LIPI: Mencari Ulang Tahun Gempa Itu Penting

8 Oktober 2018 12:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
KM. Sabuk Nusantara milik Dishub terdampar di pesisir pantai pasca gempa bumi dan tsunami di Kab. Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
KM. Sabuk Nusantara milik Dishub terdampar di pesisir pantai pasca gempa bumi dan tsunami di Kab. Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Meski tak bisa dipastikan dengan tepat kapan gempa bumi tiba, para peneliti mencoba memahami karakter dan siklus sumber gempa. Mudrik Rahmawan Daryono, peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, menyatakan bahwa gempa bumi itu tidak terjadi secara acak.
ADVERTISEMENT
“Gempa bumi itu punya periode berulang,” ujar Mudrik ketika ditemui kumparan di Kompleks LIPI, Bandung, Kamis (4/10). Periode ulang tahun gempa itu dipelajari melalui paleoseismologi, metode yang mempelajari gempa bumi melalui data lapisan tanah dan analisis struktur tektoniknya.
Menggunakan metode ini, Mudrik beserta tim mencari bukti-bukti sejarah gempa bumi. Salah satunya di area Segmen Saluki, bagian dari Sesar Palu-Koro yang menjadi sumber gempa dan tsunami yang menerjang Palu, Donggala, dan Sigi akhir September lalu.
Sejak 2012, rasa waswas menyelimutinya ketika ia menemukan gempa di Palu dan Sigi berkekuatan 6,2 magnitudo di tahun itu serupa dengan gempa tahun 1907 yang tengah ia teliti. Dalam penelitiannya itu, ia juga menemukan gempa kelas 6-7 M dengan interval 130 tahun.
ADVERTISEMENT
“Jadi pertama 1907, kemudian 1909 gempa yang gedenya. Gempa 2012 itu identik sama gempa 1907. Jadi saya khawatir main fault-nya, sesar utamanya bergerak juga dalam waktu yang dekat,” tutur Mudrik.
Jadi bagaimana metode yang dilakukan untuk dilakukan untuk mencari periode ulang tahun gempa? Berikut petikan perbincangan kami bersamanya.
Episenter Sumber Tsunami di Sulawesi Tengah (Foto: Katalog Tsunami 416-2017, BMKG)
zoom-in-whitePerbesar
Episenter Sumber Tsunami di Sulawesi Tengah (Foto: Katalog Tsunami 416-2017, BMKG)
Bagaimana awal penelitian Anda tentang Sesar Lembang?
Jadi semua itu berangkat dari ketidakpercayaan bahwa sesar ini aktif atau enggak, itu pertanyaan awal dulu. Kalau aktif, kita harus bisa membuktikan bahwa dia itu pernah bergerak dalam kurun waktu 11.500 tahun yang lalu. Itu definisi sesar aktif.
Jadi kalau dalam waktu 11.500 tahun yang lalu itu dia pernah bergerak, dia sudah pasti sebagai sesar aktif.
ADVERTISEMENT
Di Lembang ini catatan sejarahnya enggak ada. Satu-satunya jalan yang kami lakukan itu adalah mempelajari kejadian gempa tuanya dari rekaman geologi. Mau enggak mau harus paleoseismologi.
Pertama yang harus dipelajari itu mencari jalur sesar aktifnya. Datanya bisa dari citra satelit, bisa survei pesawat. Semakin tinggi resolusinya semakin, maka kita akan mendapatkan bukti gambarannya dengan jelas.
Jadi, apa yang kami pelajari dalam paleoseismologi itu, itu adalah mempelajari jalur ini, jadi di sini ada namanya gawir sesar. Di sini ada sungai yang tiba-tiba bergeser, ada danau-danau kecil terbentuk karena dia terbendung akibat pergeseran tektonik sesar aktif. Itu yang saya pelajari
Setelah kita sudah temukan jalur sesar aktifnya itu, kita melakukan uji paritan. Kita datang ke lapangan, kita gali di jalur yang jelas ini, lalu kita mempelajari lapisan-lapisan tanahnya itu dengan hati-hati. Kemudian kita ambil salah satu sampelnya, kita kirim untuk diteliti berapa umur karbonnya itu. Sehingga kita bisa merekonstruksikan kejadian gempa bumi tua yang pernah terjadi dan kapan terjadinya.
