Indonesia yang menemukan prinsip dasar teknologi 4G? Ia bernama Khoirul Anwar.
ADVERTISEMENT
4G sendiri, yang merupakan singkatan dari fourth-generation technology, ialah teknologi telepon seluler generasi keempat yang menyediakan jaringan pita lebar ultra untuk berbagai perlengkapan elektronik.
Nah, bagaimanakah kabar Khoirul Anwar saat ini? Apa yang sedang ia lakukan?
Bagi anda yang belum mengenal Khoirul Anwar, kumparan akan memutar ulang kisah hidup luar biasa lelaki asal Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, itu.
Anak Yatim yang Bertekad Sekolah
Khoirul Anwar yang kelahiran 22 Agustus 1978, menjadi yatim sejak usianya 12 tahun. Sudjiarto, sang ayah, meninggal dunia tahun 1990 ketika Khoirul baru lulus Sekolah Dasar.
“Saya lulus SD tahun ‘90 itu, Bapak meninggal. Jadi SMP-SMA, yang menyekolahkan ibu,” kata Khoirul ketika berbagi kisah kepada kumparan (kumparan.com), Rabu (28/6).
ADVERTISEMENT
Niat sekolah tertanam begitu kuat di hati Khoirul. Tekad besar untuk bersekolah setinggi-tingginya itu ia kemukakan kepada ibunya.
“Saya minta ke ibu, saya mau sekolah sampai tinggi. Saya mau sekolah sampai habis sekolah di dunia ini, sampai nggak ada sekolah lagi di dunia ini,” ujar Khoirul.
Di kampung Khoirul di Kediri, pekerjaan sebagian besar orang saat itu adalah bertani. Khoirul pun ikut bertani.
“Kami sebagai anak-anak membantu orang tua, termasuk saya membantu ibu ke sawah. Tapi kalau ujian, saya minta izin ke Ibu, ‘Maaf hari ini atau pekan ini nggak ke sawah karena ujian,’” kisahnya.
Pada masa-masa ujian sekolah, Khoirul memilih untuk fokus belajar di rumah. Sepulang sekolah, ia tidak ikut ke sawah, tapi memilih belajar untuk bersiap menghadapi ujian. Hasilnya, ia juara satu di sekolah.
ADVERTISEMENT
“Terus ibu saya karena mungkin melihat dalam diri saya ada potensi bagus, dia sampai bilang, ‘Ya udah, jangan pernah ke sawah lagi.’ Maksudnya mungkin kasihan, biar saya belajar saja. Cuma saya kan bukan orang yang manja juga. Jadi walau dibilang begitu, saya tetap ke sawah ketika tidak sedang ujian,” cerita Khoirul.
Mencoba Tak Sarapan Saat SMA
Pekerjaan bertani baru akhirnya benar-benar dilepas Khoirul ketika duduk di bangku SMA, sebab ia menimba ilmu agak jauh dari rumah.
“Saya SMA di Kota Kediri, jadi ngekos. Nah, mulai SMA itu saya nggak bisa bantu orang tua di sawah.”
SMAN 2 Kediri yang menjadi tempat Khoirul bersekolah merupakan SMA favorit di Kediri. Meski berasal dari kampung, Khoirul mampu bersaing secara akademik dengan teman-temannya yang berasal dari Kota Tahu itu.
ADVERTISEMENT
“Waktu kelas 1, saya langsung rangking satu di kelas walaupun saya dari kampung dan nggak les di bimbingan belajar. Alhamdulillah, rangking satu,” ujarnya.
Namun di kelas 2, peringkat Khoirul sempat merosot menjadi rangking enam. Penyebabnya, waktu itu Khoirul mencoba tidak sarapan tiap kali hendak berangkat sekolah.
“Saya saat itu tahu keadaan orang tua sedang berat. Ibu saya sakit sampai harus dioperasi dan Bapak sudah meninggal. Saya akhirnya kasihan sama ibu. Jadi saya irit, kalau pagi nggak sarapan,” ujar Khoirul.
Kala itu Khoirul terbiasa hanya makan dua kali sehari, siang dan malam.
Tapi akibatnya, “Karena pagi nggak makan, pas belajar saya sering pusing. Jadi peringkat saya langsung turun ke rangking 6.”
ADVERTISEMENT
Karena peringkatnya turun, Khoirul mengubah pola makannya.
“Jadinya pagi makan, siang nggak, dan malam makan. Alhamdulillah naik lagi jadi rangking 3,” ujarnya seraya bersyukur.
Berdasarkan pengalaman itu, Khoirul tahu betul arti pentingnya sarapan bagi tubuh.
“Waktu nganterin anak saya ke SD di Jepang, kepala sekolahnya juga bilang begitu. Jadi slogan untuk anak-anak sekolah di Jepang itu, ‘Hayane, hayaoki, asagohan.’ Asagohan itu sarapan pagi, hayane tidur cepat, dan hayaoki bangun cepat. Itu prinsip sekolah di sana: cepat tidur, cepat bangun, dan wajib sarapan pagi,” terang Khoirul.
