NBA for Dummies: Free Agency Itu Apa dan Bagaimana, Sih?

3 Juli 2019 14:07 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kawhi Leonard (kanan) salah satu free agent di NBA Offseason 2019. Foto: Dan Hamilton-USA TODAY Sports va Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Kawhi Leonard (kanan) salah satu free agent di NBA Offseason 2019. Foto: Dan Hamilton-USA TODAY Sports va Reuters
ADVERTISEMENT
Ketika bulan Juli tiba, NBA beralih rupa menjadi rimba raya bernama Offseason. Di periode inilah tim-tim berupaya memburu pemain yang dirasa bisa mengubah peruntungan mereka pada musim berikutnya. Pada dasarnya, Offseason ini sama dengan bursa transfer yang ada di sepak bola. Namun, cara tim-tim NBA merekrut pemain tidaklah sama.
ADVERTISEMENT
Di NBA, untuk mendapatkan seorang pemain, sebuah tim tidak membayar biaya transfer sebagaimana klub-klub sepak bola. Untuk melakukan ini mereka melakukan trade (pertukaran) atau memburu pemain-pemain yang bertatus free agent.
Dalam sebuah trade, sebuah tim yang menginginkan seorang pemain dari tim lain harus menyerahkan pemain-pemain yang dimilikinya. Dalam trade Anthony Davis, misalnya, Los Angeles Lakers harus menyerahkan tiga pemainnya sekaligus (Lonzo Ball, Brandon Ingram, dan Josh Hart) plus tiga pemain pilihan pertama di NBA Draft.
Proses ini memang tidak sederhana. Namun, ini semua diciptakan demi menciptakan liga yang lebih setara. Tim-tim big market yang pendapatannya jauh lebih besar dari tim lain seperti Lakers dan New York Knicks dipaksa untuk bersaing secara sehat dengan tim-tim dari small market macam San Antonio Spurs atau Milwaukee Bucks.
ADVERTISEMENT
Jika Lakers atau Knicks diperbolehkan membeli pemain seperti di sepak bola, maka habislah NBA karena pendapatan mereka sama sekali tidak bisa ditandingi. Pada musim 2016/17, misalnya, ketika Lakers mengakhiri musim dengan rekor negatif 26-56, mereka masih mendapatkan untung lebih dari 100 juta dolar. Sebaliknya, ada beberapa tim yang kehilangan uang.
Lewat skema seperti ini, tim-tim NBA dituntut untuk lebih cerdas dalam mengakuisisi pemain idamannya. Apalagi, mereka pun tidak bisa menggaji pemain seenak udel. Ada salary cap atau batasan gaji yang harus dipatuhi. Hanya 49 sampai 51 persen pendapatan tahunan (BRI atau Basketball-related Income) yang boleh digunakan untuk menggaji pemain.
Nah, selain lewat trade, kecerdasan tim-tim NBA dalam merekrut pemain ini juga diuji lewat free agency. Di sini, lagi-lagi, tim-tim NBA tidak perlu mengeluarkan biaya transfer, tetapi mereka tetap harus mempertimbangkan batasan gaji yang haarus dipatuhi tadi. Maka, mereka harus jeli memilih pemain mana yang kira-kira bakal cocok dan mana yang pantas untuk dikorbankan.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana sebenarnya free agency ini bekerja? Garis-garis apa saja yang tidak boleh dilanggar kala merekrut pemain? Kemudian, apakah ada pengecualian bagi pemain tertentu sehingga sebuah tim boleh melebihi batasan gaji yang sudah ditetapkan? Well, itu semua akan coba dibedah kumparanSPORT di sini.
So, free agency. Bisa jelaskan apa maksud dari free agency di NBA?
Pada dasarnya, free agency di olahraga mana pun sama. Menjadi seorang free agent berarti menjadi seorang pemain yang bebas dari kontrak dengan sebuah tim. Dengan begitu, pemain yang dimaksud pun bebas menentukan nasibnya. Walau begitu, di NBA ini ada dua jenis free agent, yaitu Restricted Free Agent (RFA) dan Unrestricted Free Agent (UFA).
Bedanya?
Seorang UFA benar-benar bebas memilih tim mana yang akan dia perkuat pada musim berikutnya. Sama sekali tidak ada halangan baginya. Salah satu contohnya adalah Kevin Durant. Easy Money Sniper pergi dari Golden State Warriors setelah menolak untuk mengambil opsi perpajangan satu tahun yang jadi klausul kontraknya.
ADVERTISEMENT
Ketika pergi, Durant jadi seorang UFA. Warriors pun tidak memiliki hak untuk merekrutnya kembali. Contoh UFA lain adalah bintang final NBA lalu, Kawhi Leonard, yang memang cuma teken kontrak setahun bersama Toronto Raptors. Sementara itu, RFA tidak memiliki kebebasan sebesar Durant. Biasanya yang menjadi RFA ini adalah pemain yang memasuki tahun kelimanya di NBA.
