Waspada Timbal di Taman Bermain

1 November 2019 13:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bahaya cat bertimbal di taman bermain Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bahaya cat bertimbal di taman bermain Foto: Maulana Saputra/kumparan
Taman bermain anak yang mengasyikkan ternyata bisa menyimpan bahaya terselubung. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 69 persen alat di di taman-taman bermain Jakarta mengandung timbal lebih dari 90 ppm—jumlah maksimal dalam standar WHO.
Timbal yang tergolong logam berat ini memiliki efek yang berbahaya bagi tubuh, bisa mengganggu sistem saraf, peredaran darah, pertumbuhan tulang dan daya tahan.
Sore itu, Tamara bersama sang suami sengaja membawa Febi, bayi mereka yang berusia tujuh bulan, bermain di Taman Menteng, Jakarta Pusat. Perempuan asal Kalideres itu penasaran dengan rupa Taman Menteng yang berada di pusat kota Jakarta.
Sejumlah anak bermain di RPTRA Taman Menteng, Jakarta. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Tamara memang suka sekali mengajak anaknya jalan-jalan ke taman. Biasanya taman di Kalideres dekat rumahnya jadi lokasi favorit Tamara. Namun sore itu dia mengaku waswas soal kabar adanya timbal di taman-taman Ibu Kota.
Meski ia paham kalau efek akibat paparan timbal tak akan berdampak langsung, namun Tamara tetap khawatir. Ia sadar ada bahaya yang mengintai anaknya apabila kerap memilih taman untuk menjadi tempat bermain.
“Baru lihat tadi beritanya di TV soal timbal. Aku langsung khawatir, bagaimana ya tapi ingin keluar nyenengin anak,” kata Tamara saat berbincang dengan kumparan di Taman Menteng, Selasa (29/10).
Berita yang dimaksud Tamara ialah soal hasil penelitian Yayasan Nexus3 yang bekerja sama dengan organisasi internasional pemerhati kepentingan publik, International Pollutant Elimination Network (IPEN). Dalam laporan nasional berjudul “Timbal dalam Peralatan Bermain di Indonesia” Nexus3 mendapati adanya kandungan timbal di taman bermain anak di Jakarta.
Nexus3 meneliti 32 taman bermain di Jakarta, yakni 20 ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) milik Pemprov Jakarta, dan 12 taman bermain yang dikelola swasta. Penelitian dilakukan selama September sampai Oktober 2019.
Hasilnya 81 dari 115 permukaan permainan di taman mengandung timbal yang melebihi standar yang ditetapkan World Health Organization (WHO). Organisasi pemerhati kesehatan dunia itu menetapkan 90 bagian per juta (ppm) sebagai kadar aman dari kandungan timbal dalam cat. Namun, dalam penelitian terbaru Nexus3, masih ditemukan cat-cat berwarna terang di peralatan bermain anak seperti tiang panjatan, kuda-kudaan, jungkat-jungkit, seluncuran, dan ayunan, yang kandungan timbalnya mencapai 4.000 ppm. Kadar tertinggi ditemukan pada cat berwarna kuning.
Suasana RPTRA Jeruk Manis, Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Organisasi nirlaba itu tak hanya sekali melakukan penelitian soal kandungan timbal di dalam cat. Pada 2013 dan 2015 Nexus3 pernah melakukan penelitian mengenai kandungan timbal pada cat enamel. Pada penelitian 2013, yayasan yang sebelumnya dikenal dengan BaliFokus itu menemukan 78 sampel dari 43 merek mengandung timbal. Kemudian berdasarkan hasil penelitian 2015, tercatat ada 121 sampel dari 63 merek mengandung timbal. Dari kedua penelitian, lebih dari 50 sampel mengandung timbal di atas 10.000 ppm.
“Tapi selama enam tahun penelitian itu responsnya kurang progresif, (pemerintah) cuma oh oke,” ujar Sonia Buftheim, Toxic Program Officer Nexus3 saat berbincang dengan kumparan di rumahnya di Jakarta Selatan, Rabu (30/10).
Toxic Program Officer Nexus3, Sonia Buftheim memeriksa kadar timbal cat di Jakarta, Rabu (30/10). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sonia mengatakan dampak dari paparan timbal memang tak langsung bisa terlihat, tetapi efeknya tak bisa dipandang sebelah mata. Ia mencontohkan efek dari terpapar timbal secara konsisten dan terus menerus bisa dilihat di kawasan peleburan aki bekas di Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Di kawasan tersebut, banyak anak-anak yang mengalami penyakit saraf.
“Itu timbal ada korelasinya sama penyakit saraf di sana,” ujar Sonia.
Ilustrasi otak anak Foto: Shutterstock
Bahaya timbal yang dialami oleh anak-anak Cinangka itu, bisa saja menimpa anak-anak yang bermain di taman-taman Jakarta. Meski pajanan timbalnya tidak setinggi di Cinangka, kondisi cat bertimbal di taman bermain juga perlu diwaspadai.
“Kita mikirnya 2030 itu ada bonus demografi, kalau misalnya anak kualitasnya rendah dan sebagainya, kebayang aja sih masa depan Indonesia kayak gimana,” katanya.
Budi Haryanto, Guru Besar Ilmu Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia (UI), mengamini adanya dampak negatif akibat paparan timbal dalam intensitas besar. Menurutnya timbal yang masuk ke dalam tubuh akan langsung menyerang peredaran darah dan menyerang target organ yang memiliki valensi kimia serupa, seperti tulang dan susunan saraf pusat. Dampaknya bisa bermacam-macam, misalnya pada anak-anak bisa menyebabkan gangguan syaraf, pendengaran dan pertumbuhan. Sementara bagi orang dewasa bisa mengganggu sistem reproduksi dan ginjal.
Timbal di Taman Bermain Foto: Argy Pradipta/kumparan
Selain itu, timbal memiliki kemampuan berkamuflase untuk mengelabui sistem imun tubuh. Hal itu membuat timbal bisa bertahan dan mengendap di tubuh.
Meski begitu menurut Budi, masyarakat yang gemar bermain di taman tak perlu terlalu khawatir. Sebab, timbal pada cat, tak akan serta merta masuk begitu saja ke dalam tubuh lewat interaksi tangan ke mulut. Apalagi hanya dengan menyentuh permukaan cat di alat-alat bermain.
Justru pajanan timbal ke tubuh manusia lebih besar melalui sisa pembakaran bahan bakar. Timbal akibat pembakaran bertebaran di udara rentan terhirup oleh hidung. Melalui cara itu, kata Budi, timbal lebih berbahaya bagi tubuh, meski efek dari paparannya tetap butuh waktu yang cukup panjang.
“Catnya itu yang terkelupas baru kemudian masuk ke dalam mulut. Kalau cuma geser (menempel di tangan) aja, apa iya timbalnya terpisah dari catnya? Kan enggak, karena sifat timbal itu (sebagai) perekatnya,” ucap Budi saat ditemui kumparan di Kampus UI, Kamis (31/10).
Guru Besar Ilmu Kesehatan Lingkungan UI, Budi Haryanto. Foto: Nesia Qurrota A/kumparan
Budi mengatakan meski pajanan timbal pada cat di taman bermain kecil, masyarakat tetap harus waspada. Jangan lupa untuk selalu cuci tangan dan ganti baju setelah bermain. “Jangan sambil makan kalau main,” katanya.
Hal senada juga dikatakan Agus Haryono, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pajanan timbal dalam intensitas tinggi bisa mengakibatkan banyak hal buruk bagi tubuh, baik anak-anak maupun ibu hamil.
Bahaya timbal jangka pendek, lanjut Agus, bisa membuat badan jadi lemas, tidak bergairah, kurang konsentrasi, malas bergerak. Sedangkan jangka panjangnya bisa mengganggu fungsi lambung, masuk ke aliran darah hingga ke tulang. Bagi ibu hamil bisa mengganggu janin.
“Anaknya tidak berkembang tinggi, dan menyebabkan stunting. Itu juga karena paparan logam berat, terutama timbal,” kata Agus.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, Agus Haryono Foto: Nesia Qurrota A'yuni
Timbal yang memiliki efek bahaya seperti merkuri itu biasanya digunakan untuk keperluan industri cat sebagai zat pengering. Sehingga penampilan cat lebih berkilau dan bagus.
“Semakin terang, semakin tinggi (kadar timbal),’ ujar Agus kepada kumparan di kantor LIPI, Selasa (29/10).
Untuk mengecek hal itu, kumparan bersama dengan peneliti Nexus3, Sonia, melakukan uji coba kepada dua merek cat kayu dan besi dengan pilihan warna biru, kuning dan merah. Percobaan ini menggunakan alat ukur spektrometer sinar-X portable (XRF).
Toxic Program Officer Nexus3, Sonia Buftheim memeriksa kadar timbal cat di Jakarta, Rabu (30/10). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Percobaan dimulai dengan meneliti kemasan cat. Dari dua merek cat itu tidak tercantum informasi soal kadar timbal atau detail komposisi cat. Hanya tertulis cara penggunaan cat dan aturan pakainya.