ADVERTISEMENT
Sesar aktif itu menghasilkan gempa bumi dan dia akan berulang di lokasi yang sama pula. Jadi ketika kita sudah tahu sesar aktifnya, dia mesti bergerak lagi di lokasi itu, dia enggak akan pindah-pindah kecuali ada sesuatu.
Kemudian jalur-jalur ini, dia punya periode ulang yang berbeda-beda sesarnya. Bahasa awamnya adalah ulang tahun gempa bumi. Nah ulang tahun gempa bumi ini yang berbeda-beda.
Jadi sesar aktif itu akan memiliki periode ulang atau ulang tahun gempa buminya di lokasi yang sama. Kemudian salah satu goal dari penelitian paleoseismologi ini adalah memahami karakteristik, kebiasaan dari sesar-sesar itu tuh seperti apa.
Hal yang pertama kita lakukan itu adalah pemetaan rinci Sesar Lembang menggunakan citra satelit yang sangat luar biasa. Ini dibantu oleh pemerintah Australia melalui IFDR. Ini namanya data lidar, resolusinya sangat tinggi. Kemudian kita bisa memetakan dengan jelas ini sesarnya.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan selanjutnya adalah kapan terakhir pernah gempa? Karena catatan sejarahnya enggak ada, apa yang kami lakukan? Kami melakukan uji paritan. Jadi kita gali, kita sudah menggali di dua tempat, satu di Batu Lonceng, satunya di tengah di Panyairan.
Kajian BMKG soal Sesar Lembang (Foto: Dok. BMKG)
zoom-in-whitePerbesar
Kajian BMKG soal Sesar Lembang (Foto: Dok. BMKG)
Di dua tempat itu kita menemukan dua kejadian gempa bumi tua, sekitar abad ke 15 dan satunya tahun 60 sebelum masehi. Tapi ada indikasi ada kejadian gempa yang lain lagi yang terlewatkan. Jadi kita perlu penelitian lebih dalam lagi. Kalau ini kan kita enggak tahu intervalnya berapa, jadi kita perlu menggali lebih besar lagi.
Tapi kalau dari sisi ancaman, kita sudah bisa memastikan bahwa jalur Sesar Lembang ini adalah sesar aktif. Dari dimensinya ini panjangnya 29 km, maka berpotensi menghasilkan gempa bumi sekitar 6,5 sampai 7 magnitudo.
ADVERTISEMENT
Tapi itu semua tergantung dari kebiasaan si sesar aktif ini, jika semuanya bergerak sekaligus, magnitudonya sekitar segitu. Tapi kalau dia ternyata bergerak terpisah-pisah, berarti kan jauh lebih kecil. Kita belum bisa menjawab sampai ke arah sana.
Bagaimana dengan Sesar Palu-Koro di Sulawesi Tengah?
Saya nggak tahu banyak. Kita cuman punya satu data yang bagus, gempa bumi 1909 dan magnitudonya kelas 7. Hal yang menarik lagi, saya dapat catatan salah satu laporan tua dari Belanda, ditulis oleh Abendanon. Bukunya itu tahun 1917 dan dia adalah pelaku sejarah kejadian gempa 1909.
ADVERTISEMENT
Dia menceritakan bahwa sebelum 1909 itu terjadi gempa bumi besar dua tahun sebelumnya, gempa 1907. Ketika saya melakukan penelitian di Palu itu terjadi gempa bumi tahun 2012. Kami teliti dan berkesimpulan bahwa gempa tahun 2012 itu identik dengan gempa 1907.
Jadi pertama 1907, kemudian 1909 gempa yang gedenya. Gempa 2012 itu identik sama gempa 1907. Jadi saya khawatir main fault-nya, sesar utamanya bergerak juga dalam waktu yang dekat. Ternyata 2014 tidak terjadi gempa, tapi tahu-tahu kejadian di 2018 ini.
Warga melintasi jalanan yang rusak akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR), di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Warga melintasi jalanan yang rusak akibat gempa 7,4 pada skala richter (SR), di kawasan Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Anda sempat mengatakan adanya siklus 130 tahun untuk Segmen Saluki di Sesar Palu-Koro ini? Bagaimana metodenya?