“Ketika kepala sekolah bilang seperti itu, dalam hati saya bilang ‘Wah, ini benar nih,’” kata Khoirul tertawa.
Saat kelas 3 SMA, Khoirul beruntung tak harus mengirit makan kembali.
ADVERTISEMENT
“Ada ibu-ibu yang menawari saya tinggal di rumahnya gratis, tidak usah bayar dan makan dipenuhi,” tuturnya.
Mendapat tempat tinggal dan makan gratis dari ibu salah seorang temannya yang baik hati, peringkat akademik Choirul langsung melesat.
“Langsung rangking satu dari satu sekolahan,” ujar Khoirul bangga.
Khoirul Anwar bersama anak-anaknya. (Foto: Dok. Khoirul Anwar)
zoom-in-whitePerbesar
Khoirul Anwar bersama anak-anaknya. (Foto: Dok. Khoirul Anwar)
Menjual Sapi untuk Biaya Kuliah
Berbekal prestasi yang baik sewaktu SMA, Khoirul diterima kuliah di Institut Teknologi Bandung. “Dari satu sekolahan, yang diterima di ITB cuma 7 orang,” kata Khoirul.
“Saya masih ingat, waktu itu tahun ‘96, Rp 850 ribu biaya registrasi di ITB. Karena saya orang kampung, uang segitu nggak ada. Terus sama kakek saya dijualkan sapi. Jadi saya ingat betapa perjuangan berat,” kisahnya.
ADVERTISEMENT
Karena selalu ingat perjuangan berat untuk kuliah itu, Khoirul jadi amat rajin dan serius belajar sehingga prestasinya di ITB pun kembali cemerlang.
Kerja keras tak pernah ingkar. Khoirul jadi mahasiswa berprestasi utama ITB tahun 2000.
Saat wisuda, Khoirul yang terpilih sebagai salah satu lulusan terbaik ITB memberikan pidato di depan banyak orang. “Di situ saya cerita bahwa perjuangan masuk ITB cukup berat dan saya masih ingat kakek saya menjualkan sapi agar saya bisa sekolah di ITB.”
Di antara 7 orang lulusan SMAN 2 Kediri yang masuk ITB, Khoirul lulus paling cepat. Saat kuliah pun, ia mendapat beasiswa penuh sehingga hanya perlu membayar biaya registrasi ketika masuk.
Melanjutkan Kuliah ke Negeri Sakura
ADVERTISEMENT
Lulus dari ITB tahun 2000, Khoirul sempat bekerja di perusahaan IT selama dua tahun. Namun seperti ucapannya sejak kecil, “Saya mau sekolah sampai habis sekolah di dunia ini, sampai nggak ada sekolah lagi di dunia ini,” Khoirul kemudian mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah pascasarjana di Jepang.
Tahun 2002 ia berangkat ke Jepang. Setahun pertama di Negeri Sakura ia habiskan untuk belajar bahasa Jepang. Tahun 2003 ia mulai berkuliah di Nara Institute of Science and Technology (NAIST) hingga meraih gelar master pada 2005 dan langsung melanjutkan program doktoralnya di kampus yang sama hingga lulus tahun 2008.
Penemuan brilian Khoirul terkait prinsip dasar 4G, muncul pada paper tesis yang ia kerjakan.
Double Fourier Transform
ADVERTISEMENT
Paper penelitian tentang double square-waves Fourier Transform (DS-FT) dirampungkan Khoirul di bawah bimbingan profesornya di NAIST pada 2005.
“Saya patenkan tahun 2005 dan dapat penghargaan dari Amerika tahun 2006. Kemudian jadi standar International Telecommunication Union akhir tahun 2009,” cerita Khoirul.
Melalui makalahnya itu, Khoirul menjelaskan penemuannya terkait teknik transmisi wireless dengan dua buah fast Fourirer transform (FFT) pada transmitter dan receiver. Teknik ini memperoleh penghargaan dari IEEE Radio and Wireless Symposium (RWS) tahun 2006 di California dan menjadi standar International Telecommunication Union (ITU), ITU-R S.1878 and ITU-R S.2173.
Atas keberhasilan Khoirul itu, profesor pembimbing dan para koleganya merayakan peristiwa besar itu di laboratorium penelitian.
“Waktu dipatenkan, profesor saya sampai bilang, ‘Karena ini idenya Anwar, bagaimana kalau 80 persen Anwar, 20 persen saya. Atau kalau Anwar tidak setuju, ya udah Anwar 90 persen, saya 10 persen,’” tutur Khoirul mengingat pengaturan pembagian royalti hak paten temuan itu.
ADVERTISEMENT
Porsi pembagian royalti pun disepakati 80 persen untuk Khoirul Awar dan 20 persen untuk profesor yang membimbingnya.
Temuan Jadi Prinsip Dasar Teknologi 4G
Rezeki atas temuan double square-waves Fourier Transform (DS-FT) belum berhenti mengalir. Berikutnya, 4G menggunakan teknologi itu.
