Mengenal Sistem EIR yang Dipakai untuk Deteksi Ponsel BM dan Curian

19 Februari 2020 7:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi IMEI. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi IMEI. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak lama lagi pemerintah Indonesia akan menerapkan aturan pemblokiran ponsel BM (black market) pada 18 April 2020 mendatang. Saat ini, skema pemblokiran sedang dalam tahap uji coba oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama dua operator seluler, XL Axiata dan Telkomsel.
ADVERTISEMENT
Dalam penerapannya, pemblokiran ponsel BM akan menggunakan metode identifikasi nomor IMEI (International Mobile Equipment Identity) yang terdiri dari 15 digit angka. Pihak operator seluler akan menggunakan sistem EIR (Equipment Identity Register) untuk mendeteksi nomor IMEI ponsel BM hingga ponsel curian.
Sistem EIR akan terintegrasi dengan Sibina (Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional) yang dikelola oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Selain, itu EIR yang dimiliki oleh operator seluler juga terhubung dengan sistem EIR global yang dimiliki oleh GSMA, selaku pembuat nomor IMEI untuk seluruh perangkat.
Ilustrasi IMEI. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Cara kerja sistem EIR

Dari berbagai sumber yang dihimpun kumparan, sistem EIR akan otomatis mendeteksi dan memeriksa keabsahan nomor IMEI perangkat yang terhubung dengan jaringan seluler. EIR akan mencocokkan data nomor IMEI yang masuk blacklist dan whitelist.
ADVERTISEMENT
Perlu diingat, ini berbeda dengan dua skema pemblokiran ponsel BM, yang juga disebut blacklist dan whitelist. Kedua skema ini sedang dipertimbangkan untuk diterapkan di aturan blokir ponsel BM.
Daftar blacklist yang ada di sistem EIR ini merupakan kumpulan nomor IMEI yang palsu atau tidak terdaftar hingga IMEI perangkat yang dilaporkan dicuri. Semua nomor dalam daftar ini tidak memiliki izin untuk mengakses jaringan seluler, artinya tidak bisa telepon, SMS, dan internet.
Sementara itu, daftar whitelist berisi semua nomor IMEI yang diizinkan mengakses jaringan serta berbagai layanan. Nomor IMEI yang diperbolehkan telah terdaftar di Kemenperin.
Sistem EIR buat blokir ponsel BM. Foto: Dok. Sicap
Dalam sistem tersebut, operator juga bisa menempatkan perangkat dengan nomor IMEI tertentu ke dalam daftar abu-abu atau greylist. Nantinya, perangkat yang ada di daftar ini bisa diblokir dalam situasi tertentu, sebelum ditemukan kesalahan.
ADVERTISEMENT
Setiap operator bisa berbagi daftar hitam dari operator lain di negara yang sama dengan sistem EIR. Tidak hanya itu, setiap sistem EIR yang dimiliki setiap operator seluler, akan melaporkan kode IMEI yang di-blacklist ke Shared-EIR (SEIR).
Sistem EIR juga dapat mengunduh daftar perangkat seluler curian dari Shared-EIR untuk berbagi informasi di seluruh jaringan. SEIR terhubung ke EIR dari semua operator seluler asalkan operator ini terdaftar di GSMA.
Nantinya, dengan adanya sistem ini, pengguna ponsel bisa melaporkan kehilangan perangkatnya untuk diblokir layanannya. Pelaporan ini bisa disampaikan langsung ke operator yang memiliki akses ke sistem EIR.

Polemik pengadaan sistem EIR

Sebelum diterapkan sistem EIR, sudah ada polemik terkait pengadaannya. Asosiasi penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan bahwa pihaknya keberatan jika pengadaan alat pendeteksi IMEI tersebut dibebankan hanya kepada operator seluler saja.
ADVERTISEMENT
Menurut Ririek Adriansyah, Ketua Umum ATSI, keuntungan dari regulasi IMEI lebih dirasakan oleh pemerintah.
"Kalau dilihat dari presentasinya yang dirasakan oleh Kemenperin, itu memang ada benefit yang cukup signifikan dari ini," kata Ririek, pada September lalu.
"Di sisi yang lain, sebenarnya operator ini kan mestinya tidak dibebani dengan pengaturan, karena itulah kalau memang perlu investasi ini, investasi itu, maka kami berharap itu tidak dibebankan kepada operator, tapi dibebankan kepada pemerintah karena benefit-nya ada di pemerintah," imbuhnya.
Sejumlah smartphone second dipajang di sebuah gerai handphone di ITC Roxy Mas, Jakarta Barat. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sementara itu, Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Mochamad Hadiyana, menjelaskan seharusnya operator sudah memiliki sistem EIR sejak dulu, namun karena menekan cost, maka hal itu tidak dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Seharusnya operator sudah memiliki EIR sejak beberapa dekade lalu saat mulai membangun jaringan telekomunikasi seluler sehingga dapat memberikan layanan pemblokiran bagi pelanggan yang kehilangan atau kecurian HP. Hanya saja untuk kepentingan penetrasi layanan, para operator tidak memasukkan EIR ke dalam jaringannya," ungkapnya, kepada kumparan, Jumat (14/2).
Hadiyana menjelaskan sudah saatnya para operator untuk menggunakan EIR dalam jaringannya. Investasi untuk EIR disarankan bisa diambil dari keuntungan yang para operator peroleh selama tidak menggunakan EIR.