Jadi Sesar Palu-Koro itu kan terdiri dari lima segmen yang ada di darat: Palu, Saluki, Muai, dan Melowi. Dari penelitian kita, kita tahu ada pergeseran Sungai Muara Saluki itu jelas banget, 500 meter.
ADVERTISEMENT
Muara Sungai Saluki itu berbelok ke arah kiri. Kita bisa hitung nih, ‘oh ternyata dia bergeser 510 meter’. Jadi kita udah pastiin ini udah sesar aktif. Terus kemudian, apa yang kami kejar selanjutnya, kita mencari gempa bumi yang terakhir.
Di kota kecil ini kita lakukan survei topografi. Ketika kita mapping lebih detail, di situ kita menemukan bentukan sungai kecil. Sungai kecil itu ada pembelokan juga, sekitar 5,5 meter. Jadi itu artinya kan pernah gempa dan dia menggeserkan sungai sejauh 5,5 meter. Lalu kami gali pas di jalur sesarnya, kemudian kita pelajari lapisan-lapisan tanahnya ini.
Begitu kita pelajari lapisan tanahnya, kita bisa tahu bahwa terakhir pernah gempa itu 1909. Terus kemudian ada dua kejadian gempa bumi yang lebih tuanya, lima tepatnya. Tapi kita baru bisa berhasil mengidentifikasi umurnya itu dua kejadian.
ADVERTISEMENT
Terus kemudian dari dua kejadian gempa ini ada selisih waktu 130 tahun. Jadi 130 tahun ini masih kasar sekali. Saya nggak bisa memastikan. Kalau kita lebih konklusif, lebih yakin itu, ketika kita bisa punya 3 jeda kejadian gempa minimal.
Kita baru punya satu jeda. Ini pun kita nggak tahu apakah eror dari penanggalan, analisis penanggalannya, atau bagaimana. Kita masih belum tahu. Angka 130 tahun itu adalah indikasi. Kita belum berkesimpulan dengan bagus.
Idealnya, satu paritan kayak gini tuh harusnya sekitar puluhan lah, mungkin 30-60 sampel yang kita analisis. Tapi kita punya dananya cuma untuk 4 sampel. Itu makanya saya nggak berani percaya diri dengan angka 130 tahun. Salah satunya karena itu.
ADVERTISEMENT
Kalau di luar negeri itu mereka menggunakan ekskavator, ukurannya belasan meter, dalemnya beberapa meter. Kalau ini kan kita menggunakan cangkul. Kita cangkul, dalam dua meter.
Sejarah Tsunami Jawa (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sejarah Tsunami Jawa (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Kalau sejarah gempa di Jawa, pernah terjadi gempa besar?
Tsunami besar di megathrust Jawa. Itu di subduksi, jalur penunjaman. Penunjaman kan sampai ke jawa.
Subduksi itu ada jalurnya, dari barat Sumatera kemudian selatan Jawa. Lalu di utaranya Sulawesi, kemudian menyambung sampai ke Filiphina. Kemudian ada juga yang di utaranya Papua, di kepala burungnya itu, nyambung ke Halmahera.
Potensi gempa besar di Jawa?
Jawaban pertama yang harus kita ketahui adalah, kapan terakhir gempa. Di sini nggak ada catatannya kapan terakhir kali gempa kecuali ceritanya Sangkuriang.
ADVERTISEMENT
Saya menduga bahwa ceritanya Sangkuriang itu sebenarnya menceritakan tentang fenomena gempa bumi itu. Di situ kan diceritakan dia memotong pohon, kemudian pohonnya ditumbangkan untuk membuat kapal.
Terus kemudian dia bilang, tumbangnya itu ke arah barat timur. Kemudian tunggulnya itu di Bukit Tunggul, rantingnya itu di Burangrang. Jadi kalau sesarnya itu kelihatan lurus, pas bagian di sini kan belok, jadi kan banyak retakan-retakan, banyak belokan.
Kemudian peristiwanya terjadi dalam satu malam. Dia bilang prosesnya itu, terciptalah danau-danau. Kalau sesar ini bergerak, terus kemudian terjadi gempa bumi itu. Sisi utara itu akan bergeser sedikit itu. Efeknya adalah sungai-sungai kecil di sisi utara itu akan terbendung sehingga dia akan membentuk danau-danau kecil yang instan dalam satu malam.
