Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pergerakan Sesar Lembang ternyata sempat menimbulkan gempa kecil pada Oktober 2019 ini. Hal itu diungkapkan oleh Tony Agus Wijaya, Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
ADVERTISEMENT
Tony memaparkan, berdasarkan data Stasiun Geofisika Bandung selama minggu kedua Oktober 2019, di daerah Jawa Barat dan sekitarnya telah terjadi 22 gempa bumi dengan magnitudo bervariasi. mulai dari 2,2 magnitudo sampai 4,8 magnitudo. Catatan gempa ini didominasi oleh kejadian gempa bumi dangkal (berpusat di bawah tanah dengan kedalaman kurang dari 30 kilometer) di selatan Jawa Barat.
Gempa-gempa yang terjadi di Jawa Barat dan sekitarnya antara tanggal 4 sampai 11 Oktober itu berasal dari dua sumber utama. Pertama, gempa bersumber dari zona subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia yang dimulai dari selatan hingga ke utara Jawa Barat. Semakin ke utara, zona subduksi ini semakin dalam sehingga kedalaman gempa di zona tersebut bisa semakin dalam.
ADVERTISEMENT
Kedua, gempa bersumber dari sesar aktif yang berlokasi di daratan Jawa barat. Setidaknya terdapat empat sesar aktif di daerah Jawa Barat, yaitu Sesar Lembang , Sesar Cimandiri, Sesar Baribis, dan Sesar Garsela.
Tony meyakini, ada satu kejadian gempa bumi di daratan Jawa Barat pada pekan kedua Oktober 2019 ini yang kemungkinan berkaitan dengan aktivitas Sesar Lembang. Gempa tersebut terjadi pada 4 Oktober lalu, pukul 18.56 WIB. Pusat gempa berada pada koordinat -7,01 derajat Lintang Selatan dan 107,5 derajat Bujur Timur dengan kedalaman 24 kilometer.
“Gempa ini adalah gempa kecil, tidak dirasakan oleh manusia, karena kekuatannya hanya Magnitudo 2,5,” kata Tony saat dihubungi kumparanSAINS, Kamis (24/10).
Lebih lanjut, Tony menambahkan, “Selama 2019 dari 1 Januari hingga hari ini, hanya ada 1 kali gempa yang bersumber di sekitar Sesar Lembang.”
Tony menjelaskan, gempa bumi yang diyakini bersumber dari gerakan Sesar Lembang pada 4 Oktober lalu hanyalah gempa kecil yang “tidak berdampak” pada manusia. Meski begitu, Tony mengimbau masyarakat yang tinggal di dekat Sesar Lembang untuk melakukan upaya-upaya mitigasi bencana gempa.
ADVERTISEMENT
“Gempa bumi adalah aktivitas alam, dan menjadi tetangga kita. Jadi kita harus bisa hidup harmonis bersama gempa dengan melakukan langkah mitigasi pengurangan risiko secara bertahap dan dimulai dari dekat kita. Misal dengan merencanakan jalur evakuasi ke ruangan terbuka terdekat, menata interior agar benda berat tidak jatuh saat gempa, dan memeriksa bangunan kita, agar memenuhi syarat bangunan tahan gempa,” beber Tony.
Saran dari Tony ini tentu bukan alasan. Sebab, Sesar Lembang adalah patahan aktif yang memiliki potensi gempa besar. Hasil riset Mudrik Rahmawan Daryono, peneliti geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama tiga koleganya yang telah diterbitkan di jurnal internasional Tectonophysics pada 13 Desember 2018, menemukan bahwa potensi gempa besar Sesar Lembang bisa mencapai 6,5 sampai 7,0 magnitudo.
ADVERTISEMENT
Kekuatan gempa sebesar itu bisa muncul bila enam bagian Sesar Lembang bergerak bersamaan. Keenam bagian “ular panjang” yang meliuk-liuk itu adalah Cimeta, Cipogor, Cihideung, Gunung Batu, Cikapundung, dan Batu Lonceng. Keenam bagian patahan aktif itu membentang sepanjang 29 kilometer dari Kecamatan Padalarang di wilayah Bandung Barat hingga Kecamatan Cilengkrang di wilayah Bandung Timur.
BMKG sendiri pernah membuat peta simulasi apabila Sesar Lembang memicu gempa berkekuatan 6,8 magnitudo. Hasilnya terlihat, daerah yang bakal terdampak paling parah oleh patahan aktif ini adalah kecamatan-kecamatan terdekatnya, seperti Kecamatan Cisarua, Kecamatan Lembang, Kecamatan Parongpong, dan Kecamatan Ngamprah yang membentang dari wilayah Bandung Barat hingga Bandung Timur. Selain itu, Kota Bandung ternyata juga terlihat jelas berpotensi mengalami kerusakan sedang hingga berat.
ADVERTISEMENT
Peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Haikal Sedayo, pernah membuat sebuah riset untuk mengestimasi besar kerugian Kota Bandung akibat Sesar Lembang. Hasil perhitungannya begini: Apabila Sesar Lembang menimbulkan gempa 6,8 magnitudo, Kota Bandung diperkirakan bakal menderita kerugian rata-rata sebesar Rp 61 triliun dengan standar deviasi +/- Rp 20,93 triliun.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memprediksi kapan suatu gempa akan terjadi. Namun, hasil riset dari Mudrik dan kawan-kawan menemukan bahwa “ulang tahun gempa besar” Sesar Lembang adalah antara 170 sampai 670 tahun sekali.
“Range-nya kan panjang sekali. Nah itu kita enggak bisa presisi kapan akan terjadinya (gempa besar lagi),” kata Mudrik saat menemani tim kumparanSAINS ke lokasi sesar tersebut pada awal tahun 2019 ini.
Menurut hasil riset Mudrik pula, terakhir kali Sesar Lembang menimbulkan gempa besar adalah pada tahun 1400-an. Jadi kapan kiranya Sesar Lembang akan menimbulkan gempa besar lagi?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan seperti itu mungkin menarik untuk diajukan. Namun, pertanyaan yang sebenarnya lebih penting untuk dijawab adalah apakah masyarakat yang hidup di dekat Sesar Lembang sudah siap menghadapi pergerakan “ular panjang” itu?