Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Bersahabat dengan Komodo
21 Mei 2021 16:52 WIB
Tulisan dari Franciscus Xaverius Desy Ari Sasongko tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Biawak Komodo (Varanus komodoensis) merupakan kadal terbesar yang saat ini sebarannya terbatas di lima pulau dalam populasi terpisah dalam wilayah kepulauan Sunda Kecil di bagian Timur Indonesia, di mana empat pulau di antaranya terletak dalam kawasan Taman Nasional Komodo.
ADVERTISEMENT
Menghilangnya hutan tropis pesisir terbuka, kebakaran hutan akibat kegiatan manusia, dan kompetisi dengan manusia untuk pemanfaatan spesies mangsa, seperti Rusa Timor (Cervus timorensis), diperkirakan menjadi ancaman terhadap proses-proses yang mempengaruhi kelangsungan hidup populasi kecil Biawak Komodo. Populasi yang paling terancam terbatas pada habitat di bagian barat pulau Flores, diluar batas Taman Nasional Komodo. Pengaruh kegiatan manusia di masa lalu diketahui telah menyebabkan kepunahan Biawak Komodo dari Pulau Padar.
Orang Komodo dahulu memenuhi kehidupan mereka dengan cara berburu dan meramu. Mereka hidup secara berkelompok dan sporadik. Dari penelitian Verheijen tahun 1970-an, terungkap bahwa di Desa Komodo hanya ada 69 rumah, dalam Dusun Nggaro ada tujuh rumah, dan di tengah-tengah kebun ada lagi empat rumah, dan di luar itu masih ada lagi empat rumah. Ada ungkapan yang menarik dari masyarakat yang tinggal di kawasan TNK yaitu “Kalau dapat rusa, dagingnya diambil. Kulit, tulang, dan jeroan ditinggalkan untuk makanan komodo”.
ADVERTISEMENT
Pulau Komodo menjadi sasaran kunjungan sarjana dan wisatawan setelah ditemukannya kadal raksasa ini pada 1912. Penemuan ini menjadikan Pulau Komodo terkenal di seantero dunia. Nama komodo terus mendunia, sementara penduduk lokal yang dipercaya sebagai saudara kembarnya justru dibiarkan merana. Sayangnya, di tengah upaya pemerintah mempromosikan Komodo sebagai destinasi wisata dunia, hasil dari pariwisata tersebut belum dinikmati masyarakat Komodo.
Mencermati pernyataan-pernyataan di atas bisa disimpulkan bahwa manusia sudah lama tinggal di kawasan Taman Nasional Komodo. Diketahui juga bahwa satwa komodo pun juga sudah mendiami lokasi tersebut sudah dari zaman dahulu kala. Manusia dalam kehidupannya akan mencoba untuk memenuhi kebutuhan primer yaitu sandang, pangan, dan papan. Di mana dalam memenuhi kebutuhannya tersebut pastinya akan terjadi pemanfaatan sumberdaya secara bersama-sama dengan makhluk hidup yang lain. Hal ini sering dinamakan dengan istilah simbiosis.
ADVERTISEMENT
Demikian juga yang terjadi pada masyarakat yang hidup di Pulau Komodo. Hidup berdampingan dengan satwa Komodo adalah hal yang tidak bisa dielakkan lagi karena di pulau itulah satwa Komodo dapat hidup. Masyarakat lokal yang tadinya hidup dengan tenang berdampingan dengan satwa Komodo menjadi terinvensi dengan adanya pengembangan wisata.
Balai Taman Nasional Komodo dan pemerintah daerah perlu melakukan kajian terkait dengan pemilihan-pemilihan lokasi yang sesuai agar masyarakat lokal, satwa Komodo dan pengembangan pariwisata bisa berjalan berdampingan. Perlu adanya pembagian zonasi yang jelas antara kawasan yang benar-benar tidak boleh dijamah manusia karena akan digunakan sebagai habitat bagi satwa Komodo, kawasan pemukiman bagi masyarakat lokal yang sudah mendiami kawasan tersebut dari nenek moyang, serta kawasan yang memang diperuntukkan untuk pengembangan wisata.
ADVERTISEMENT
Melihat dari kondisi geografis dari Pulau Komodo yaitu daerah kepulauan, seharusnya ini bisa digunakan sebagai keuntungan dalam hal pengelolaannya. Kenapa demikian? Karena dengan kondisi wilayah kepulauan akan lebih memudahkan dalam pembagian zonasi dan tersedianya batas-batas yang jelas. Dengan demikian, pengelolaan kawasan di Pulau Komodo bisa mengakomodir keberadaan satwa Komodo, keberadaan masyarakat lokal, dan keberadaan pengembangan pariwisata di daerah tersebut.