Glory Road Rony 'Rogun' Gunawan

7 Februari 2017 6:08 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Rogun saat melihat jersey miliknya dipensiunkan. (Foto: Dok: Satria Muda Pertamina Jakarta)
zoom-in-whitePerbesar
Rogun saat melihat jersey miliknya dipensiunkan. (Foto: Dok: Satria Muda Pertamina Jakarta)
Tepat pukul 20.25 WIB, Sabtu malam (4/2), lampu-lampu BritAma Arena dipadamkan. Tak terkecuali di ruang media, yang berada di belakang ruang kaca, bersebelahan dengan tribun penonton.
ADVERTISEMENT
Tak boleh ada sedikit pun cahaya menyelinap ke lapangan malam itu, kecuali lampu sorot. Si empunya lapangan, Satria Muda Pertamina (SM), hendak bertanding melawan Pelita Jaya dalam seri II hari pertama IBL 2017. Namun, ada perkara penting yang tak boleh dilewatkan begitu saja sebelum laga itu berlangsung.
Announcer mengambil mikrofon dan memanggil Erick Thohir, bos besar SM, untuk masuk ke lapangan.
Bukan, ini bukan acara untuk pria yang juga punya saham di Inter Milan itu. Acara sesungguhnya adalah untuk pria yang dipanggil masuk ke lapangan setelahnya.
Malam itu, ia tampil rapi: setelan jas gelap yang pas dengan postur badannya, lengkap dengan sepatu pantofel. Sosoknya tinggi menjulang, 194 cm, berjalan dengan cepat masuk ke lapangan diikuti lampu sorot, lalu menyalami Erick.
ADVERTISEMENT
Istri si jangkung, Priscilla Woen, bersama putri mereka, menyusul masuk lapangan kemudian.
Erick kemudian memberikan beberapa patah kata menyoal orang itu: semuanya adalah pujian. Pemain-pemain SM, yang berada di sisi lapangan, memberikan tepuk tangan.
Orang itu adalah Rony Gunawan. Ia baru saja memutuskan pensiun, dan acara malam itu adalah penghormatan untuknya.
Rony bersama keluarga dan Erick Thohir. (Foto: Dok: Satria Muda Pertamina Jakarta)
zoom-in-whitePerbesar
Rony bersama keluarga dan Erick Thohir. (Foto: Dok: Satria Muda Pertamina Jakarta)
Jersey bernomor 32, yang dulu dikenakannya ketika memperkuat SM, dipensiunkan. Salah satu spanduk digantung tinggi-tinggi di langit-langit BritAma Arena. Spanduk itu bertuliskan “32 Rony Gunawan” dengan latar warna biru —salah satu warna kebesaran SM.
Tepuk tangan pecah.
Kini, spanduk itu bersanding dengan spanduk-spanduk lainnya di langit-langit BritAma Arena. Spanduk-spanduk itu beberapa di antaranya bertuliskan, “Wahyu Widayat Jati”, “Fictor Roring”, dan “Youbel Sondakh”. Mereka, seperti halnya “Rony Gunawan”, adalah para legenda SM yang kaki-kakinya pernah menggerakkan raksasa basket Indonesia itu.
ADVERTISEMENT
***
Dua hari sebelum acara penghormatan itu, Kamis (2/2), kumparan berkesempatan mewawancarai Rony untuk menggali lebih dalam perjalanannya di perbasketan Indonesia. Pria berusia 36 tahun itu kemudian memutar balik ingatannya jauh ke masa SMA.
"Saya kenal basket itu saat SMA. Waktu itu ada class meeting, dan kebetulan di kelas nggak ada pemain yang tinggi. Terus diajak main dan ternyata main basket asyik. Jadi keterusan,” tutur pria yang kerap disebut Rogun ini.
Awal yang tak disengaja itu justru berlanjut dengan serius. Keseriusan itu ditandai dengan bergabungnya dia ke klub Abadi Samarinda, Kalimantan Timur.
