Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
![Ilustrasi diving. Foto: Pixabay](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1530530016/j3qoopst2dqzlzzfnt7e.jpg)
ADVERTISEMENT
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, mengungkapkan empat hal yang menjadi fokus untuk memajukan wisata bahari menurut pandangan pribadinya. Keempat hal itu ia harapkan bisa menunjang wisata bahari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Terlebih wisata bahari merupakan bagian dari industri maritim dan pariwisata yang ditargetkan bisa menjadi penghasil devisa terbesar Indonesia di masa mendatang. Sehingga harus dijaga dan diusahakan dengan sebaik mungkin. Keempat hal tersebut antara lain:
1. Tidak Menjadikan Wisata Bahari Sebagai Destinasi Wisata Massal
Perry Warjiyo ingin agar wisata bahari Indonesia menjadi destinasi wisata bernilai tinggi yang menargetkan wisatawan premium. Dengan menjadikan wisata bahari Indonesia destinasi wisata premium, harga destinasi itu pun akan menjadi lebih mahal dan kemungkinan kerusakannya pun jadi lebih kecil.
Ia pun mengingatkan kondisi terumbu karang Bunaken beberapa tahun lalu yang sempat rusak. Sehingga ia tak ingin destinasi wisata bahari Indonesia lainnya akan mengalami hal yang serupa.
ADVERTISEMENT
"Longer stay, value added, targeted premium price, itu adalah poin yang pertama. Dan yang jelas ecofriendly, itu akan sustain," jelasnya.
2. Harus Ada Komunitas atau Klaster
Komunitas atau klaster adalah objek yang penting dan harus ada untuk menunjang wisata bahari . Sebab menurutnya, pengembangan wisata bahari tak bisa hanya dilakukan oleh satu kementerian, satu lembaga, atau individu saja.
Dengan adanya komunitas atau klaster, lembaga pemberi bantuan, Bank Indonesia salah satunya akan lebih mudah melakukan pengembangan. Hal ini karena komunitas maupun klaster memungkinkan pengorganisasian yang lebih efektif.
Ini juga akan memudahkan masyarakat setempat di dalam mengajukan bantuan pembiayaan, seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat).
"Kalau individu jelas akan diminta jaminan, tapi kalau kelompok, klaster, ada ketua kelompoknya, itu akan lebih mudah untuk meng-organize, karena dihubungkan dengan kelompok-kelompok lain," jelasnya.
ADVERTISEMENT
3. Keahlian Teknis (Technical Expertise)
Untuk mengelola pariwisata tak hanya membutuhkan pembiayaan saja, tetapi juga kemampuan teknis yang dianggap mumpuni. Baik untuk manajemen wisatanya, mengorganisasikan manajemennya, melakukan pembukuan, maupun membagi keuntungan.
Perry mengatakan bahwa CSR (Corporate Social Responsibility) yang dilakukan pemerintah tak boleh sekadar meninggalkan uang atau hanya memberi sumbangan semata. Seharusnya, klaster atau komunitas dibentuk terlebih dahulu, lalu kemudian diberikan bantuan teknis berupa pelatihan dan terakhir baru diberikan bantuan pembiayaan.
4. Komunitas yang Terintegrasi
Apabila komunitas atau klaster telah dibentuk, Perry menyarankan agar komunitas-komunitas tersebut dibuat menjadi lebih terintegrasi. Sehingga nantinya akan membentuk komunitas daerah, nasional, atau bahkan asosiasi.
Lebih dari pada itu, adanya asosiasi juga akan memungkinkan setiap komunitas memiliki jejaring secara nasional. Hasilnya, wisata bahari tak hanya soal diving semata, tetapi juga travel management. Asosiasi maupun komunitas yang terintegrasi akan lebih bisa memanfaatkan omnibus law yang lebih menyasar UMKM.
ADVERTISEMENT
"Cara ini penting karena kalau keluar omnibus law, ada fasilitas pembiayaan, ada pajak, kemudahan izin, kalau tidak bentuk suatu klaster, tidak bentuk satu komunitas, atau asosiasi, masing-masing jalan sendiri, itu tidak jalan," pungkas Perry.