Bumi Bulat vs Bumi Datar: Satelit, Gerhana, dan Kutub

25 Januari 2017 16:16 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:19 WIB
ADVERTISEMENT
Bumi (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Bumi (Foto: Wikimedia Commons)
“Bumi itu bulat atau datar?”
“Bulat!”
“Datar!”
Debat kusir soal apakah bumi itu bulat atau datar masih terus bergulir. Perdebatan itu membahas sejumlah hal, mulai satelit, horizon, gerhana, gravitasi, sampai kutub.
ADVERTISEMENT
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin, sampai ikut turun tangan memberikan penjelasan ilmiah secara berseri dan komprehensif dalam blog pribadinya, tdjamaluddin.wordpress.com, untuk menangkal “ekspansi” kubu bumi datar.
“Awal Desember 2016, puluhan pertanyaan masuk (laman Facebook LAPAN). Umumnya dari orang yang risau dengan adanya paham flat earth. Bahasan dari grup diskusi dongeng flat earth itu lalu dimintakan konfirmasi ke saya, ke Facebook LAPAN. Saya jawab dan saya forward lagi ke grup mereka,” kata Thomas kepada kumparan, Selasa (24/1).
Lewat blog pribadinya, Thomas secara komprehensif memberikan jawaban ilmiah melalui perhitungan dan rumus untuk membahas berbagai variabel yang diperdebatkan. Berikut intisari dari pemaparan Thomas.
Satelit
Satelit di luar angkasa (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Satelit di luar angkasa (Foto: Wikimedia Commons)
Kubu bumi datar meyakini satelit tidak beredar di orbit bumi. Mereka percaya satelit merupakan bentuk propaganda negara sebagai otoritas berkuasa.
ADVERTISEMENT
Beberapa hal yang dipertanyakan adalah: bagaimana bentuk satelit sebelum diluncurkan, dan apakah satelit akan menabrak kubah langit saat peluncuran?
Penganut bumi datar percaya pada kubah langit, bukan horizon atau cakrawala --garis imajiner yang memisahkan bumi dan langit.
Untuk menjawab deretan pernyataan itu, Thomas lantas mengunggah video terkait peluncuran satelit di blognya.
Gerhana
Siklus gerhana yang diketahui selama ini terjadi dalam sistem bumi-bulan-matahari. Gerhana matahri terjadi ketika matahari terhalang bulan, sedangkan gerhana bulan terjadi saat bulan terhalang bayangan bumi.
Gerhana matahari cincin. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Gerhana matahari cincin. (Foto: Wikimedia Commons)
Dalam perspektif bumi bulat, siklus gerhana menggunakan pendekatan bidang dasar (fundamental plane), yakni perhitungan yang menekankan permukaan datar dengan koordinat tiga dimensi dan digunakan untuk membagi bola (bumi) menjadi separuhnya (setengah bola).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pemahaman kubu bumi bulat, perhitungan menggunakan fundamental plane melewati titik pusat bumi dan tegak lurus terhadap arah cahaya matahari.
Hal tersebut dibantah oleh kubu bumi datar. Menurut mereka, siklus Soros yang digunakan NASA, lembaga antariksa Amerika Serikat, untuk mengkalkulasi dan memprediksi gerhana, ialah metode usang.
Kubu Bumi Datar: Woi, kok masih pakai perhitungan siklus Saros sih? Itu kan sudah basi. Berarti selama ini, perhitungan gerhana kamu juga salah dan basi.
Kubu Bumi Bulat: Jangan sok tahu. Kami enggak pernah pakai siklus Saros buat menghitung gerhana. Kami tuh pakai siklus Saros buat melihat pola gerhana yang serupa dalam jangka waktu 18 tahun 11 ⅓ hari. Beda gitu loh.
Begitulah kira-kira percakapan antara kubu berbeda kepercayaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Siklus Saros misalnya digunakan kubu bumi bulat untuk melihat kesamaan pola antara gerhana matahari total pada tanggal 26 Februari 1998, 9 Maret 2016, dan yang akan terjadi pada 20 Maret 2034. Masing-masing gerhana itu berjarak 18 tahun 11 hari.
Antartika
Antartika (Foto: cia.gov.id)
zoom-in-whitePerbesar
Antartika (Foto: cia.gov.id)
Bumi, menurut perspektif kubu bumi bulat, memiliki dua kutub, yakni utara (Arktik) dan selatan (Antartika). Sementara berdasarkan keyakinan kubu bumi datar, bumi hanya memiliki kutub utara.
Lalu ke mana si kutub selatan?
Tidak ada.
Flat earthers percaya, alih-alih memiliki kutub selatan, bumi dikelilingi dinding es.
Antartika (Foto: cia.gov.id)
zoom-in-whitePerbesar
Antartika (Foto: cia.gov.id)
Ikuti terus di sini
ADVERTISEMENT