Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat Indonesia tengah disibukkan dengan serbuan laron yang mengerumuni rumah-rumah mereka. Ada yang masuk ke ruangan, ada yang hanya berkumpul di teras sembari mengerumuni lampu, ada juga yang bertebaran di lampu-lampu jalan.
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian orang, kerumunan laron ini dianggap mengganggu, walau sebenarnya fenomena ini sudah biasa terjadi di musim hujan. Tak jarang mereka harus membersihkan sayap dan tubuh laron yang berserakan ketika pagi tiba. Bahkan, saat laron masih menjadi rayap, hewan ini juga sering merusak kayu dan dianggap sebagai serangga merugikan.
Namun, keberadaan rayap tak sepenuhnya merugikan. Karena rayap dalam bentuk laron atau rayap dari kasta reproduktif, sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan, terutama dijadikan rempeyek atau sangrai laron oleh masyarakat Jawa. Ini tak lain karena laron disebut sebagai sumber protein hewani.
Dalam skripsi yang ditulis Hasan Yasin, berjudul “Pembuatan Pekatan Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynocephalus” dikatakan bahwa laron juga sering dijadikan makanan oleh masyarakat pedalaman Afrika. Hal ini berkaitan dengan tingginya kandungan protein dalam tubuh laron .
ADVERTISEMENT
Dalam penelitiannya, Hasan menjabarkan hasil analisis terhadap laron sangrai yang dijual di pasar Leopoldville, Kongo. Nilai kalori yang dihasilkan dari laron sangrai adalah 560 kal/100 gram.
Adapun komposisi kandungan kimia laron sangrai dirincikan sebagai berikut:
Dalam penelitian lain, yakni sebuah tesis berjudul “Pemaknaan Koleksi Serangga Museum Zoologicum Bogoriense dari Sudut Pandang Ethno-Entomologi” yang ditulis oleh M. Rofik Sofyan, mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia, laron diklasifikasikan dalam spesies serangga yang kaya akan protein.
ADVERTISEMENT
Di daerah Madiun, Jawa Timur, laron dimakan dengan cara digoreng atau dibikin peyek. Sebelum digoreng, laron-laron itu dibersihkan sayapnya dan dicuci di dalam air.
Masyarakat di sana biasanya menangkap laron dengan menggunakan lampu minyak. Kemudian di sekitar lampu tersebut ditaruh baskom atau ember berisi air. Air di dalam ember atau baskom akan memantulkan cahaya dari lampu minyak, yang kemudian memicu laron mendekati sumber air. Mereka akan terperangkap di sana.
Kegiatan ini biasanya dilakukan di malam hari saat awal musim hujan tiba. Karena saat itulah laron akan keluar dalam jumlah banyak, terbang mencari sumber cahaya untuk menghangatkan tubuh dan kawin, guna membuat koloni baru. Mereka yang gagal mendapatkan pasangan dan menjomblo akan mati di keesokan harinya.
ADVERTISEMENT
Jadi, apakah kamu berani mencoba mencicipi laron yang kaya protein ini?