Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Bumi Bulat vs Bumi Datar, Apa sih yang Diperdebatkan?
25 Januari 2017 11:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
383 tahun lalu, Juni 1633, astronom dan filsuf Italia Galileo Galilei diajukan ke Pengadilan Gereja Italia karena dianggap merusak iman karena keyakinannya bahwa bumi itu bulat dan mengelilingi matahari sebagai pusat tata surya.
ADVERTISEMENT
Gereja saat itu memercayai bumi ialah datar dan merupakan pusat alam semesta. Maka Galileo dikucilkan, dijebloskan ke tahanan rumah, sepanjang sisa umurnya.
Jauh sesudah ia mati, tahun 1992, ketika tiga abad telah terlewati, pemimpin Gereja Katolik Paus Yohanes Paulus II menyatakan keputusan menghukum Galileo adalah salah.
Delapan tahun lalu, 2008, Paus Benediktus XVI mengumumkan bahwa Gereja Katolik Roma merehabilitasi nama Galileo sebagai ilmuwan.
Galileo tak bersalah. Bumi itu bulat.
Belakangan, ramai muncul perdebatan di jagat maya tentang apakah bumi bulat atau datar?
Tiba-tiba bentuk bumi, planet yang kita tinggali ini, jadi debat kusir.
Bumi bulat dipertanyakan, disanggah.
Sesungguhnya, tren perdebatan bumi bulat versus bumi datar di luar negeri sudah menyeruak sejak tahun 2004. Mereka yang meyakini bumi datar bergabung dalam komunitas flat earth.
ADVERTISEMENT
Laman The Flat Earth Society di Facebook disukai lebih dari 49 ribu orang. Sementara di Indonesia, laman Indonesian Flat Earth Society di Facebook disukai lebih dari 20 ribu orang.
Perbincangan bumi bulat vs bumi datar kian mencuat di Indonesia ketika awal Desember 2016, laman Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dibanjiri pertanyaan dari kubu flat earth terkait bentuk bumi.
Itu kali pertama LAPAN kebanjiran pertanyaan soal bumi datar, meski perbincangan soal itu sudah muncul di dunia maya sejak lima bulan sebelumnya, Juli 2016.
LAPAN menanggapi pertanyaan yang masuk, memberikan bukti-bukti imliah bahwa bumi itu bulat. Tak tanggung-tanggung, jawaban diberikan langsung oleh Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin selaku pemimpin lembaga.
Semula, Thomas memberikan penjelasan melalui laman Facebook LAPAN. Ia kemudian berinisiatif menjelaskannya secara lebih lengkap lewat tulisan berseri melalui blog pribadinya, tdjamaluddin.wordpress.com .
ADVERTISEMENT
"Saya bikin tulisan di blog itu menjadi tanggung jawab pribadi. Tulisan saya di-share juga ke Facebook LAPAN, Facebook pribadi saya. Di situ juga banyak diskusi. Semula sekitar ribuan (pembaca) di blog saya. Sekarang mulai turun,” kata Thomas kepada kumparan, Selasa (24/1).
Thomas berkata tegas, “Flat earth bukan teori, tetapi sekadar pendapat sekelompok orang yang tidak punya landasan ilmiah. Kalau masih ada yang bersikukuh dengan flat earth, janganlah didebat, cukup dengarkan seperti kita mendengar dongeng khayalan sebelum bobok semasa kecil dulu.”
Upaya untuk “membasmi” penganut bumi datar terus dilakukan LAPAN. Salah satunya dengan membuka diskusi mengenai bumi bulat vs bumi datar secara langsung di kantor mereka, Rawamangun, Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
Salah satu tema yang dibahas dalam diskusi LAPAN itu ialah horizon bumi, yakni garis imajiner yang memisahkan bumi dari langit. Kita mengenalnya juga dengan istilah cakrawala.
Soal horizon tersebut, komunitas bumi datar berpendapat: jika horizon bumi tetap setinggi mata jika dilihat dari pesawat, maka artinya bumi rata; sementara bumi disebut bulat jika semakin tinggi posisi mata, makin bawah horizon bumi.
Thomas menjelaskan, horizon merupakan titik singgung garis pandang dengan bola bumi. Kalau bumi datar, maka pandangan kita dibatasi oleh sensitivitas mata. Maka kalau kita punya teleskop canggih, dari atas pesawat kita bisa melihat bumi datar itu sampai tepi.
Tapi nyatanya, ujar Thomas, bila kita naik pesawat dan melihat ke kejauhan, kita tidak bisa melihat hamparan bumi ini sampai tepi.
ADVERTISEMENT
Nah, sudah pahamkah kita soal perdebatan bumi bulat vs bumi datar ini? Jika masih kurang terang, yuk ikuti story kumparan berikutnya.