Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.5
21 Ramadhan 1446 HJumat, 21 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

ADVERTISEMENT
Ada pemandangan unik di sepanjang pantai selatan Sri Lanka, tepatnya di Kota Koggala, Kaththaluwa dan Ahangama atau di perairan Sungai Madu. Di sini ada beberapa atau puluhan nelayan yang duduk di atas sebuah batang kayu.
ADVERTISEMENT
Pemandangan tak biasa ini adalah Stilt Fishing, salah satu metode penangkapan ikan tradisional dari Sri Lanka. Para pria bertengger di tiang pada pagi, siang, atau sore hari untuk menangkap ikan.
Tiang vertikal tertanam ke dasar laut di perairan yang dangkal. Dengan menggunakan sebilah palang atau petta yang diikat ke kayu memungkinkan nelayan untuk duduk beberapa meter di atas air.
Posisi 'genting' seperti inilah nelayan mencari ikan dengan melempar tali pancing. Karena berada di perairan dangkal, umumnya ikan tangkapan berupa ikan haring dan ikan tenggiri. Dan hasil tangkapan akan ditaruh di sebuah tas yang diikat ke tiang atau ke pinggang mereka.
Meski terlihat mudah, nyatanya memancing di atas palang kayu membutuhkan banyak keterampilan, kesabaran, dan keseimbangan. Menurut para nelayan, mereka harus belajar menjaga keseimbangan di tiang kayu yang sempit dan menunggu selama beberapa jam dalam keheningan total.
ADVERTISEMENT
Hal yang paling membuat mereka kesal adalah saat datangnya gangguan kecil, karena ikan akan pergi menjauh. Tak berhenti sampai di situ, di akhir tugas pun, nelayan akan merasakan sakit pada kakinya.
Dalam laporan Amusing Planet, metode yang nampak kuno ini nyatanya ‘baru’ ditemukan pada Perang Dunia II. Stilt Fishing muncul saat terjadi kekurangan makanan dan penuhnya lokasi pancing di beberapa wilayah Sri Lanka. Alhasil mendorong beberapa orang untuk menciptakan ide baru dan muncullah tradisi memancing di atas tiang.
Dilansir The Sunday Times, mayoritas nelayan yang mempraktikkan metode ini adalah mereka yang tidak memiliki peralatan penangkapan ikan yang canggih. Lantas, mereka menciptakan peralatan menggunakan keahliannya.
Tapi, Stilt Fishing sempat mati suri karena tsunami pada tahun 2004 silam yang menghancurkan banyak garis pantai Samudra Hindia dan mengurangi datangnya ikan ke perairan dangkal. Namun, praktik ini kembali hidup bahkan jadi objek wisata yang laris diburu turis untuk dipotret.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, Stilt Fishing tak bisa dilakukan sepanjang tahun dan akan berhenti selama musim hujan. Pada saat itu, nelayan akan stop mencari ikan, tetapi mereka tetap akan berakting seolah sedang memancing demi fotografer dan turis yang datang ke Sri Lanka.
Bagaimana menurutmu?