Peneliti Temukan Saluran Pembuangan ‘Limbah Otak’ Pemicu Demensia

30 Juli 2019 20:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi demensia. Foto: Pixabay
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memproyeksikan jumlah penderita demensia secara global akan melonjak menjadi 152 juta pada tahun 2050. Penyakit yang disebabkan oleh kerusakan pada sel-sel saraf otak ini umumnya menyerang orang-orang lansia yang berumur di atas 65 tahun. Namun begitu, demensia juga bisa menimpa orang-orang berusia produktif yang biasanya disebabkan oleh faktor genetik.
ADVERTISEMENT
Demensia sendiri adalah sindrom yang berkaitan dengan penurunan kemampuan fungsi otak, seperti berkurangnya daya ingat, menurunnya kemampuan berpikir, memahami sesuatu, melakukan pertimbangan, dan memahami bahasa, serta menurunnya kecerdasan mental. Kini para peneliti di seluruh dunia sedang berupaya melakukan sejumlah terobosan medis agar dapat mengurangi penderitaan para pengidap demensia.
Ilustrasi otak manusia. Foto: pixabay/TheDigitalArtist
Salah satu caranya adalah dengan membersihkan “limbah otak” yang bisa menimbulkan gangguan fungsi otak sehingga memicu penyakit demensia. Limbah yang dimaksud adalah berbagai zat kimia berbahaya sisa metabolisme tubuh.
Dr. Koh Gou-young, Direktur Center for Vascular Research di Institute for Basic Science di Korea Selatan, beserta timnya berhasil menemukan sebuah sistem pembuangan “limbah” otak melalui pembuluh limfatik meningeal. Dalam laporan hasil penelitian mereka yang telah diterbitkan jurnal ilmiah internasional Nature, dijelaskan bahwa pembuluh limfatik meningeal berada di bagian bawah otak.
ADVERTISEMENT
Pembuluh limfatik sendiri merupakan bagian dari sistem limfatik yang berfungsi membersihkan tubuh manusia dari racun dan mikroorganisme jahat. Sementara meninges adalah sistem membran yang melindungi sistem saraf pusat. Sistem membran ini terbagi atas tiga membran, yakni duramater, arachnoid, dan piameter. Fungsi utamanya untuk mencegah patogen seperti virus, bakteri, hingga jamur masuk ke jaringan otak.
Ilustrasi tikus. Foto: jarleeknes via Pixabay
Temuan dalam riset ini didapat setelah para peneliti melakukan percobaan pada tikus. Dalam riset ini para peneliti menyuntikkan bahan fluoresens --zat yang mampu menyerap sinar atau radiasi elektromagnetik-- ke dalam cairan serebrospinal tikus. Serebrospinal sendiri adalah sejenis cairan tubuh yang menempati ruang subarachnoid dan sistem ventrikel yang menyelimuti otak dan sumsum tulang belakang.
Dalam riset ini para peneliti ingin melacak rute pelepasan cairan serebrospinal. Dengan menggunakan metode pencitraan resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging/MRI), tim peneliti hendak melacak alur pembuangan “limbah otak” hasil metabolisme yang bercampur dengan cairan tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia medis, MRI biasa digunakan sebagai metode mendeteksi tumor dan kista pada tubuh manusia. Caranya dengan mengambil gambar detail organ dari berbagai sudut dengan memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio. Adapun dalam riset ini, MRI digunakan agar bahan fluoresens yang dimasukkan ke cairan serebrospinal terlihat menyala sehingga pergerakan cairan serebrospinal bisa teramati.
Dari hasil penelitian ini, tim peneliti menyimpulkan bahwa sisa metabolisme yang terakumulasi di dalam otak dikeluarkan melalui pembuluh limfatik yang terletak di bagian bawah otak. Temuan ini sekaligus mematahkan hasil riset sebelumnya yang menyebut lapisan arachnoid di bagian atas otaklah yang menjadi saluran pembuangan utama “limbah otak” yang menjadi pemicu penyakit demensia.
Dr. Koh optimis, apabila penelitiannya ini terus dikembangkan, bukan tak mungkin dunia medis akan segera menemukan cara yang tepat untuk mengobati penyakit degeneratif selain demensia. “Jika obat untuk meningkatkan fungsi pembuluh limfatik sebagai saluran utama pembuangan limbah otak terus dikembangkan, maka penyakit degeneratif bisa disembuhkan,” ungkapnya seperti dilansir situs berita Korea Selatan The Dong-a Ilbo.
ADVERTISEMENT