“Waktu itu saya nggak nyangka kalau 4G pakai double fourier transform. Kami sebagai peniliti kan murni ingin menyelesaikan suatu problem, Sampai sekarang begitu. Kalau di masa depan kemudian dijadikan standar internasional seperti itu, kadang-kadang (dianggap) sebagai hadiah saja.”
Berkat temuan itu, Khoirul mendapatkan royalti dari berbagai perusahaan yang memakai prinsip dasar double fourier transform.
“Klaim saya, teknologi yang memakai double fourier transform itu terkena semua, termasuk 4G. Jadi kalau dikatakan exactly temuan saya ini adalah teknologi 4G, ya nggak juga. Tapi dalam teknologi, ada yang namanya prinsip dasar. Nah, kalau misalkan dirunut, ya prinsip dasar itu adalah saya yang menemukan dan mengusulkan,” kata Khoirul
ADVERTISEMENT
Ayah empat orang anak itu menambahkan, “Jadi royalti tidak exactly dari perusahaan yang memproduksi 4G. Tapi dari perusahaan-perusahaan yang memakai prinsip dasar double fourier transform, itu membayar semua, termasuk Jepang karena waktu itu langsung dipakai oleh satelit Jepang. Sampai sekarang dipakai JSAT (Japan-Satelite) yang salah satu bisnisnya adalah Sky PerfectTV!.”
Royalti untuk Ibu
Royalti tentu saja membantu kehidupan Khoirul. Ia jadi bisa membiayai berbagai hal.
“Royalti yang pertama saya gunakan untuk pindah-pindah,” kata Khoirul.
Beberapa bulan setelah lulus dari NAIST di Nara, Khoirul bekerja sebagai associate professor di Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST) di Ishikawa.
“Jarak Nara ke Ishikawa itu sama dengan Jakarta-Yogya,” ujar dia.
“Nah, royalti kedua untuk Ibu dan yang berikutnya untuk macam-macam,” imbuhnya.
Khoirul Anwar bersama keluarga. (Foto: Dok. Khoirul Anwar)
zoom-in-whitePerbesar
Khoirul Anwar bersama keluarga. (Foto: Dok. Khoirul Anwar)
Pulang ke Indonesia
ADVERTISEMENT
Khoirul bekerja menjadi associate professor di JAIST hingga September 2016. September itu, ia memilih pulang ke Indonesia dan melanjutkan kiprahnya sebagai pengajar dan peneliti di Telkom University, Bandung.
Lelaki yang kini menjabat sebagai Direktur Center for Advanced Wireless Technologies (AdWiTech) di Telkom University itu bercerita sedikit soal penelitiannya saat ini.
“Kalau sekarang 5G sama 6G. Tapi 6G-nya lebih ke model dulu.”
Khoirul menjelaskan, ada 3 hal utama terkait definisi 5G. Pertama, kecepatannya sampai 20 gigabit per second (Gbps). Kedua, teknologi 5G harus mendukung telekomunikasi pada mesin.
“Kalau di 4G dan 3G kan telekomunikasi hanya untuk manusia. Kalau di 5G untuk benda, maksudnya bukan hanya untuk manusia. Makanya lahir banyak aplikasinya, misalnya internet of things atau iOT itu kan jadi telekomunikasi untuk benda,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Ketiga, ujar Khoirul, “Processing harus tepat. Jadi latensi sekitar 1 milisekon. Tapi untuk beberapa aplikasi harus kurang dari 1 milisekon, misalnya untuk self drive car, mobil yang bisa berjalan sendiri, itu harus kurang dari 1 milisekon. Kemudian untuk operasi jarak jauh itu juga harus kurang dari 1 milisekon.”
Dari ketiga kriteria untuk 5G tersebut, Khoirul kini sedang fokus meneliti dua yang terakhir. “Pertama, untuk mesin. Kedua untuk bisa mencapai latensi kurang dari 1 milisekon, perlu algoritma atau koding-koding tertentu.”
Usul Prinsip Dasar untuk Teknologi 5G
Telah banyak diberitakan, penggunaan teknologi 5G di seluruh dunia ditargetkan diterapkan pada 2020.
“Target di seluruh dunia pada September atau Oktober 2020 akan dipakai sistem 5G. Jadi sekarang dunia sedang berlomba memberikan algoritma terbaik,” kata Khoirul.
ADVERTISEMENT
Sejumlah kandidat prinsip dasar untuk teknologi 5G pun telah masuk radar para peneliti dunia. “Kandidatnya saat ini tetap seperti 4G, tapi dikasih antena, MIMO antenna. Itu nanti bisa mencapai 20 GB.”
“Yang kedua, modulasinya baru. Jadi cara pembentukan gelombangnya baru sehingga bisa 20 mencapai Gbps. Nah ide pembentukan gelombang ini, banyak sekali yang mengusulkan.”
Khoirul sendiri punya usul prinsip dasar baru untuk teknologi 5G, yakni Sparse Code Multiple Access (SCMA).
“Sekarang saya juga sedang membimbing mahasiswa S3 tentang SCMA ini,” kata Khoirul.
Khoirul, tampaknya, memang tak henti berinovasi.