Kata Dokter Jiwa soal Obat Psikotropika Dijual Bebas secara Online

8 Januari 2020 7:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Obat psikotropika yang dijual bebas secara online. Foto: Foto: via Instagram @nadhiranr
zoom-in-whitePerbesar
Obat psikotropika yang dijual bebas secara online. Foto: Foto: via Instagram @nadhiranr
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Maraknya obat depresi atau gangguan kecemasan yang dijual bebas di pasaran memang bukan praktik baru. Belakangan, penjualan obat yang tergolong psikotropika tersebut juga merambah ke beberapa situs belanja online alias e-commerce yang ada di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Psikiater dari Klinik Psikomatik RS Omni, Tangerang, dr. Andri, SpKJ, FACLP bahkan telah membaca tren penjualan obat psikotropika secara online sejak lebih dari satu dekade silam. Sebelum kemunculan e-commerce, kata dia, obat psikotropika mudah dijumpai di sejumlah situs web dan blog.
Ilustrasi obat-obatan. Foto: Shutter Stock
“Sejak tahun 1999, agak sulit menemukan obat (psikotropika) secara bebas di apotek,” terang dr. Andri saat dihubungi kumparanSAINS, Senin (7/1). “Karena sulit, maka penjual-penjual online sering kali bandel menjual obat-obatan seperti itu, ditambah lagi dengan kemunculan marketplace saat ini.”
dr. Andri menjelaskan, obat golongan psikotropika merupakan jenis obat-obatan yang digunakan dalam praktik klinik psikiatri untuk mengatasi gangguan kecemasan, depresi, skizofrenia, dan masalah yang berkaitan dengan psikomatik lambung. Itu sebabnya ia mengingatkan, penggunaan obat-obatan tersebut harus dengan resep dan pengawasan dokter.
Ilustrasi depresi. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Namun pada kenyataannya, masyarakat kini tak sulit menemukan obat-obatan seperti diazepam, haloperidol, amitriptilin, dan braxidin di sejumlah marketplace ternama. Hal ini tak pelak menimbulkan keresahan di kalangan dokter jiwa maupun masyarakat, sekalipun penggunaannya semata-mata untuk alasan medis.
ADVERTISEMENT
“Contohnya diazepam, obat ini masuk golongan benzodiazepin yang biasanya digunakan sebagai obat penenang atau anti kejang. Obat ini sebenarnya berguna untuk anak-anak yang kejang, biasanya selalu sedia di rumah kalau punya anak,” terangnya. “Tapi diberikan atas indikasi, tidak boleh sembarangan. Jadi diberikan oleh dokter.”
Sedangkan haloperidol, dr. Andri menjelaskan obat ini termasuk obat antipsikotik yang biasanya digunakan untuk mengatasi skizofrenia. Penggunaannya pun harus diresepkan khususnya oleh dokter jiwa karena dengan dosis yang beragam sesuai kebutuhan pasien.
Dibandingkan membeli obat-obatan psikotropika yang dijual bebas tanpa resep dokter, dr. Andri menyarankan agar masyarakat mengunjungi dokter untuk berkonsultasi terlebih dahulu. Sebab menurut dia, tak sulit untuk mendapatkan amitriptilin atau haloperidol yang tergolong obat generik. dr. Andri mengungkapkan bahwa obat-obatan tersebut bisa diperoleh dengan harga yang terjangkau di fasilitas kesehatan seperti RSUD.
Ilustrasi obat-obatan. Foto: Shutter Stock
“Harganya murah dan ditanggung oleh BPJS juga. Seharusnya tidak masalah untuk diterima dari pasien-pasien yang berkunjung ke dokter-dokter di RSUD,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Penggunaan obat-obatan psikotropika dengan resep dan pengawasan dokter ini untuk mencegah obat-obatan tersebut disalahgunakan. Belum lagi jika mengingat efek samping yang bisa ditimbulkan.
“Beberapa obat (psikotropika) jika dikonsumsi tanpa petunjuk dokter dapat menimbulkan ketergantungan.” jelas dr. Jiemi Ardian SpKJ, Psikiater RS Siloam Bogor, saat dihubungi kumparanSAINS, Senin (6/1). “Itu artinya, akan menimbulkan persoalan baru dari masalah kejiwaan yang sudah ada.”
dr. Jiemi menambahkan, jika obat tidak dikonsumsi dengan pengawasan dokter, akan timbul berbagai efek samping seperti rasa tidak nyaman, mengantuk, risiko terjatuh, gangguan irama jantung, hingga rusaknya anatomi tidur.