Ketika seorang pemain memasuki tahun keempat dia akan diberi dua opsi. Yakni, menandatangani perpanjangan kontrak satu tahun dengan timnya atau menandatangani offer sheet dari tim lain. Offer sheet itu adalah kontrak berdurasi minimum dua tahun.
Jika si pemain menandatangani perpanjangan kontrak tadi, dia bisa menjadi UFA di akhir tahun kelimanya. Akan tetapi, jika dia memilih offer sheet, maka timnya pun berhak menyamai tawaran dari tim lain tersebut. Jika ini terjadi, maka si pemain tetap akan bertahan di timnya dan harus menunggu lebih lama untuk menjadi UFA.
ADVERTISEMENT
Wah, ribet juga, ya.
Memang, dan ini belum ada apa-apanya. Masih banyak istilah-istilah kontrak di NBA yang bakal bikin kalian garuk-garuk kepala. Yakin masih mau lanjut?
Yah, sudah telanjur basah begini, apa boleh buat?
Baiklah. Kalau begitu, kita kembali lagi ke salary cap dulu. Masalahnya, salary cap ini adalah penentu dari segalanya. Semua langkah tim harus didasarkan pada seberapa besar sisa uang yang bisa mereka 'hamburkan' agar tidak melewati salary cap ini.
Oke, silakan.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, salary cap ini dibatasi pada angka 51 persen dari pendapatan tim selama semusim. Pada musim 2018/19 lalu, salary cap tim-tim NBA ada di angka 101,869 juta dolar AS. Nah, tapi bagaimana bisa salary cap antartim ini sama? Bukankah tim-tim seperti Lakers dan Knicks punya pendapatan lebih besar?
ADVERTISEMENT
Para pemain Lakers merayakan kemenangan atas Celtics. Foto: USA Today/Reuters/David Butler II
Di sinilah menariknya NBA. Sebab, di kompetisi ini ada sistem bagi hasil. NBA selaku pemilik kompetisi setiap tahunnya selalu membagi-bagi uang kepada tim-tim small market agar senantiasa bisa bersaing dengan mereka yang berasal dari big market. Salah satu sumber uang yang dibagi ini adalah dari kegagalan memenuhi salary floor.
Salary floor? Maksudnya batas bawah gaji?
Ya, benar. Batas bawah. Aturannya, batas bawah gaji ini adalah 90 persen dari total gaji yang bisa dibayarkan. Jika total gaji yang bisa dibayarkan adalah 101,869 juta dolar AS, maka salary floor-nya adalah 91,682 juta. Kalau sebuah tim gagal mengeluarkan uang sekian, sisanya harus diserahkan kepada pihak liga untuk diredistribusi.
Ah, ya. Tapi, pernah enggak, sih, ada kasus sebuah tim melebihi salary cap?
ADVERTISEMENT
Oh, jangan salah, Banyak kasus seperti itu. Warriors adalah salah satu contohnya. Dengan roster yang mereka punya, agak sulit untuk memenuhi batas gaji yang sudah ditetapkan. Untuk itu, ada yang namanya luxury tax, yang pada dasarnya adalah denda.
Denda ini pun progresif eskponensial. Maksudnya, semakin jauh dari batasan, semakin besar denda yang harus mereka bayar dan jumlahnya terus berubah di setiap limit. Ada empat limit di sini, yaitu per 4,999,999 juta, 9,999,999 juta, 14,999,999 juta, dan 19,999,999 juta. Warriors musim lalu harus membayar luxury tax 32 juta dolar AS karena mereka mengeluarkan lebih dari 139 juta untuk membayar gaji pemain.
Namun, luxury tax ini hanya diberlakukan untuk kasus-kasus spesial. Kalau ada tim yang terus-terusan melanggar, denda yang harus dibayarkan pun bakal jauh lebih besar. Di musim terakhir LeBron James, Cleveland Cavaliers harus membayar denda sampai 50 juta dolar AS karena mereka adalah pelanggar rutin.
ADVERTISEMENT
Nah, bicara soal pelanggaran salary cap, berarti kita juga harus bicara soal Bird Rights.
Apa?
Bird Rights. Ini adalah aturan yang pertama kali muncul tahun 1983 dan semua terjadi karena Larry Bird. Bird Rights ini erat sekali kaitannya dengan free agency tadi. Intinya, sebuah tim boleh melebihi salary cap tanpa denda untuk mengontrak lagi pemain yang masa baktinya habis jika mereka melakukannya dalam batasan-batasan Bird Rights ini.
Larry Bird saat menjadi pelatih Indiana Pacers. Foto: AFP/John Mottern
Batasannya sendiri ada dua. Pertama, jika seorang pemain tidak pernah dilepas atau menjadi free agent, dia punya hak untuk dikontrak selama lima tahun dengan gaji maksimum.
Kedua, jika seorang pemain sudah berada di sebuah tim selama dua tahun sebelum menjadi free agent, dia bisa meneken kontrak anyar lewat Early Bird Rights. Di sini dia bisa mendapat gaji 175% dari gaji sebelumnya dengan kontrak antara dua dan empat tahun.