Dari situ, dia mulai memperbanyak pengalaman bermain basket dengan mengikuti POPWIL (Pekan Olahraga Pelajar Wilayah) dan sempat mewakili daerahnya di ajang PON (Pekan Olahraga Nasional).
Rony Gunawan saat ditemui Kumparan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rony Gunawan saat ditemui Kumparan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Tak cukup di Samarinda, pria yang sering dipanggil Acong oleh rekan setimnya itu lantas menyeberang ke Surabaya, Jawa Timur, untuk meneruskan kariernya. Di kota ini namanya mulai dikenal oleh pelatih-pelatih dan tim profesional.
ADVERTISEMENT
"Setelah saya lulus SMA, saya minta surat pengantar dari daerah untuk bisa ke Surabaya. Waktu itu ada dua klub, CLS dan Pacific. Saya pilih CLS."
Rony tidak hanya memikirkan karier basketnya saja. Sembari bermain basket di CLS, dia tetap melanjutkan kuliah di Universitas Surabaya.
”Saya sambil kuliah di UBAYA waktu itu, tapi karena sudah jadi pemain pro, jadi nggak bisa ikut liga mahasiswa. Saya cuma pernah ikut ajang POPMNAS (Pekan Olahraga Mahasiswa nasional) waktu itu di Balikpapan,” tuturnya.
Rony Gunawan saat bermain untuk SM (Foto: Dok: Satria Muda Pertamina Jakarta)
zoom-in-whitePerbesar
Rony Gunawan saat bermain untuk SM (Foto: Dok: Satria Muda Pertamina Jakarta)
Lima tahun lamanya Rony bermain bersama CLS Surabaya. Pada 2006, dia memutuskan untuk pindah ke Satria Muda yang akhirnya menjadi tempat dia mengakhiri karier.
Di balik kepindahan ke Satria Muda, Rony bercerita bahwa pada tahun itu, dia juga ditawari untuk bermain di Aspac. Namun, Rony akhirnya menambatkan pilihannya ke Satria Muda.
ADVERTISEMENT
Alasannya? Dia melihat ada kesempatan dan prospek bermain lebih besar jika berseragam Satria Muda.
"Faktor saya memilih SM (Satria Muda) karena saat itu pemainnya muda-muda. Waktu itu SM juga belum punya pemain big man untuk defence murni, dan tentunya kontrak yang ditawarkan memang lebih menarik di SM,” ucapnya.
Bagi Rony, basket bukan lagi soal permainan 4 kali 10 menit atau tentang memasukkan bola ke keranjang lawan. Lebih dari itu, basket telah menjadi sesuatu yang menarik di hidupnya.
Lewat basket, dia telah mendapatkan banyak hal, baik materi dan pelajaran hidup. Menurut Rony, banyak pemain yang belum paham tentang menjadi seorang pemain profesional.
"Pemain basket harus paham, selama kita masih bisa main, kita harus jaga nama baik kita, nama baik tim, cari link sebanyak-banyaknya, dan jangan berbuat sesuatu yang konyol karena kita bermain mewakili tim --yang berarti keluarga kita."
ADVERTISEMENT
Dengan karier bermain basket terentang hampir dua dekade, Rony tentu saja memiliki banyak pengalaman menyenangkan. Ketika kumparan menanyakan momen-momen terbaik sepanjang karier basketnya, Rony sekali lagi memutar ingatannya dan tertawa.
”Waktu lawan Qatar di babak penyisihan 2008, saat itu saya berhasil jadi top skor dengan 24 poin. Kemudian saya ingat pertama kali melakukan dunk pas SMA, waktu itu lagi serangan balik dan saya nge-dunk, tiba-tiba semua penonton ramai dan masuk ke lapangan.”
Rony Gunawan di Mata Mereka
Di mata Rony, ada tiga pelatih penting dalam kariernya di dunia basket. Masing-masing punya peran sendiri.
"Pelatih pertama saya Pak Suwita, kemudian Pak Edy Santoso pelatih CLS yang memberikan kesempatan minute play lebih banyak pada saya, ada juga coach Fictor Roring --dari beliau saya belajar banyak tentang disiplin. Selain itu, beliau selalu menyamaratakan pemain."
