Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Penjelasan Ilmiah di Balik Meledaknya Septic Tank
5 November 2019 19:36 WIB
Diperbarui 21 November 2019 14:27 WIB
ADVERTISEMENT
Sopir truk tinja berinisial S (44) mendapat pesanan penyedotan WC di kawasan Cakung, Jakarta Timur, Senin (4/11). Setelah selesai, S mengambil lembaran koran dan membakarnya, kemudian memasukkan koran yang terbakar itu ke dalam septic tank . Dia bermaksud, menunjukkan bahwa septic tank sudah bersih dari tinja.
ADVERTISEMENT
Namun tak disangka, septic tank meledak dan mengeluarkan suara yang keras. Dinding atas septic tank jebol dan menimpa S hingga meninggal dunia.
Lantas, bagaimana mungkin sebuah septic tank meledak ketika disulut api? Bagaimana penjelasan ilmiahnya?
Ada Gas Metana di Tinja
Sekarang coba renungkan dua pertanyaan berikut ini. Pertama, berapa kali Anda buang air besar (BAB) dalam sehari?; Kedua, berapa volume tinja yang Anda bisa produksi dalam sekali BAB?
Menurut Encyclopedia Britanica, manusia normalnya bisa BAB satu hingga dua kali sehari. Dalam sekali BAB, manusia dapat mengeluarkan tinja seberat 100 hingga 250 gram.
Tinja yang dikeluarkan itu terdiri dari 70 persen air dan 30 persen sisa makanan yang tak dapat dicerna. Sisa makanan itu berupa selulosa, kolesterol, kalsium fosfat, hingga protein. Belum lagi bakteri yang turut terbuang dalam proses tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal yang menarik adalah, tinja yang dibuang ke septic tank itu tidaklah berdiam diri. Ada proses fermentasi yang terus dilakukan oleh bakteri anaerob (organisme yang dapat hidup tanpa oksigen). Peristiwa alamiah itu tentunya sulit disaksikan secara kasat mata.
Proses fermentasi itu kemudian menghasilkan apa yang disebut ilmuwan sebagai biogas. Yakni, gas yang dapat terbakar. Ini persis dengan gas elpiji yang dihasilkan dari perut bumi.
Menurut Polprasert (1985), yang dikutip Putut Sambang El-Haq dan Eddy Soedjono dalam Potensi Lumpur Tinja Manusia sebagai Penghasil Biogas, kandungan biogas itu terdiri dari gas metana, karbondioksida, nitrogen, hidrogen, serta hidrogen sulfida. Komposisi terbesar ditempati oleh metana yang kandungannya mencapai 55-65 persen. Kandungan metana inilah yang menyebabkan biogas memiliki sifat mudah terbakar.
ADVERTISEMENT
Alasan Tinja Bisa Meledak
Wermac.org, sebuah situs yang mengulas tentang keselamatan dan keamanan kerja memiliki penjelasan menarik terhadap ledakan metana. Mengutip situs tersebut, sebuah ledakan dapat terjadi saat metana, oksigen, dan percikan api bertemu dan terikat pada tingkat konsentrasi gas di udara. Dalam hal ini, jika tingkat konsentrasi gas di udara berada di luar ambang batas aman.
Penjelasan singkatnya seperti ini: tingkat konsentrasi gas untuk meledak didefinisikan sebagai limit ledakan (explosive limit). Sementara itu, potensi bagi suatu gas untuk meledak akan ditentukan oleh dua hal. Yakni, batas bawah ledakan yang dikenal sebagai The Lower Explosive Limit (LEL). Lalu batas atas ledakan yang dikenal sebagai Upper Explosive Limit (UEL).
ADVERTISEMENT
Secara teoritis, EL dan UEL diukur menurut persentase gas di udara berdasarkan volume. Pada konsentrasi di bawah LEL dan di atas UEL, suatu gas tidak akan meledak. Sebaliknya, ledakan dapat terjadi jika suatu gas berada pada konsentrasi di udara antara LEL dan UEL. Gas metana meledak saat berada pada ambang antara 5 persen LEL dan 15 persen UEL dari volume udara.
Tinja, si Kotor Penuh Manfaat
Meski tampak berbahaya lantaran bisa meledak, tinja jelas memiliki manfaat yang luar biasa. Berdasarkan penelitian Nagamani dan Ramasami dalam Biogas Production Technology: An Indian Perspective (1999), membuktikan bahwa tinja merupakan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Menurut keduanya, satu meter kubik biogas yang dihasilkan tinja manusia dapat menyalakan lampu 60-100 Watt selama enam jam, tiga kali memasak untuk 5-6 orang, serta setara dengan listrik sebesar 1,25 kWh.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, pemanfaatan terhadap manfaat tinja itu pun telah dilakukan. Pada April 2018 lalu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kala itu, Ignasius Jonan, meresmikan instalasi biogas skala komunal di Pondok Pesantren Terpadu Al-Yasini di Desa Areng-areng, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur.
Instalasi biogas komunal itu dapat mengolah kotoran manusia untuk dijadikan biogas sebesar 24 meter kubik. Biogas sebanyak itu mampu menghasilkan gas sebanyak 81 meter kubik per bulan atau setara dengan 12 tabung LPG 3 kg per bulan. Selain untuk memasak, biogas juga dapat digunakan untuk penerangan.
Untuk tahap awal, pemanfaatan biogas komunal dapat mengurangi pemakaian LPG 3 kg per bulan sebanyak 3 tabung, hingga 12 tabung pada kondisi optimal. Sehingga dapat menghemat pengeluaran bulanan mulai dari Rp 75.000 hingga Rp 300.000.
ADVERTISEMENT
Di Jakarta, pengelolaan tinja untuk menjadi energi alternatif juga telah dilakukan sejak 2018 lalu. Adalah Pemprov DKI Jakarta yang telah membangun IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja), di Jalan Lingkar Luar, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat.
Perangkat itu mampu mengubah limbah tinja menjadi air minum dalam waktu setengah jam. Tinja yang diperoleh berasal dari septic tank milik warga yang diangkut melalui truk.
Sementara itu, tahun 2002, pemerintah Singapura telah meresmikan air minum dari olahan limbah domestik rumah tangga, termasuk tinja, bernama NEWater. Saat itu, Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong meminum sebotol air kemasan hasil olahan limbah domestik selepas bermain tenis. Tindakan yang bertujuan meyakinkan masyarakat Singapura bahwa NEWater aman dikonsumsi.
ADVERTISEMENT