Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu saja, riset sebelumnya juga mengaitkan polusi udara dengan lonjakan kasus penyakit mental, psikotik, dan kondisi neurologis seperti gangguan bipolar.
Tim peneliti dari University College London (UCL) dan King’s College baru-baru ini menelusuri lebih jauh dampak polusi udara terhadap kejiwaan manusia. Peneliti menganalisis data dari 16 negara untuk memeriksa bukti adanya hubungan antara polusi udara dengan lima masalah kesehatan mental: depresi, kecemasan, bipolar, psikosis, dan bunuh diri, seperti dikutip IFL Science.
Sebagai informasi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan kualitas udara yang baik adalah saat level partikel halus alias PM 2,5 tidak lebih dari 10 mikrogram per meter persegi (μg/m3). PM 2,5 merupakan partikel udara yang demikian kecil hingga dapat menembus masker yang kita pakai.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, banyak kota-kota besar di dunia seperti New York, London, Delhi, dan Beijing, yang memiliki tingkat polusi udara jauh di atas batas aman 10 μg/m3. Di New Delhi, misalnya, level PM 2,5 telah mencapai 114 μg/m3. Bagaimana dengan Jakarta? AirVisual.com mencatat tingkat partikel PM 2,5 di ibu kota Indonesia ini pernah menyentuh angka 63,1 10 μg/m3.
Penelitian gabungan dari UCL dan King’s College menemukan peningkatan partikel PM 2,5 yang berada di atas 10 μg/m3 dalam waktu lama dapat meningkatkan risiko depresi hingga 10 persen.
Selain depresi, peneliti juga menemukan partikel PM 2,5 berindikasi menyebabkan kecemasan. Tak hanya itu, yang lebih mencengangkan, partikel kasar alias PM 10--partikel polusi yang lebih besar seperti debu dan asap, bahkan dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Untuk lebih rinci, temuan ini menunjukkan bahwa jika seseorang terpapar partikel PM 10 selama tiga hari, risiko bunuh diri bisa naik 2 persen untuk setiap peningkatan partikel kasar ini.
Kendati begitu, para peneliti percaya risiko depresi bisa turun 2,5 persen, jika tingkat polusi kembali ke batas aman.
“Temuan kami sesuai dengan penelitian lain yang telah keluar tahun ini, dengan bukti lebih lanjut pada anak muda dan dalam kondisi kesehatan mental lainnya,” kata salah satu peneliti, Dr Joseph Hayes, dari UCL.
“Sementara kami belum dapat mengatakan bahwa hubungan ini adalah kausal, (namun) bukti sangat menunjukkan bahwa polusi udara itu sendiri meningkatkan risiko hasil kesehatan mental yang merugikan.”
Ia menekankan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap hubungan yang tepat antara polusi udara dan kesehatan mental. Namun hasil penelitian baru ini dapat menambah bukti adanya risiko serius akibat kualitas udara yang buruk.
ADVERTISEMENT