ADVERTISEMENT
Rogun, Dodo dan Arki saat Sea Games. (Foto: Dok: Satria Muda Pertamina Jakarta)
zoom-in-whitePerbesar
Rogun, Dodo dan Arki saat Sea Games. (Foto: Dok: Satria Muda Pertamina Jakarta)
Lalu, bagaimana dengan Rony di mata rekan-rekannya dan pebasket lain?
Menurut Christian Ronaldo “Dodo” Sitepu, Rony adalah pemain dengan karakater tenang dan ramah, baik di luar dan di dalam lapangan. "Dia orangnya calm, diam, tapi lebih banyak memberikan contoh. Dia juga nggak pernah komplain, tapi menujukkan dengan permainan dan prestasi.”
Senada dengan Dodo, Arki Wisnu juga berpendapat serupa. "Suatu kehormatan buat saya pernah bermain dengan Rogun. Dia salah satu pemain yang membangun nama SM dan menjadi ikon klub ini. Dia punya mental juara. Dia juga pemain yang bisa menempatkan posisi dengan baik saat bermain —the right man in the right place," tutur Arki.
"Kalau di NBA ibaratnya Rogun ini seperti Tim Duncan, bahkan posisinya pun sama.”
ADVERTISEMENT
Sosok Rony tidak hanya bekesan bagi rekan setimnya saja. Bagi Andakara Prastawa, misalnya. Guard Aspac berusia 24 tahun itu menyebut bahwa Rony adalah figur panutan karena selalu membumi.
"Mas Rony ini role model banget pokoknya buat semua anak-anak basket di Indonesia. Best player deh buat power foward. Mainnya konsisten, orangnya baik. Dia juga selalu memberikan contoh yang baik untuk pemain-pemain muda, baik di klub dan Timnas (Indonesia),“ tutur Prastawa.
Kini, Rony telah memutuskan berhenti dari dunia basket profesional. Namun, ia tidak begitu saja meninggalkan dunia yang sudah membesarkan namanya. Ia juga tidak meninggalkan SM.
Rony Gunawan, mantan pebasket nasional. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rony Gunawan, mantan pebasket nasional. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Tak lagi mendribel bola basket di atas lapangan, Rony kini mengalihkan kerja tangannya ke urusan manajemen. Saat ini ia menjabat sebagai Vice President PT Indonesia Sport Venture, perusahaan yang menaungi tim Satria Muda Pertamina. Tugas dan karier baru ini telah ia jalani hampir 1 bulan.
ADVERTISEMENT
"Sekarang saya banyak di kantor. Cari sponsor, jadi juru bicara klub, menjembatani para pemain dan manajemen. Selain itu mewakili Pak Erick yang jarang bisa hadir," ujar Rony.
Soal rencana lain, ia ingin melatih basket untuk anak-anak.
"Mungkin kalau jadi pelatih, saya lebih berminat untuk melatih anak-anak. Karena anak-anak sekarang ini menurut saya dasar-dasar basketnya kurang, jadi jika mereka berlatih dengan benar di awal, maka akan mudah untuk membentuknya. Selain itu, saya ingin mengenalkan ke anak-anak bahwa bermain basket itu menyenangkan dan mereka bisa mencintai basket,” imbuh Rogun.
Namun, tentu saja, melatih anak-anak tanpa fasilitas yang memadai tidak akan ada artinya. Sebagai mantan pebasket Indonesia, Rogun pun berharap adanya dukungan pemerintah terkait fasilitas umum untuk basket.
ADVERTISEMENT
"Karena selama ini yang bikin basket nggak populer itu sulitnya fasilitas. Coba lihat Filipina, China, Taiwan, banyak banget lapangan basket umum dan masyarakat bebas menggunakannya.”
Basket, bagaimanapun, tetap menjadi hidup seorang Rogun. Banyak harapan ia tumpahkan dan coba wujudkan di sana.
Ikuti serba-serbi dunia basket di sini