ADVERTISEMENT
Contoh pemain yang pernah menandatangani kontrak berdasarkan Bird Rights, selain Bird sendiri, adalah Steph Curry. Pada 2017 dia meneken kontrak maksimum senilai 201,2 juta dolar selama lima tahun. Seandainya, Curry memilih untuk pergi, dia hanya akan mendapat kontrak 149,1 juta dolar AS selama empat tahun.
Hmm, oke. Lalu, seberapa besar sebenarnya seorang pemain bisa mendapatkan gaji? Mengapa ada pemain yang bisa mendapat kontrak seperti Curry?
Pertanyaan bagus. Di sini, semakin lama seorang pemain berada di NBA, semakin besar pula gaji yang bisa dia dapatkan.
Seorang pemain yang baru bermain kurang dari enam tahun gaji maksimalnya adalah 25 persen dari salary cap. Lalu, mereka yang sudah bermain 7-9 tahun gaji maksimalnya 30 persen dari salary cap, dan pemain yang sudah bermain 10 tahun atau lebih bisa mendapat gaji maksimal 35 persen.
ADVERTISEMENT
Perlu dicatat bahwa gaji sekian itu adalah gaji di tahun pertama kontrak. Di kasus Curry, gajinya setiap tahun naik delapan persen lewat Bird Rights. Seandainya memilih untuk pergi dari Warriors, dia akan melepas Bird Rights-nya dan hanya akan mendapatkan kenaikan gaji sebanyak lima persen. Dari sinilah angka 149,1 juta dolar AS tadi muncul.
Stephen Curry melindungi bola dari LeBron James. Foto: Kyle Terada/Reuters
Selain Bird Rights sendiri, ada beberapa pengecualian yang membuat sebuah tim bisa mengeluarkan uang lebih besar dari salary cap. Salah satunya adalah jika ada pemain yang cedera panjang. Dalam kasus ini, sebuah tim bisa mengontrak pemain yang gajinya maksimal 50 persen dari gaji pemain yang dia gantikan tadi. Soal ini, selengkapnya bisa dibaca di situsweb resmi NBA.
ADVERTISEMENT
Jadi, pada dasarnya hal-hal inilah yang harus dipertimbangkan sebuah tim. Mereka harus mempertimbangkan salary cap, berapa jumlah uang tersisa yang boleh dikeluarkan, celah-celah mana yang bisa mereka tembus, dan tentunya status pemain incaran mereka. Setelah itu, barulah sebuah tim bisa benar-benar mengontrak pemain.
Proses mengontraknya sendiri bagaimana?
Oke, jadi per 1 Juli setiap tahun sebuah tim boleh menjalin kontak dengan pemain-pemain incarannya. Mereka berhak menyodorkan kontrak dan menjalin persetujuan. Namun, tim-tim itu tidak bisa langsung benar-benar mengikat pemain yang diinginkan. Antara 1 dan 6 Juli ada periode yang disebut sebagai periode moratorium.
Pada dasarnya periode moratorium ini adalah masa berpikir ulang bagi para pemain. Apakah mereka benar-benar mau bermain untuk tim tertentu? Adakah tawaran yang sebenarnya lebih bagus? DeAndre Jordan pernah melakukan ini pada 2015. Setelah menjalin kesepakatan verbal dengan Dallas Mavericks, dia berubah pikiran dan akhirnya hengkang ke Los Angeles Clippers.
ADVERTISEMENT
Aksi Center Los Angeles Clippers, DeAndre Jordan. Foto: Derick E. Hingle-USA TODAY Sports Via Reuters
Jadi, sampai saat ini semua kepindahan di NBA masih berada dalam periode moratorium alias belum 100 persen final. Durant dan Kyrie Irving yang kabarnya bakal bermain untuk Brooklyn Nets musim depan masih bisa berubah pikiran. Boleh jadi, mereka malah akhirnya nanti bermain untuk, ehem, New York Knicks.
Terakhir, selain Durant dan Irving, siapa lagi free agent di Offseason 2019 ini?
Selain Durant dan Irving, ada Leonard, seperti yang tadi sudah disebutkan. Kemudian, ada pula Kemba Walker yang pindah dari Charlotte Hornets ke Celtics. Klay Thompson pun sempat menjadi free agent sebelum menandatangani kontrak baru dengan Warriors. Kasus serupa Thompson ini terjadi pula dengan Tobias Harris (Sixers) dan Khris Middleton (Bucks).
ADVERTISEMENT
Masih ada beberapa nama lagi selain mereka dan kebanyakan sudah mendapat tim baru atau bertahan dengan tim lamanya. D'Angelo Russell, kandidat most improved player musim lalu, pindah dari Nets menuju Warriors sebagai free agent. Lalu, ada pula Nikola Mirotic yang pindah dari NBA menuju Barcelona dengan status bebas transfer.
Nah, sampai sekarang yang belum mendapat tim, selain Leonard, adalah DeMarcus Cousins, Jimmy Butler, Danny Green, Enes Kanter, dan Marcus Morris. Namun, mereka masih punya cukup waktu untuk menentukan pilihannya.