Mengenal Kebiri Kimia, Vonis Hakim untuk Pemerkosa Anak di Mojokerto

26 Agustus 2019 17:35 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hukuman kebiri. Foto: derneuemann via pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hukuman kebiri. Foto: derneuemann via pixabay
ADVERTISEMENT
Untuk pertama kalinya, hukuman kebiri kimia akan dilakukan di Indonesia. Hukuman itu dijatuhkan kepada Aris (20), pelaku pemerkosa sembilan anak di wilayah Kabupaten dan Kota Mojokerto.
ADVERTISEMENT
Pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, itu terbukti bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Aris divonis oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto dengan hukuman 12 tahun penjara dan hukuman tambahan berupa kebiri kimia. Lalu pemuda yang bekerja sebagai tukang las itu sempat mengajukan banding. Namun akhirnya, majelis hakim di Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menjatuhkan vonis yang memperkuat putusan PN Mojokerto.
Berdasarkan putusan PT Surabaya, putusan kebiri kimia dan pidana 12 tahun kurungan terhadap Aris sudah inkrah. “Putusannya sudah inkrah. Kami segera melakukan eksekusi. Untuk wilayah Mojokerto, ini yang pertama kali. Kalau untuk pidana kurungannya sudah bisa dilakukan eksekusi. Namun untuk kebiri kimia, kami masih mencari rumah sakit yang bisa,” ungkap Nugroho Wisnu, Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, seperti dikutip dari BeritaJatim, Senin (26/8).
Terdakwa saat di-release Polres Mojokerto Kota beberapa waktu lalu. Foto: misti/beritajatim
Lalu, apa hukuman kebiri kimia itu? Dan bagaimana hukuman kebiri kimia dilakukan?
ADVERTISEMENT
Sejarah mencatat, Amerika Serikat dan Kanada merupakan dua negara yang paling pertama melakukan praktik pengebirian kimia guna mengurangi fantasi seks dan impuls seksual pada pelaku kejahatan seksual. Kebiri kimia pertama kali dilakukan pada tahun 1944.
Pada tahun 2011, Korea menjadi negara pertama di Asia yang memperkenalkan pengebirian kimia pada pelaku kejahatan seksual. Mereka menerapkan hukuman itu kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur, dengan usia kurang dari 16 tahun. Bahkan, seruan untuk dilakukan pengebirian kimia semakin meningkat setelah serangkaian pelanggaran seksual terjadi pada wanita dan anak-anak.
Pengebirian kimia sendiri dilakukan dengan cara menggunakan obat-obatan hormonal anti-androgen, seperti diethylstilbestrol, medroxyprogesterone acetate, dan cyproterone acetate. Androgen sendiri adalah kumpulan hormon yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan organ reproduksi atau organ seksual pria. Androgen yang paling aktif dan dominan adalah testosteron. Pada pria, testosteron diproduksi oleh testis.
ADVERTISEMENT
Ketika obat-obatan itu diberikan, maka otomatis kadar testosteron yang diproduksi oleh testis seorang pria akan menurun. Testosteron sendiri adalah hormon utama di dalam tubuh seseorang yang terkait dengan libido dan fungsi seksual.
Sebuah makalah yang diterbitkan di Journal of Korean Medical Science menjelaskan, beberapa hasil penelitian telah melaporkan bahwa para pelaku kekerasan seksual memiliki tingkat androgen yang lebih tinggi daripada orang-orang biasa lainnya. Kadar androgen ini berkorelasi positif dengan kekerasan dan tingkat keparahan agresi seksual seseorang.
Obat-obatan yang digunakan dalam kebiri kimia berperan besar dalam mengurangi jumlah testosteron yang dihasilkan dalam testis dan menekan dorongan seksual tanpa menghilangkan kemampuan seseorang untuk berhubungan seks. Dalam artian, pria yang dikebiri secara kimia masih bisa melakukan hubungan seks, hanya saja keinginan mereka untuk melakukan hubungan seks itu sangat kecil.
ADVERTISEMENT
Beberapa hasil penelitian mengenai pengebirian kimia untuk pelaku kejahatan seksual telah mencatat adanya penurunan dramatis pada tingkat kekambuhan seorang pelaku kekerasan seksual yang dihukum dengan kebiri kimia. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, sebagaimana dipaparkan di situs National Youth Leadership Network, tingkat residivisme untuk pelaku kekerasan seksual yang dihukum dengan kebiri kimia hanya sekitar 2 persen, jauh lebih kecil dibandingkan tingkat kekambuhan pelaku kekerasan seksual tanpa hukuman kebiri kimia yang sebesar 40 persen.
Hukuman kebiri sendiri sebenarnya memiliki dua jenis prosedur yang berbeda, yaitu dengan kebiri fisik dan kebiri kimia. Tidak seperti kebiri fisik, yakni testis seorang pria benar-benar dipotong atau dengan kata lain kebiri ini bersifat permanen, efek kebiri kimia ini dapat hilang dari waktu ke waktu seiring dengan berhentinya pemberian obat-obatan kimia guna pengebirian untuk orang tersebut.
ADVERTISEMENT