Peneliti Ungkap Temuan Baru Penyebab Tsunami Selat Sunda 2018

17 Desember 2019 14:58 WIB
comment
13
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Data yang diberikan BNPB terkait bencana tsunami di Selat Sunda. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Data yang diberikan BNPB terkait bencana tsunami di Selat Sunda. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Hampir setahun pasca-tsunami senyap menghantam Selat Sunda pada 22 Desember 2018 lalu. Penelitian terkait bencana itu terus dilakukan dan kini hasil riset terbaru mengungkap penyebab gelombang laut menggulung bibir Pantai Anyer kala itu.
ADVERTISEMENT
Studi terbaru itu digagas oleh Prof. David Tappin dari British Geological Survey. Tappin bersama timnya mencoba merambah ranah penelitian yang selama ini belum terjamah oleh ilmuwan lainnya untuk mencari tahu penyebab amukan tsunami Selat Sunda yang menewaskan 430 jiwa.
Gambar dari udara kondisi Anak Gunung Krakatau. Foto: Dicky Adam Sidiq/kumparan
Para ilmuwan asal Inggris itu melakukan pemetaan dasar laut dengan memanfaatkan teknologi batimetri. Riset mulai dilakukan pertengahan 2019 lalu. Hasil temuannya kemudian dipresentasikan dalam Pertemuan Musim Gugur Persatuan Geofisika Amerika yang dihelat di San Francisco baru-baru ini.
Seperti diketahui sebelumnya, Gunung Anak Krakatau disebut-sebut paling bertanggung jawab atas tsunami yang menghantam pesisir Banten dan Lampung pada Desember tahun lalu. Meski begitu, belum ada penjelasan pasti tentang bagaimana tsunami itu terjadi.
Nah, dasar riset Tappin dan tim kemudian berangkat dari celah tersebut. Melalui risetnya yang menaruh fokus pada analisis medan dasar laut, mereka berhasil memetakan bongkahan-bongkahan batu raksasa akibat letusan gunung berapi Anak Krakatau. Tappin menjelaskan bongkahan-bongkahan batu raksasa itu meluncur ke lautan hingga akhirnya memicu terjadinya tsunami. Menurut laporan BBC, bongkahan-bongkahan tersebut mencapai ketinggian 70 hingga 90 meter.
Warga membakar puing bangunan yang rusak akibat gelombang tsunami di Way Muli, Rajabasa, Lampung Selatan, Rabu (2/1). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
“Dari survei kelautan di wilayah kaldera Krakatau yang kami lakukan pada Juli 2019, kami menyajikan temuan baru pada mekanisme letusan dari dua peristiwa serupa yang masing-masing terjadi pada tahun 1883 dan 2018,” tulis para ilmuwan dalam abstrak penelitan mereka, dilansir Fox News.
ADVERTISEMENT
Gunung Anak Krakatau sendiri lahir akibat letusan Gunung Krakatau pada 1883 yang saat itu menewaskan 33 ribu jiwa. Menurut Badan Vulkanologi Indonesia, Anak Krakatau muncul pertama kali di permukaan laut pada 1929 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau.