Gloria Steinem, Aktivis Senior yang Masih Aktif Suarakan Feminism Hingga Kini

21 November 2024 12:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivis AS Gloria Steinem tiba untuk menghadiri Ms. Foundation for Women 2023 Women of Vision Awards di Ziegfeld Ballroom di New York City pada 16 Mei 2023. Foto: ANGELA WEISS / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis AS Gloria Steinem tiba untuk menghadiri Ms. Foundation for Women 2023 Women of Vision Awards di Ziegfeld Ballroom di New York City pada 16 Mei 2023. Foto: ANGELA WEISS / AFP
ADVERTISEMENT
Sebagai gerakan yang memperjuangkan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, feminisme masih menjadi perbincangan hampir di seluruh belahan dunia. Sudah ada sejak abad ke-19, tentu gerakan ini tak lepas dari sosok perempuan yang berperan sebagai pemimpin.
ADVERTISEMENT
Bagi kalian yang cukup aktif mengikuti isu feminisme ini, mungkin kalian tidak asing dengan nama Gloria Steinem, sosok jurnalis, aktivis, dan feminis asal Amerika Serikat. Tidak dapat dihitung menggunakan jari, Steinem sudah lebih dari 50 tahun aktif dalam ‘Women Action Allience’, sebuah kelompok yang didedikasikan untuk melawan seksisme dan menjadi ikon dari gerakan pembebasan perempuan di Amerika Serikat pada akhir abad ke-20.
Karier Steinem diawali dengan menjadi jurnalis di New York sekitar tahun 1960an, kemudian ia melebarkan sayap karirnya dan menjadi salah satu pendiri Ms. Magazine, majalah berisikan isu feminisme di Amerika Serikat yang publikasi pertamanya memfokuskan pembahasan mengenai isu-isu perempuan.
Bahkan di tahun 2005, Steinem tidak berhenti menyuarakan hak perempuan hingga ia mendirikan Woman’s Media Center, sebuah organisasi yang membuat perempuan juga memiliki andil dalam lingkup media.
ADVERTISEMENT
Meskipun kini sudah berusia 90 tahun, Gloria Steinem tak pernah berhenti membuka suaranya untuk memperjuangkan hak-hak yang tidak didapatkan perempuan. Dilansir dari BBC, berikut kampanye yang masih Gloria Steinem suarakan hingga saat ini.

Menyuarakan Hak Aborsi

Pendukung hak aborsi berdemonstrasi di luar Mahkamah Agung Amerika Serikat, di Washington, AS, Jumat (24/6/2022). Foto: Jim Bourg/REUTERS
Selain menjadi jurnalis, di tahun 1970an Steinem juga menjadi salah satu suara utama yang menyuarakan hak reproduksi perempuan. Bahkan ia juga merayakan keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat yang memberikan hak konstitusional pada perempuan untuk melakukan aborsi. Sayangnya, keputusan MA AS ini tak bersifat abadi, karena nyatanya, di tahun 2022, Steinem justru menyaksikan berakhirnya hak aborsi tersebut.
Tidak tinggal diam, perubahan keputusan setelah 49 tahun ini dijadikan pengingat bagi Steinem dan aktivis lainnya untuk terus berkampanye menyuarakan hak perempuan. Bahkan ia mengatakan bahwa perempuan memiliki rahim, sementara laki-laki tidak, sehingga memutuskan siap memiliki anak atau tidaknya bukanlah keputusan lelaki.
ADVERTISEMENT

Menolak Cancel Culture

Ilustrasi Cancel Culture. Foto: Shutterstock
Semakin canggih teknologi, maka semakin mudah juga sebuah berita menyebar dengan cepat. Baik berita hoaks atau benar adanya, tak mudah untuk dibedakan melalui internet. Bagi Steinem, internet bersifat diskriminatif karena tak semua orang mampu untuk membeli peralatan elektronik dan mengekspresikan diri melalui internet.
Steinem mengungkapkan bahwa kebebasan berbicara penting bagi demokrasi mana pun, namun ia menyayangkan dan khawatir dengan adanya ‘cancel culture’ atau budaya membatalkan seseorang yang menciptakan tekanan sosial dan dapat membungkam seseorang hingga ia tak dapat menyuarakan pendapatnya.

Menegaskan Keadilan Bagi Para Perempuan

Aktivis femenisme Gloria Steinem. Foto: ANGELA WEISS / AFP
Setelah 50 tahun berjuang untuk hak perempuan, Gloria Steinem pada akhirnya mencapai posisi di mana ia dapat merefleksikan kemajuan dan pencapaian para perempuan selama ini. Salah satu langkah besar kemajuan yang terlihat di Amerika Serikat adalah peningkatan partisipasi perempuan dalam pemilu, yang menurutnya menunjukkan perubahan signifikan dalam keterlibatan politik perempuan.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, Steinem tetap memantau tekanan yang dihadapi perempuan di berbagai belahan dunia, sebagai contoh, pembatasan kebebasan di negara seperti Iran dan Afghanistan. Sehingga, ia menganggap pemberontakan yang dilakukan perempuan Iran dengan membakar jilbab dan meneriakkan “Perempuan, Hidup, Kebebasan” usai kematian Mahsa Amini karena dituduh menggunakan tidak hijab dengan benar adalah sebuah bentuk dari berevolusinya gerakan feminisme.
“Mereka memperjuangkan gagasan bahwa tubuh perempuan tidak memalukan atau dibatasi, sama seperti tubuh laki-laki, jadi apakah mereka menggunakan kata 'feminisme' atau tidak, itu terserah mereka,” jelas Gloria Steinem dalam wawancara bersama BBC.
Dengan segala dinamika tersebut, Gloria Steinem tetap percaya bahwa perjuangan untuk kesetaraan dan hak-hak perempuan harus terus diperjuangkan, dengan kesadaran akan pentingnya inklusivitas dan keadilan bagi semua perempuan di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Penulis: Monica Tobing