Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Menjelang pemilihan presiden di Amerika Serikat, platform media sosial Twitter melakukan langkah tegas untuk menegakkan demokrasi. Perusahaan melarang semua peredaran iklan kampanye politik mulai 22 November 2019 mendatang.
ADVERTISEMENT
Hal itu diungkap oleh CEO Twitter Jack Dorsey dalam cuitannya terbarunya. Kebijakan ini tidak hanya berlaku di AS atau negara yang akan melangsungkan pemilu saja, namun di seluruh dunia yang membuka layanan Twitter.
Perubahan ini bakal mempengaruhi politikus yang telah membayar platform untuk mengeluarkan iklan seputar kampanyenya. Namun, Twitter tidak melarang peredaran iklan yang mendorong masyarakat untuk memilih.
Belum jelas apa saja konten iklan yang boleh dan tidak boleh ada di platform Twitter. Kebijakan tertulis secara lengkap akan dirilis pada 15 November 2019 mendatang.
"Beberapa orang mungkin berpendapat tindakan kita hari ini dapat menguntungkan petahana. Tapi kami telah menyaksikan banyak gerakan sosial mencapai skala besar tanpa iklan politik," kata Dorsey, pada Kamis (31/10).
ADVERTISEMENT
Keputusan Twitter membuat kebijakan itu menyusul masalah serupa yang terjadi pada Facebook. Awal bulan ini, Joe Biden menulis surat ke Facebook, Twitter dan YouTube, meminta mereka menolak iklan politik yang disinformasi atau menyesatkan.
Biden sendiri adalah pesaing Donald Trump di pemilihan presiden AS 2020. Ia juga menjadi target iklan politik berisi konten dengan klaim tidak berdasar mengenai hubungan keluarganya dengan pemerintahan Ukraina.
Di sisi lain, Facebook sebagai salah satu jejaring sosial terbesar di dunia mengatakan bahwa pihaknya sebagai pengelola platform tidak akan melakukan pengecekan fakta atas iklan yang dibuat oleh politisi.
Sebenarnya, Twitter sudah memiliki beberapa kebijakan untuk mencegah politisi membuat iklan yang misleading atau menyesatkan pada platform mereka. Misalnya, menghilangkan tweet tokoh publik yang melanggar aturan.
ADVERTISEMENT
“Twitter bukan soal kebebasan berekspresi,” kata Dorsey. “Ini soal membayar untuk jangkauan yang lebih luas. Dan membayar untuk meningkatkan jangkauan kampanye politik yang memiliki risiko yang belum siap dihadapi infrastruktur demokratis saat ini.”