ADVERTISEMENT
Akhirnya aku kejar si umur dari catatan sejarahnya si cerita Sangkuriang itu. Ternyata catatan yang tertua itu dia nyatetin, catetannya Pujangga Manik. Dia mencatat bahwa dia mengunjungi Tanah Legenda Sangkuriang.
Catatan sejarahnya itu bercerita bahwa pelayaran dari Surabaya masih pelayaran dari Kesultanan Malaka. Malaka kan dijajah sama Portugis kan abad ke 15 awal. Jadi ini bisa dipastikan bahwa tulisannya ini tuh tidak lebih muda dari tahun 1411 itu.
Peta Gempa. (Foto: Dok. BMKG)
zoom-in-whitePerbesar
Peta Gempa. (Foto: Dok. BMKG)
Sesar aktif yang aktivitasnya tergolong tinggi di mana aja?
Secara prinsip itu semuanya tinggi, dalam artian untuk kewaspadaan itu tinggi. Tapi yang membedakan itu adalah kecepatan gesernya.
Kalau dari sisi kecepatan gesernya, Jawa itu paling lambat bergeraknya. Sumatera relatif sekitar 15 mm per tahun, Jawa 3mm per tahun, Sulawesi 40 mm per tahun.
ADVERTISEMENT
Kalau dari sisi mitigasi, semuanya sama. Kita enggak tahu kapan akan terjadi gempa duluan di sini atau di sini. Jadi kalau dari sisi mitigasi semuanya sama, berbahaya semua.
Wilayah mana saja yang pernah menghasilkan gempa besar?
Semuanya pernah menghasilkan. Sumatera pernah menghasilkan gempa magnitudo 7. Di Jawa belum tahu detailnya, karena banyak sejarah yang belum kita pahami. Berdasar catatan sejarah jelas pernah terjadi gempa bumi, tetapi kita belum bisa konklusif dengan baik bahwa ini magnitudo gempanya angka sekian.
Kearifan Lokal Indonesia dan Mitigasi Bencana (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kearifan Lokal Indonesia dan Mitigasi Bencana (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Apakah gempa di wilayah timur lebih kuat daripada di wilayah barat?
Powerful itu kan tergantung dari sistem kopling dan fault-nya. Jadi kalau kecepatan gesernya kan memang beda-beda, tapi bukan berarti di sana itu gempanya lebih banyak. Cuma frekuensinya saja lebih sering terjadi.
ADVERTISEMENT
Kalau siklus di sana itu mungkin 130 tahun atau 100 tahun. Di Jawa ini mungkin bisa 600 atau 800 tahun. Di Sumatera bisa sekitar 300 tahun. Itu yang membedakan.
Tapi kalau magnitudo gempanya, ya sama aja. Kecuali megathrust. Kalau megathrust itu miring, jadi luasan bidangnya itu jauh lebih luas. Sehingga bisa menghasilkan gempa bumi yang lebih besar.
Bagaimana potensi gempa di Jakarta?
Jakarta itu masalah lain lagi. Kita harus meneliti lebih serius. Itu masalah besar karena ada salah satu ancaman. Salah satu penelitiannya Koulali, peneliti dari Australian National Unversity, dia menghitung dari data GPS, tektoniknya itu. Dia tahu bahwa harusnya di Pantai Utara Jawa itu ada budget tektoknik. Sliprate (kecepatan gerak) itu sekitar 5mm per tahun.
ADVERTISEMENT
Ini kan diakomodir oleh sesar aktif kan. Sesar aktifnya kita udah ketemu, namanya Baribis-Kendeng Fault itu. Tapi masih indikasi. Jadi masih perlu dibuktikan. Kalaupun ada, di mana, kecepatannya berapa, kapan terakhir gempa. Jadi itu harus kita teliti.
Siapa yang melakukan penelitian, siapa yang mendanai juga, kan gitu. Karena kita belum punya dananya.
Sejumlah alat berat menyingkirkan reruntuhan gedung Rumah Sakit Anutapura yang rubuh dan amblas di Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah alat berat menyingkirkan reruntuhan gedung Rumah Sakit Anutapura yang rubuh dan amblas di Palu, Sulawesi Tengah. (Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
------------------------
Ikuti laporan mendalam Negeri Seribu Gempa di Liputan Khusus kumparan.