Setelah pengecekan kemasan, kemudian dilanjut dengan mengecat permukaan tiga stik es krim dengan warna biru, merah dan kuning dari merk cat dengan kode K dan D.
Hasil percobaan pertama pada stik K cat warna kuning ditemukan timbal sebesar 3.987 ppm. Kemudian pada uji coba di stik K cat warna merah, terdapat kandungan timbal sebesar 1.336 ppm. Stik K cat warna biru terdeteksi kadar timbal 9,977 ppm. Sementara pada stik D cat warna kuning, sama sekali tak ditemukan kandungan timbal. Namun, pada stik D cat warna merah ditemukan kadar timbal dalam kadar rendah, 27 ppm.
Sampel cat yang diperiksa kadar timbalnya. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Berdasarkan hasil tes tersebut bisa lihat bahwa semakin besar kandungan timbal maka warna cat akan semakin mencolok dan mengkilat. Hal tersebut diamini oleh Agus. Menurutnya, cat berwarna merah, oranye atau kuning memiliki kecenderungan kadar timbal yang tinggi.
Menurut Agus, kandungan timbal di dalam cat sebenarnya bisa diganti dengan pewarna organik seperti azo atau bisa juga dibuat dari senyawa anorganik seperti metal oxide, contohnya besi oksida dapat menghasilkan warna kuning, jingga hingga merah. Meski harganya sedikit lebih mahal dari timbal.
Pewarna azo saat ini banyak jenisnya dan kerap digunakan sebagai pewarna cat, meskipun ada beberapa jenis azo yang mulai dilarang karena berbahaya bagi kesehatan. Agus mengatakan senyawa azo dinitroanilina diketahui bersifat mutagenik, senyawa azo benzidina bersifat karsinogenik.
“Tetapi senyawa azo yang lain masih boleh digunakan sebagai pewarna untuk berbagai aplikasi,” jelas Agus.
Sejumlah anak bermain di RPTRA Meruya Selatan, Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Soal timbal di taman bermain ini mendapat respons dari Gubernur DKI Anies Baswedan. Anies berencana untuk mengeluarkan surat edaran larangan penggunaan cat bertimbal untuk peralatan bermain di taman-taman yang ada di Jakarta. Dia juga meminta agar peralatan bermain yang mengandung timbal untuk dicat ulang. Soal waktu eksekusi Anies mengatakan masih melakukan koordinasi dan belum membentuk tim terkait.
“Belum” kata Anies saat dikonfirmasi di Balai Kota, Jakarta, Rabu (30/10).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta, sebagai pengelola RPTRA juga merespons baik temuan Nexus3. Kepala Dinas Perumahan, Kelik Indriyanto, mengatakan akan melakukan pengecatan ulang di 288 RPTRA. Hal tersebut baru akan dilakukan usai pihaknya melakukan pengujian ulang terhadap RPTRA yang masuk ke dalam daftar taman bermasalah versi Nexus3.
“Kami ingin tahu mana yang bermasalah itu yang mana dulu. Apakah yang dengan CSR atau yang mana kita enggak tahu nih. Kan dulu ada yang CSR juga tuh. Bukan kita yang mengadakan. Kami lihat dulu karena informasinya baru satu sisi ya,” ujar Kelik kepada kumparan di ruang Komisi D, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta, Rabu (30/10).
Sejumlah anak bermain di RPTRA Jeruk Manis, Jakarta. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Pengecatan ulang juga tidak bisa sembarang dilakukan. Ada prosedur khusus, seperti semua cat harus dikerok ulang, tidak boleh langsung dilapisi cat baru. Petugas juga harus menggunakan pakaian khusus agar tidak menghirup debu saat proses pengerokan.
“Kita sudah kasih prosedural safety guard, safety removal-nya kalau mau pengecatan ulang, jadi ngga bisa asal cat kan dalamnya masih cat lama,” kata Peneliti Nexus3, Yune Aribowo kepada kumparan, Senin (28/10).
Warga berolahraga di RPTRA Taman Menteng, Jakarta. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Sementara itu Kepala Bidang Taman, Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatakan sudah menggelar pertemuan dengan Nexus3 pada Jumat (25/10) di Balai Kota. Pertemuan itu juga dihadiri perwakilan dari tim gubernur untuk percepatan pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta.
“Sebagai bahan evaluasi buat kami,” ujar Muhammad Ali, Jakarta kepada kumparan di kantor Dinas Kehutanan, Rabu (30/10).
Ali akan berkoordinasi dengan kepala suku dinas di lima wilayah di Jakarta untuk memastikan kondisi cat di taman bermain anak. Dia juga meminta rekomendasi dari Nexus3 cat yang tak mengandung timbal.