Akibat Bekerja di Facebook, Seorang Perempuan Alami Trauma dan Stres

27 September 2018 7:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Facebook (Foto: AFP PHOTO / Christophe Simon)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Facebook (Foto: AFP PHOTO / Christophe Simon)
ADVERTISEMENT
Menjaga platform media sosial dari konten yang berisi kekerasan, pornografi dan semua hal yang mengganggu kenyamanan pengguna adalah misi Facebook. Namun bagaimana dengan nasib mereka yang ada di belakang layar, mengamati setiap konten untuk memastikan semuanya pantas untuk ditampilkan di dalam platform?
ADVERTISEMENT
Melihat konten-konten yang mengandung kekerasan hingga menjijikan setiap hari tentu akan mempengaruhi mental seseorang. Setidaknya itulah yang dialami mantan manajer konten Facebook Selena Scola.
Akibat apa yang telah dialaminya, Scola akhirnya menuntut Facebook atas posisi pekerjaan yang ia lakoni selama sembilan bulan belakangan.
Gara-gara terlalu sering menyaksikan video yang tak layak disiarkan di platform media sosial tempat ia bekerja, Scola kini mengidap PTSD atau Posttraumatic Stress Disorder. PTSD sendiri adalah kondisi mental di mana penderita mengalami stres yang dipicu oleh trauma.
Sehari-hari, Scola bisa menyaksikan hingga ribuan gambar, video dan siaran grafis bermuatan kekerasan yang disiarkan secara langsung. Berdasarkan tuntutan yang ia ajukan di Pengadilan Tinggi California, Facebook dituduh telah mengabaikan standar keselamatan kerja untuk melindungi karyawan dari bahaya psikologis.
ADVERTISEMENT
Selama sembilan bulan bekerja mengawasi konten yang berada di platform Facebook, Scola mengaku bahwa belakangan ia merasakan gejala PTSD seperti kelelahan, insomnia dan kecemasan sosial. Kini berdasarkan hasil diagnosis, ia benar-benar mengidap penyakit PTSD.
Stres bisa memengaruhi jumlah produksi ASI perah Anda. (Foto: dok.thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Stres bisa memengaruhi jumlah produksi ASI perah Anda. (Foto: dok.thinkstock)
Ia mengatakan bahwa gejala tersebut ia rasakan setiap kali ia menyentuh mouse komputer, memasuki gedung yang dingin, menonton segala bentuk kekerasan di televisi, sampai mendengar suara yang keras atau yang membuatnya terkejut.
"Gejala-gejalanya juga dipicu ketika ia mengingat atau menggambarkan gambar grafis yang ia lihat saat bekerja sebagai pengurus konten," tulis keterangan pengaduan itu, dilansir Mashable.
Pengacara Scola, Steve Williams, dari firma hukum Joseph Saveri, mengatakan bahwa kliennya menuntut perusahaan untuk memberikan dana pemeriksaan medis untuk menjalani tes dan pemulihan setelah terkena penyakit PTSD atas dampak bekerja sebagai moderator konten di Facebook.
ADVERTISEMENT
"Facebook perlu memitigasi bahaya bagi moderator konten sekarang-sekarang ini dan juga mengurus orang-orang yang telah mengalami trauma," tambahnya.
Pengacara lain, Korey Nelson, yang juga menangani kasus serupa mengatakan bahwa Facebook telah mengabaikan tugasnya untuk menyediakan tempat kerja yang aman dan justru melemparkan masalahnya ke dalam internal perusahaan hingga mengakibatkan trauma pada mereka yang menangani pekerjaan tersebut.
Ilustrasi Facebook (Foto: AFP PHOTO /  Martin Bernetti)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Facebook (Foto: AFP PHOTO / Martin Bernetti)
Pada bulan Juni, Facebook merekrut sekitar 7.500 pengawas konten di seluruh dunia, membuat jumlah karyawannya hingga saat ini menjadi 20 ribu orang. Di antara 20 ribu karyawan, ada campuran karyawan penuh waktu, karyawan kontrak, dan dari perusahaan outsource untuk mengurus ribuan konten yang perlu ditinjau setiap hari.
Scola sendiri merupakan seorang karyawan outsource dari perusahaan Pro Unlimited Inc. Ia mulai bekerja pada Juni 2017.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, direktur komunikasi perusahaan Facebook, Bertie Thomson, mengatakan dalam sebuah pernyataan melalui email bahwa perusahaan tersebut sedang meninjau klaim ini. Ia juga mengakui bahwa meninjau konten yang layak tayang memang pekerjaan yang melelahkan.
"Itulah sebabnya kami sangat mendukung para moderator konten kami dengan sangat serius, dimulai dengan pelatihan mereka, manfaat yang mereka terima, dan memastikan bahwa setiap orang yang meninjau konten Facebook ditawarkan dukungan psikologis dan sumber daya kesehatan," ujar Bertie.